Pages

Pages

Pages

Jumat, 29 April 2011

PERGERAKAN MAHASISWA PASCA REFORMASI


1. LATAR BELAKANG

Reformasi atau pembaruan dapat terjadi terhadap kebijakan politik yang dianggap menyimpang. Manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, maka diperlukan segera langkah-langkah politik yang berarti dari segenap bangsa untuk melakukan perbaikan. Begitu juga dengan, jikalau sistem pemerintahan yang ada tidaklah berpihak pada kepentingan rakyat.
Hal ini dapat kita simak di Indonesia yakni pada tahun 1998 yang sekaligus sebagai titik awal Gerakan untuk reformasi Indonesia. Dan dibalik gerakan pembaruan ini mahasiswalah yang menjadi ujung tombaknya. Hanya mahasiswa yang mampu menjadi ujung tombak untuk melakukan gerakan secara radikal ini, sekaligus menjadi kekuatan yang paling ditakuti oleh para penguasa yang korup, manipulatif, dan menyimpang. Mengapa mahasiswa? Mahasiswa dengan nalar intelektualitasnya mampu menemukan argumentasi rasional untuk menggambarkan kondisi yang memang bobrok dan tidak sesuai dengan sistem pemerintahan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Lantas setelah gerakan mahasiswa untuk melakukan reformasi Indonesia, yang kemudian berhasil mempengaruhi sistem penyelenggaraan negara Indonesia di kemudian hari. Apakah yang kemudian dapat dilanjutkan oleh angkatan mahasiswa pasca reformasi, melanjutkan perjuangan yang sudah dirajut oleh angkatan mahasiswa gerakan reformasi/angkatan ‘98? Intinya, apa yang dapat dilakukan terhadap reformasi? Karena mahasiswa angkatan ’98 berpendapat gerakan reformasi dilakukan bukan untuk meruntuhkan kekuasaan Soeharto, melainkan untuk mewujudkan sebuah proses kebebasan atau proses demokratisasi dengan latar belakang reformasi di negara Indonesia.
2. RUMUSAN MASALAH

            A). Kilas Balik Gerakan Mahasiswa Indonesia ?
            B). Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi ?
            C). Faktor Penghambat dan Pendukung Terciptanya Gerakan Mahasiswa ?


3. ISI

3.1. Kilas Balik Gerakan Mahasiswa Indonesia
            Jikalau kita memikirkan bagaimana dan darimana sebuah gerakan dapat  tercipta? Pastinya secara logika kita dapat berargumentasi, bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mengawali timbulnya sebuah gerakan. Siklus timbulnya sebuah gerakan selalu beriringan dengan kepentingan sekelompok orang ataupun individu untuk menuntut sebuah perubahan, sehingga diharapkan terdapat sinkronisasi dengan kepentingannya tersebut. Kepentingan-kepentingan tersebut dapat mencakup seluruh bidang-bidang kehidupan manusia antara lain, bidang sosial, bidang politik, bidang budaya, dll. Pada intinya, sebuah gerakan timbul karena adanya suatu kepentingan yang mendesak, yang mengharuskan dan menuntut adanya sebuah perubahan, entah itu merubah sesuatu dari yang baik kearah yang buruk ataupun sebaliknya merubah yang buruk kearah yang baik dengan melihat keadaan, kebutuhan, dan sesuai dengan perkembangan zaman.
            Sedangkan di Indonesiapun munculnya sebuah gerakan adalah tidak asing lagi. Bahkan jikalau merunut pada sejarah gerakan Bangsa Indonesia, gerakan yang tercipta dapat menimbulkan sebuah perjuangan nasional. Gerakan yang muncul di Indonesia disandarkan pada berbagai fakta, dimulai dari kegerahan bangsa Indonesia terhadap penjajahan dan pendudukan bangsa sehingga memaksakan untuk meraih sebuah kemerdekaan bangsa, sampai gerakan yang menuntut sebuah perubahan pada penyelengaraan negara karena dianggap sudah tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Peranan mahasiswa Indonesia dimulai pada tahun 1945, dalam masa merebut kemerdekaan dari penjajahan yang kemudian kita kenal dengan sebuatan angkatan ‘45. Peristiwa ini diawali dengan peristiwa Rengasdengklok yakni, penculikan Soekarno dan Muhammad Hatta oleh sekelompok pemuda Indonesia. Gerakan ini bertujuan untuk mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Gerakan ini di pelopori oleh gabungan mahasiswa yang tergabung dalam tentara pelajar (TP).
Tumbangnya orde lama dan berganti dengan orde baru merupakan campur tangan mahasiswa dengan tentara. Kekuasaan orde baru selama 32 tahun akhirnya dapat di runtuhkan oleh mahasiswa. Runtuhnya orde baru pada tahun 1998 merupakan awal reformasi dari bangsa Indonesia.
Setelah kita melihat sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia sehingga dapat menimbulkan sebuah pergerakan nasional sekaligus perubahan, kita berpikir bahwa kekuatan mahasiswa tidaklah bisa di pandang sebelah mata. Karena pemikiran yang kritis dan nalar intelektualitas dari para mahasiswa terhadap penyimpangan bangsa dalam mengurus negara dan rakyat dapat merubah bangsa itu sendiri. Sehingga layak jika mahasiswa menyandang predikat “agent of change”, agennya pembaharuan.
                                   
3.2. Pergerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
            Mahasiswa Indonesia yang berperan sebagai pengusung reformasi, merubah strategi perjuangan melalui pergerakan dengan keseluruhan latar belakang masalah sosial, ekonomi, dll, dengan tidak lagi terpatok kepada satu tujuan tertentu saja. Pada masa awal reformasi mahasiswa mengagendakan sejumlah tuntutan yang didasari oleh masalah sosial, ekonomi seperti ; pemberantasan KKN, pembentukan Otonomi Daerah dsb. Hal ini mencerminkan bahwa mahasiswa tidak mau terkekang oleh suatu rezim maupun kediktatoran pemimpin bangsa. Disatu sisi mahasiswa menyuarakan masalah, tidak sebatas dengan apa yang mereka rasakan melainkan tertuju pada realita atau kenyataan yang ada di masyarakat luas.
            Memang, secara realita, mahasiswa memiliki suatu kelebihan yaitu, berani bersuara dan melantangkan masalah sosial dibawah ancaman pemerintah. Gerakan reformasi mahasiswa memang tidak mempersoalkan siapa yang akan mengganti kebijakan pemerintah melainkan, lebih kepada proses yang demokratis dengan latar belakang reformasi tersebut. Karena itu disimpulkan, bahwa gerakan reformasi mahasiswa adalah gerakan yang berdiri sendiri, non-partisipan, lebih didasarkan pada substansi perubahan daripada pelaksana perubahan. Tidak ada alasan untuk menimbang-nimbang siapa yang menjadi pelaksana reformasi, namun yang lebih penting mempertanyakan apa yang dilakukannya terhadap reformasi.
            Lantas kalau memang apa yang harus dilakukan terhadap reformasi itu sendiri diajukan terhadap angkatan mahasiswa pasca reformasi, bagaimana? Sudahkah sistem penyelenggaraan negara berpihak pada kepentingan rakyat banyak? Apakah bangsa ini benar-benar merdeka, sementara kita tahu sendiri seluruh kehidupan ekonomi, sosial Indonesia sudah didikte oleh negara-negara barat, dengan mengeksplorasi seluruh kekayaan alam bumi nusantara. Dan semua ini terjadi karena faktor pemerintah kita yang tidak tegas dan hanya mementingkan keluarga dan kelompoknya.
            Seharusnya, hal tersebut bisa menjadi sebuah wacana bagi kaum intelektual muda negeri ini yakni mahasiswa untuk melakukan gerakan perjuangan kembali, seperti yang sudah dilakukan oleh gerakan mahasiswa angkatan ’45, angkatan ’66, dan angkatan ’98 terdahulu. Namun yang tertulis tidaklah hampir sesuai dengan kenyataan yang ada. Gerakan mahasiswa setelah munculnya era reformasi gaungnya sudah hampir tidak terdengar lagi. Mereka kini hanya berfokus pada daerahnya masing-masing saja dan tidak terpusat contohnya seperti gerakan ’98. Itupun kadangkala tidak digubris oleh pihak yang merasa ditantang oleh gerakan mahasiswa seperti, pemerintah.
            Dan ditilik dari segi jumlah massanya pun gerakan mahasiswa saat ini telah mengalami penurunan. Mungkin hal ini dapat terjadi karena, trauma mahasiswa angkatan pasca reformasi setelah menyimak sejarah pergerakan mahasiswa angkatan ’98 di berbagai media informasi. “Mereka berbuat dan berkorban demi memperbaharui negeri ini dari segala kediktaktoran dan penyimpangan, tetapi semua itu harus dibayar dengan jatuhnya korban jiwa karena gerakan ’98 bergerak sendiri tanpa adanya perlindungan dari angkatan bersenjata”. Akhirnya dampaknya pun dapat terasa, kebanyakan mahasiswa saat ini lebih memilih diam sama sekali atau berperilaku apatis daripada harus kehilangan nyawa mereka sia-sia jiakalau kesimpangan terjadi.
            Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi turunnya gerakan mahasiswa pasca reformasi saat ini, kehadiran mahasiswa dengan gerakan pembaharuannya tetaplah sangat diperlukan sebagai controlling of state implementation sehingga keseimbangan negara dan kepentingan rakyat dapat terlaksana.

      3.3. Faktor Penghambat dan Pendukung Terciptanya Gerakan Mahasiswa
            Masyarakat merupakan faktor pendukung dalam pergerakan mahasiswa pasca reformasi, hal ini terjadi karena pada masa saat itu sampai sekarang, krisis ekonomi menjadi momen yang tepat dan mengena pada masyarakat. Dukungan masyarakat sangat membantu bagi pergerakan mahasiswa. Pada awal pergerakan mahasiswa ’98 masyarakat bergabung dalam aksi yang dilakukan mahasiswa. Tidak hanya konsumsi, akomodasi, uang, dll yang membantu operasional gerakan, tetapi masyarakat mempunyai peran yang sangat besar. Terlihat jelas bahwa gerakan mahasiswa didukung penuh oleh masyarakat.
Masyarakat juga yang mempunyai andil dalam setiap pergerakan mahasiswa hingga sekarang, kita tahu pada pegerakan mahasiswa dalam menuntut penolakan kenaikan BBM, penolakan ikut campurnya IMF dalam ekonomi Indonesia, masyarakat sangat mendukung dan membantu dalam aksi pergerakan mahasiswa. Maka dari itu masyarakat merupakan faktor yang sangat vital dalam setiap pergerakan mahasiswa hingga saat ini. Tidak kita sadari setiap pergerakan mahasiswa tidak mungkin tanpa adanya dukunga dari masyarakat luas.
Disisi lain masyarakat berafiliasi dengan mahasiswa adalah kemampuan dalam setiap pergerakan lebih baik ketimbang dengan organisasi lainnya, yang lebih penting masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu pembaruan, seperti halnya mahasiswa yang berada di perguruan tinggi yang menggemban tujuan pembaruan. Pada satu sisi masyarakat menginginkan suatu proses demokrasi yang lancar, adil, jujur.
            Sedangakan militer, merupakan faktor penghambat bagi pergerakan mahasiswa ’98 hingga sekarang. Karena militer difungsikan sebagai kelompok penekan oleh pemerintah bagi siapapun yang tidak sepakat dengan pemerintah, sehingga kritik-kritik pada waktu itu yang disampaikan oleh mahasiswa menjadi petaka bagi dirinya sendiri, ditambah lagi dengan kroni-kroni dan regulasi-regulasi otoriter yang makin menyulitkan mereka berbicara lantang. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan juga seiring bertambahannya kedewasaan demokrasi dalam sistem pemerintahan indonesia, militer tidak lagi menjadi penghalang, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menjadi sebuah ancaman bagi mahasiswa itu sendiri, di satu sisi lain militer adalah sebagai pelindung disetiap aksi pergerakan mahasiswa. Dan pada pergerakan mahasisiwa tahun 1998, mereka dalam melakukan suatu pergerakan juga mendapat dukungan dari kalangan civitas academica, sehingga gerakan mahasiswa tahun 1998 mampu melakukan percepatan-percepatan yang luar biasa untuk mengadakan perubahan yang diinginkannya sehingga gerakan mahasiswa tahun 1998 sudah tidak dapat dibendung lagi.
            Sedangakan pada tahun 1966 gerakan mahasiswa yang menginginkan adanya suatu perubahan yang terdapat didalam tritura, yang diantaranya adalah Bubarkan PKI, Rombak Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga, juga mendapat hambatan. Yang menjadi faktor penghambat pada masa itu adalah adanya anggapan bahwa mahasiswa ditunggangi oleh CIA yang ditengarai sebagai antek neolib dan juga adanya perlawanan dari simpatisan PKI terhadap pergerakan mahasiswa. Namun di tahun itu mahasiswa malah mendapat dukungan dari militer dan Regulasi-Regulasi Orde Baru yang tidak lain adalah mereka yang akhirnya menjadi faktor penghambat di tahun 1998. Namun walau selalu ditemukan faktor-faktor penghambat, tetap saja pergerakan mahasiswa berjalan sampai tujuan mereka tercapai dengan dibantunya mereka dengan pendukung-pendukung yang ada pada masa itu.
4. KESIMPULAN

Masih terekam di ingatan bangsa kita pada bulan Mei 1998 di Jakarta, sebuah gerakan perjuangan dari kaum intelektualitas muda sebut saja mahasiswa, dengan bermodal landasan idealisme dan keberanian, sampai mereka rela bertaruh nyawa untuk mewujudkan cita-cita ideal mereka yakni sebuah reformasi. Karena nalar intelektualitas mereka berpikir bahwa ada realitas yang tidak beres dan ada ketimpangan pada penyelenggaraan negara selama masa Orde Baru. Mereka dibuat gerah karena; kediktaktoran pemerintah pusat, ketidakbebasan berpendapat dan berapresiasi, KKN di tubuh pemerintah merajalela, dan ketidakberpihakan sistem konstitusi negara pada kepentingan rakyat banyak, betapa tidak!
Terdorong dengan cita-cita ideal mereka adalah benar dan keniscayaan, mereka semakin merapatkan barisan dengan jumlah massa mahasiswa yang bergelombang, datang dari segala penjuru tanah air, untuk menyuarakan bahwa; “reformasi atau pembaharuan adalah sebuah keharusan terhadap sistem penyelenggaraan negara Indonesia hasil bentukan masa Orde Baru setelah melihat realitas yang nyata”. Akhirnya, dengan mengorbankan sejumlah nyawa mahasiswa melayang dan sebuah keberuntungan mendapat dukungan tertutup dari kalangan militer dan dukungan dari masyarakat, membuat pintu jalan reformasi mereka terasa semakin mudah. Dan Soehartopun menyatakan mundur sebagai Presiden RI sekaligus menjadi pertanda bahwa rezim orde baru telah berakhir dan era reformasi adalah benar sebuah keniscayaan. “Selamat datang era reformasi!”.
Ya, selamat datang era reformasi! Dan sampai detik inipun (bulan September 2009) adalah era reformasi. Lantas patutkah kita bertanya? Kemanakah Gerakan perjuangan mahasiswa itu pergi? Kemanakah pemikiran nalar intelektualitas mereka terhadap realitas yang terjadi saat ini? Terutama realitas yang menyimpang, yang membuat mendung kembali bangsa ini. Dimulai dari realitas klasik yakni, kepentingan rakyat banyak masih saja diurus setengah-setengah, KKNpun sama klasiknya, semakin mewabahnya penerapan neoliberal, eksplorasi besar-besaran kekayaan SDA tanah air oleh pihak asing, sampai westernisasi, hedonisme, dll.
Pasti ada faktor, mengapa gerakan mahasiswa Indonesia untuk melawan terus segala ketimpangan realitas yang terjadi pada negara dan rakyat mengalami siklus penurunan? Inilah poin-poin faktor tersebut dari kami :    
            - Trauma mahasiswa Indonesia terhadap korban mahasiswa tragedi 1998
            - Mahasiswa pasca reformasi merasa pencapaian angkatan ’98 adalah sebuah
solusi tuntas keberhasilan terhadap pembaharuan penyelenggaraan negara,
sehingga tidak membutuhkan gerakan perjuangan kembali. (Hanya menunggu
kesuksesan demokrasi di Indonesia karena angkatan mahasiswa saat ini yakin negara ini sedang berada dalam proses demokratisasi, yang dibutuhkan hanyalah menunggu).
- Hal tersebut diatas secara otomatis menghilangkan sikap idealis dan kritis
mahasiswa dan berubah menjadi sikap apatis terhadap realitas-realitas yang dapat menyebabkan ketimpangan penyelenggaraan negara dan ketidakberpihakan kepada kepentingan rakyat banyak.
            - Dan, dari faktor internal sistem pendidikan kampus pun kami berpendapat dapat
mempengaruhi menurunnya pergerakan mahsaiswa. Yakni sistem SKS, adalah sebuah ketentuan wajib bagi mahasiswa demi mendapatkan titel sarjana, padahal secara kasat mata mahasiswa dengan darah mudanya cenderung memilki jiwa yang ekspresif dan bebas untuk menyampaikan idealisme mereka terhadap realitas dengan berbagai cara. Oleh karena itu, mahasiswa lebih cenderung untuk lebih mengejar target-target pendidikannya, sehingga hampir kehabisan ruangan yang fleksibel untuk menjalankan hakikat mahasiswa sejatinya. (Hakikat mahasiswa adalah adanya keseimbangan antara pendidikan dengan nalar intelektualitas dan idealisme mereka, sehingga mereka membutuhkan suasana dan ruangan yang fleksibel).


5. DAFTAR PUSTAKA

Chrisnandi, Yuddy. 2008. Beyond Parlemen : Dari Politik Kampus Hingga
                 Suksesi Kepemimpinan Nasional. Jakarta : Ind Hill Co
Denny, JA. 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an.
         Yogyakarta : LKIS
Denny, JA. 2006. Napak Tilas Politik Reformasi Indonesia. Yogyakarta : LKIS
Adnan, Fuad, 22 Oktober 2005, Dinamika Pergerakan Mahasiswa,
         http://www.google.co.id/, diakses pada  3 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar