Perempuan dan Agama (Kajian tentang Penyelesaian Konflik dalam Keluarga Katholik di Purwokerto
Abstrak
Penelitian ini adalah mengenai kehidupan kaum biseksual di Kota Tegal. Era globalisasi membawa pergerakan dan perubahan kehidupan dalam masyarakat. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup. Didalam kehidupan era globalisasi ini, penghormatan terhadap hak dan martabat setiap manusia dengan tanpa membedakan orientasi seseorang serta identitas gender tiap individu adalah hal yang harus dilakukan semua orang. Walaupun dalam penerapannya masih terdapat kontroversi dan diskriminasi terhadap sebagian kaum yang dianggap memiliki perbedaan orientasi seksual, namun apa?. Sebagai negara yang mayoritas muslim, Indonesia merupakan negara yang masih menganggap perbedaan orientasi seksual ini sebagai sesuatu hal yang tidak mendapat penghormatan dan pengakuan. Ada pandangan yang menyatakan bahwa seksualitas bersifat terberi sehingga tidak dapat diubah. Pandangan tersebut dikeluarkan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan mengatasnamakan agama maupun budaya sehingga kelompok orang yang seksualitasnya tidak sejalan dengan konsep tersebut (kelompok LGBT-Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) dianggap sebagai abnormal, mendapatkan perlakuan buruk, baik dalam bentuk diskriminasi maupun kekerasan. Kelompok Biseksual menarik untuk diteliti karena berbeda dengan kaum lesbian, gay dan transgender. Kaum biseksual cenderung sulit untuk diteliti secara kasat mata. Dalam penelitian ini, kaum biseksual yang akan kami tulis adalah kaum biseksual yang memiliki pengalaman dalam dunia malam dan berdomisili di Kota Tegal. Walaupun kaum biseksual tersebut memiliki pergaulan yang luas dan bebas, tetapi mereka masih menerapkan norma sosial dalam masyarakat. karena Kota Tegal dikenal sebagai kota yang ramai dengan perkumpulan waria. Kota Tegal merupakan kota yang damai dan memberikan ruang ekspresi tersendiri bagi kaum waria sehingga tidak menutup kemungkinan untuk kelompok lainnya seperti kaum homoseksual, (baik lesbian maupun) Gay dan biseksual.
Kata Kunci: ……………, …………………., ………………..
Pendahuluan
Kaum lesbian, gay, biseksual dan transeksual (LGBT) merupakan kaum minoritas yang sampai saat ini keberadaannya masih diperdebatkan. Walaupun dogma agama dan pandangan norma masyarakat terhadap kaum LGBT tersebut sebagai kaum berdosa yang melakukan penyimpangan, kami menganggap bahwa kaum biseksual yang termasuk dalam LGBT merupakan kelompok minoritas yang memiliki hak-hak yang sama didalam hukum. Biseks atau biseksualitas adalah orientasi seks yang mempunyai ciri-ciri berupa ketertarikan estetis, cinta romantis dan hasrat seksual kepada pria dan wanita. Secara umum, orientasi seksual manusia dibagi dalam (4 (empat)) golongan, yaitu heteroseksual, homoseksual, transeksual dan biseksual.
Biseksualitas umumnya dikontraskan dengan homoseksualitas, heteroseksualitas, dan aseksualitas. Meskipun secara fisik maupun orientasi seksualnya bisa dianggap sebagai kaumheteroseksual atau homoseksual, tapi kaum biseksual juga memiliki ketertarikan pada sejenis (bagi hetero) dan berbeda jenis (bagi homo). Kalau heteroseksual, homoseksual dan transeksual lebih bisa diidentifikasi dengan mudah, tidak demikian dengan biseksual. Kelompok biseksual memang berada dalam wilayah abu-abu. Alferd Kinsey[1], dalam teori The Kinsley Scale menggambarkan bahwa dalam tataran rentang perilaku heteroseksual-homoseksual yang dibagi dalam tujuh bagian, orientasi biseksual menempati lima bagian sendiri.
Kaum Biseskual adalah salah satu kaum yang terpinggirkan dalam masyarakat kita. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan negatif terhadap orientasi seksual mereka. Dengan kata lain, kaum biseksual adalah kelompok terpinggirkan dalam masyarakat. Dalam hal ini, perilaku kaum biseksual akan dilihat dari pola gender yang ada dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena dalam pergaulannya, kaum biseksual memiliki peran yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Dengan kata lain, hal ini terjadi karena kaum biseksual melakukan peranan yang ganda.
Perempuan dan Keluarga dalam Agama Katholik
Perlakuan yaang diskriminatif itu diperkuat dengan peran negara yang ambigu dan tidak konsisten dalam memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap kelompok LGBT. Secara legal formal negara sudah mengakui hak asasi manusia melalui amandemen UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999, dan Ratifikasi Kovenan Ekosob dan Kovenan Sipol. Bahkan pemerintah secara tegas menyebutkan, bahwa LGBT merupakan kelompok yang harus dilindungi negara dalam Rancangan Aksi Nasional HAM-nya (tahun 2004-2009). Sehingga sesuai UU HAM tersebut, tidak semestinya kelompok LGBT mengalami kekerasan dan diskriminasi. Hak kaum LGBT juga diakui secara internasional dalam Deklarasi Montreal yang berisi desakan kepada negara-negara di dunia untuk mengakui, memenuhi, dan melindungi hak mereka (Hasil Konferensi Internasional tentang Hak LGBT di Montreal, Canada, Juli 2006), dan Yogyakarta Principles (tahun 2007) yang memuat prinsip-prinsip pemberlakuan hukum internasional (Sipol dan Ekosob) atas hak-hak asasi manusia berkait dengan orientasi seksual dan identitas gender. Homoseksual, heterosksual, dan biseksual merupakan identitas manusia yang harus dihormati. Oleh karena itu, hak LGBT harus dijamin oleh negara dalam peraturan perundang-undangan.
Bentuk-bentuk Konflik dalam Keluarga Pemeluk Agama Katholik
Sumber perilaku politik pada dasarnya adalah budaya politik, yaitu kesepakatan antara pelaku politik tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kesepakatan initidak selalu bersifat terbuka, tetapi ada pula yang bersifat tertutup. Suatu budaya politik biasanya berlaku selama periode tertentu. Ketika datang perubahan penting dalam konstelasi politik, datang pula para pelaku baru dalam gelanggang politik, terbukalah kesempatan untuk memperbarui budaya politik. Perilaku Politik Elitis[2] adalah perilaku dengan motif meraih kekuasaan, ketenaran publik dan kekayaan dengan dalih mengurus rakyat. Pada awalnya pengertian politik selalu berkonotasi baik, yaitu mengurus urusan rakyat melalui kekuasaan dan kebijakan publik. perilaku yang etis adalah perilaku yang sesuai.
Penyelesaian Konflik dalam Keluarga Katholik di Purwokerto
Sebagai kaum minoritas, kelompok LGBT tentunya tidak dapat bersosialisasi secara terus terang mengenai keberadaan mereka. Keterbatasan perlakuan masyarakat menjadikan pola kehidupan kelompok minoritas ini berbeda, mulai dari perilaku sehari-hari sampai kepada perilaku bermasyarakat dan bersosialisasi. Mereka memiliki tempat berkumpul sendiri karena tidak semua orang dalam masyarakat mampu menerima keberadaan mereka. Biseksual memang memiliki perbedaan dengan kaum lesbian, gay dan transgender karena perilaku ganda yang dilakukan oleh biseksual mampu menutupi ciri keberadaan mereka secara kasat mata. Sebagai bisesks yang mencintai lawan jenis serta sesama jenis sekaligus, perilaku yang berbeda dalam suatu situasi adalah hal biasa. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk perlindungan diri, bahkan merupakan sebuah perilaku agar tetap dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara khususnya di Indonesia yang belum dapat menerima keberadaan mereka sepenuhnya.
Penutup
Menjadi lesbian, gay, biseksual dan transgender bukanlah sebuah pilihan saja yang disebut kebanyakan orang sebagai penyakit, melainkan merupakan orientasi seksual berdasarkan diri individu itu sendiri. Tidak dapat dipaksakan dan tidak pula dapat dikekang, hak asasi kaum minoritas dan kaum mayoritas adalah sama. Perbedaan sikap masyarakat dalam penerimaan kaum minoritas dalam kehidupan sehari-hari menjadikan kaum minorotas terlebih khusus biseksual melakukan peran ganda. Sebagai kaum minoritas yang ingin diterima oleh masyarakat, biseks harus mampu menutupi orientasi seksual mereka sebaik mungkin karena pandangan masyarakat terhadapa kelompok yang mencintai sejenis dan lain jenis merupakan suatu hal yang buruk dalam pandangan norma, dan agama.
A. Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 1972. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT.GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.
Gaffar, Afan. 2006. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kencana, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung:Refika
Leifer. Michael. Bab I, RevolusiNasional dan Benih – benih Politik Luar Negeri. Alinea pertama
Partanto A . Pius.1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola
Male Emporium edisi Februari, dari website Pria Dalam Cermin. Diambil dari www.google.com diakses pada 10 Mei 2010.
Foucault, Michel. 1976. Ingin Tahu Sejarah Seksualitas. Jakarta :Yayasan Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar