Pemerintahan dan Politik Jepang
Perbandingan Politik Pada Masa Militer dan Feodal Jepang
Pada zaman feodal berawal, terjadi perebutan antara bangsawan yang dilakukan oleh Kaisar Suiko dan Pangeran Shotoko dalam menentukan pemusatan kekuasaan di Yamato dan keduanya gagal dalam pembuatan Konstitusi yang diumumkan pada tahun 604 yang berisi 17 bab. Dalam Konstitusi ini diatur dasar-dasar pemeliharaan negara dengan penghapusan Ujigama sebagai kepala daerah. Kemudian dilanjutkan oleh bangsawan bernama Nakana Oe dan Fujiwara Kamatari. Tindakan pembaharuan pertama yang dilakukannya adalah mengambil alih semua tanah yang dikuasai oleh uji untuk diserahkan pada kaisar. Daerah-daerah tersebut kemudian dibagi secara administrative menjadi beberapa propinsi (kuni) yang dikepalai oleh gubernur dan distrik (kori) yang dikepalai oleh Gunji. Tanah pertanian dibagikan secara merata pada rakyat dan pemungutan pajak sesuai hasil pertanian. Hal inilah yang menjadikan pangeran naik tahta dan mendapat gelar, Nakana Oe memakai gelar kaisar Tenji sedangkan Kamatari dapat gelar Fujiwara dan diberikan kepercayaan kembali untuk melanjutkan pembaharuannya dengan membuat kitab Undang-undang dan peraturan hukum yang baru. Inilah yang membuat kedudukan Fujiwara semakin sangat berkuasa dalam mengendalikan pemerintahan terutama dalam hal tidak menghapuskan hak-hak istimewa yang dimiliki oleh masyarakat golongan atas baik keuntungan kebebasan dalam membayar pajak hingga kedudukan yang diperoleh secara turun menurun bagi keluarganya. Ada beberapa zaman pada masa pemerintahan feodal antara lain pada Zaman Nara, mulai masuknya pengaruh besar agama Buddha yang mulai ikut campur dalam masalah politik di ibukota, karena hal itu Kaisar Kanmu memindahkan ibukotanya ke Nagaoka. Sehingga pada zaman nara ini tanah pertanian bertambah luas sehingga Ekonomi Negara ini didasarkan pada pertanian (padi) namun masa kejayaan hanya dialami oleh kaum bangsawan sementara rakyat kecil justru menderita akibat pengenaan pajak yang besar dan paksaan pada petani untuk bekerja dengan alasan wajib militer. Begitupun pada Zaman Heian yang sangat dikuasai oleh keluarga Fujiwara yang kurang memperhatikan kemakmuran negara, besarnya pajak yang dikenakan pada petani membuat petani memberikan tanahnya pada bangsawan dan petani sebagai penggarap saja, akibatnya timbulah banyak kerusuhan. Pada zaman feodal yang ditandai oleh perebutan kekuasaan antarkelompok penguasa yang terdiri dari ksatria yang disebut samurai. Hal inilah yang menciptakan peperangan terus terjadi sehingga membentuk watak militer pada masyarakatnya. Pada tahun 1185, setelah menghancurkan klan Taira yang merupakan klan saingan klan Minamoto, Minamoto no Yoritomo diangkat sebagai shogun, dan menjadikannya pemimpin militer yang berbagi kekuasaan dengan Kaisar.
Pemerintahan militer yang didirikan Minamoto no Yoritomo disebut Keshogunan Kamakura karena pusat pemerintahan berada di Kamakura (di sebelah selatan Yokohama masa kini). Setelah wafatnya Yoritomo, klan Hojo membantu keshogunan sebagai shikken, yakni semacam adipati bagi para shogun. Keshogunan Kamakura berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah Cina kekuasaan Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Meskipun secara politik terbilang stabil, Keshogunan Kamakura akhirnya digulingkan oleh Kaisar Go-Daigo yang memulihkan kekuasaan di tangan kaisar. Kaisar Go-Daigo akhirnya digulingkan Ashikaga Takauji pada 1336. Keshogunan Ashikaga gagal membendung kekuatan penguasa militer dan tuan tanah feodal (daimyo) dan pecah perang saudara pada tahun 1467 (Perang Onin) yang mengawali masa satu abad yang diwarnai peperangan antarfaksi yang disebut masa negeri-negeri saling berperang atau periode Sengoku. Dan pada abad ke 15 akhirnya terbentuklah kesatuan wilayah yang luas disebut HAN. Rentetan perang saudara yang terjadi di Jepang tahun 1467 menyebar ke seluruh Jepang. Sehingga menghancurkan sisa-sisa wewenang yang ada di tangan Ashikaga. Namun disisi lain perang saudara juga membawa perubahan dalam tatanan masyarakat feodal. Tahun 1500 muncul generasi baru pemimpin. Suatu ketika ada seseorang yang memenuhi persyaratan dan berambisi untuk menjadi pemimpin Jepang. Tokoh tersebut yaitu Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu. Tahun 1467-1560 orang Jepang menyebut periode ini dengan Sengoku yang artinya negeri sedang berperang. Tahap pertama peperangan Sengoku berlangsung sampai 1477. Pertempuran itu selama 10 tahun mengakibatkan ibukota hancur berkeping-keping dan Bakufu (pemerintahan militer) kacau balau. Kemudian di setiap pucuk pemimpinan diduduki daimyo yang didiami oleh vassal-vasal. Pada masa Nobunaga dan Hideyoshi, mempunyai tugas untuk membangun kembali Negara. Nobunaga menggunakan beberapa tahun kedudukannya untuk memperkokoh kedudukannya yang dilindungi oleh vasal Imagawa.
Di tahun menjelang akhir hayatnya Nobunaga memperketat tali kendali atas provinsi-provinsi di bagian tengah. Yaitu dengan menggerakkan potensi ancaman dari para tuan tanah yang mengharuskan bertempur melawan pihak yang pernah jadi sekutunya. Selain itu juga mengurangi kekuasaan duniawi agama Buddha yang berkembang sangat besar. Kemudian setelah Nobunaga wafat dilanjutkan oleh Hideyoshi sampai tahun 1590 dengan menakhlukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyusu. Adapun peraturan yang dukeluarkan yaitu peraturan kepemilikan tanah dan perturan pecutan bagi para petani. Dengan tujuan mengontrol kekayaan para tuan tanah dan para petani supaya tidak melancarkan perlawanan. Saat Hideyoshi menyerang Korea, Tokugawa Ieyasu memperkaut posisinya di Jepang. Terjadilah perang antar kelompok daimyo yang memihak Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu yang dimenangkan oleh Tokugawa. Kemenangan ini disusul dengan berdirinya pemerintahan militer Edo tahun 1603. Pemerintahan militer Edo menjadi simbol kematangan feodalisme Jepang yang ditandai dengan system pengontrolan dalam segala bidang. Namun keruntuhan Bakufu Edo (pemerintahan militer Edo) tidak dapat dihindari karena faktor eksternal dan internal.
Hubungan Kekuasaan Militer dan Sipil
Setelah keluarga Taira ditundukan, Yoritomo sebagai kepala keluarga Minamoto memegang kekuasaan, dan semakin kuat membentuk struktur yang mampu menopang kekuasaaannya antara lain pembentukan Departemen Kehakiman, Kemiliteran dan Departemen Pemerintah sehingga pemerintahannya mampu dikendalikan dengan baik. Dia pun sangat cerdas sekaligus licik tetap mempertahankan kedudukan Tenno dan keluarga Fujiwara dibiarkan menduduki jabatannya tetapi untuk kekuasaan militer tetap dipegang oleh keluaraga Minamoto. Pemerintahan militer berada di Kamakura untuk bisa mengawasi wilayah timur Jepang dan menghindari pengaruh buruk di ibukota, sementara pemerintahan sipil tetap berada di Kyoto. Inilah yang menjadikan sistem yang sangat kuat saling mendukung satu sama lain dan pemerintahan militer tidak begitu saja menggantikan kekuatan pemerintahan sipil. Tapi disisi lain, justru hal inilah membuktikan masih aktifnya jabatan-jabatan sipil, kekaisaran yang turun-menurun dan kekuasaan imperial di Kyoto yang masih mengurusi perkara sipil dan agama. Yoritomo pun mendapatkan hak untuk mengangkat para petinggi militer baik inspectur hingga administrator untuk mengatur soal tanah di propinsi bisa dikatakan kekuasaan militer memiliki pengaruh yang semakin besar.
Dalam Bidang Politik dan Ekonomi Jepang
Saat kedudukan Yoritomo semakin kuat dalam mengendalikan pemerintahan saat itu apalagi ditopang dengan kekuasaan militer yang semakin besar, Yoritomo yang semakin tidak mementingkan kemakmuran rakyat system pemerintahannya yang baru ini perlahan-lahan mampu menggeser pola pemerintahan yang lama karena banyak pegawai istana di Kyoto berpindah ke Kamakura sehingga yang ada di Kyoto hanya tinggal para aristocrat saja. Semakin hancurnya pemerintahan saat sepeninggalnya Yoritomo oleh anaknya Yorie kemudian direbut oleh Hojo Tokimasa. Tapi pada masa pemerintahannya diserbu oleh bangsa Mongol yang ingin menguasai Jepang.
Kemudian pada Pemerintah Meiji memulai bermacam-macam reformasi untuk membuat struktur lembaga politik baru yang berpusat pada kaisar. Reformasi pada masa ini disebut Restorasi Meiji. Pemerintahan yang baru pada tahun 1869 (Meiji II) memerintahkan kepada para daimyo agar tanah wilayah han dan rakyat yang tinggal di wilayah tersebut dikembalikan dari daimyo ke kaisar. Kebijakan selanjutnya keluar pada tahun 1871 (Meiji IV) yang memutuskan untuk menghapus sistem han, membagi seluruh negeri menjadi sistem ken, serta dikirimkan pegawai pemerintahan langsung dari pusat, yang disebut pula haihanchiken. Dengan begitu, pajak seluruhnya dikumpulkan oleh pemerintah, dan pegawai pemerintah tinggal menerima gaji dari pemerintah.
Pemerintah baru Meiji terus berupaya memajukan diplomasi. Awalnya pemerintah memikirkan cara untuk mengubah perjanjian-perjanjian antara negara Barat dan bakufu yang dirasa kurang adil bagi rakyat Jepang. Selain itu, observasi digencarkan untuk mengirim wakil-wakil pemerintahan ke negara Barat. Namun negoisasi untuk memperbarui isi perjanjian-perjanjian tersebut sama sekali tidak ditanggapi oleh negara-negara Barat. Karena itu, pemerintah berpendapat bahwa akan lebih baik untuk membangun negara, mengembangkan industri, dan memperkuat militer demi kepentingan negara daripada harus merevisi isi perjanjian.
Perekonomian jepang pun tak terlepas dari sebab dan akibat masalah politik. Selama proses mendapatkan hak warisan sehingga tanah menjadi kecil hal ini memungkinkan keluarga petani mengkosolidasikan dasar ekonomi untuk kekuasaan mereka. Penetapan pajak yang tinggi pada petani membuat petani semakin miskin. Namun disisi lain saat Perang Cina-Jepang dan Rusia-Jepang mengakibatkan Jepang memperoleh sumber-sumber kekayaan alam yang berlimpah. Pada tahun 1901, Jepang selesai membangun pabrik besi baja pertama yang dikelola pemerintah. Dengan demikian, terbentuklah dasar dari perkembangan industri berat, seperti industri baja dan industri pembuatan kapal, serta mesin-mesin industri. Revolusi tersebut mengakibatkan meningkatnya kapitalisme dan timbulnya persoalan dalam masyarakat feodal. Di perdesaan, karena dipaksa membayar pajak yang tinggi, semakin banyak para petani yang menjual tanah pribadinya sehingga jumlah petani miskin pun terus meningkat. Para petani kecil yang tidak bisa hidup di perdesaan lagi lebih memilih pergi ke perkotaan dan menjadi buruh pabrik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar