1. | Pasal-pasal 5 ayat (1), 18, dan 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; |
2. | Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; |
3. | Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-produk yang berupa Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia; |
4. | Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2671); |
5. | Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 37; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2901); |
6. | Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 59;Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2915). Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia |
M E M U T U S K A N : |
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH.
B A B I
PENGERTIAN -PENGERTIAN Pasal 1 |
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a. | Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya; |
b. | Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya; |
c. | Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
d. | Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah atau pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya; |
e. | Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
f. | Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada pejabat- pejabatnya di daerah; |
g. | Wilayah Administratip, selanjutnya disebut Wilayah, adalah lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah; |
h. | Instansi Vertikal adalah perangkat dari Departemen-departemen atau Lembaga-lembaga pemerintah bukan Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di Wilayah yang bersangkutan; |
i. | Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan dan menangguhkan peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Menteri Dalam Negeri bagi Daerah Tingkat I dan Gubernur Kepala Daerah bagi Daerah Tingkat II, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
j. | Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, kordinasi, pengawasan, dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah; |
k. | Polisi Pamong Praja adalah perangkat Wilayah yang bertugas membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan khususnya dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban di bidang pemerintahan umum. |
|
BAB II
PEMBAGIAN WILAYAH Pasal 2 Dalam menyelenggarakan pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi dalam Daerah-daerah otonom dan wilayah wilayah administratip. |
BAB III
DAERAH OTONOM Bagian Pertama Pembentukan dan Susunan Pasal 3
(1). | Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. |
(2). | Perkembangan dan pengembangan otonomi selanjutnya didasarkan pada kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan Nasional. |
|
Pasal 4
(1). | Daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan Nasional, dan syarat- syarat lain yang memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik, dan kesatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab. |
(2). | Pembentukan, nama, batas, ibukota, hak dan wewenang urusan serta modal pangkal Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan Undang- undang. |
(3). | Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
|
Pasal 5 Dengan Undang-undang, suatu Daerah dapat dihapus apabila ternyata syarat-syarat dimaksud Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini sudah tidak terpenuhi lagi sehingga tidak mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. |
Pasal 6 Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, mengingat pertumbuhan dan perkembangannya dapat mempunyai dalam wilayahya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, yang pengaturannya ditetapkan dengan Undang-undang. |
Bagian Kedua
Otonomi Daerah Pasal 7 Daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Pasal 8
(1). | Penambahan penyerahan urusan pemerintahan kepada Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
(2). | Penambahan penyerahan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, disertai perangkat, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan. |
|
Pasal 9 Sesuatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dapat ditarik kembali dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat. |
Pasal 10
(1). | Untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Presiden tentang hal-hal yang dimaksud dalam Pasal-pasal 4,5,8, dan 9 Undang-undang ini dibentuk Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. |
(2). | Pengaturan mengenai Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. |
|
Pasal 11
(1). | Titik berat Otonomi Daerah diletakkan pada Daerah Tingkat II. |
(2). | Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
|
Bagian Ketiga
Tugas Pembantuan Pasal 12
(1). | Dengan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan. |
(2). | Dengan Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan. |
(3). | Pemberian urusan tugas pembantuan yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, disertai dengan pembiayaannya. |
|
Bagian Keempat
Pemerintah Daerah Pasal 13
(1). | Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(2). | Dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan DInas - Dinas Daerah.. |
|
Bagian Kelima
Kepala Daerah Paragrap 1
Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 14 Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah ialah Warganegara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. | taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa; |
b. | setia dan taat kepada PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945; |
c. | setia dan taat kepada Negara dan Pemerintah; |
d. | tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA dan Undang-Undang Dasar 1945, seperti gerakan G-30-s/PKI dan atau Organisasi terlarang lainnya; |
e. | mempunyai rasa pengabdian terhadap Nusa dan Bangsa; |
f. | mempunyai kepribadian dan kepemimpinan; |
g. | berwibawa; |
h. | jujur; |
i. | cerdas, berkemampuan, dan trampil; |
j. | adil; |
k. | tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan pasti; |
l. | sehat jasmani dan rokhani; |
m. | berumur sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat I dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Kepala Daerah Tingkat II; |
n. | mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan; |
o. | berpengetahuan yang sederajat dengan Perguruan Tinggi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sarjana Muda bagi Kepala Daerah Tingkat I dan berpengetahuan sederajat dengan Akademi atau sekurang-kurangnya berpendidikan yang dapat dipersamakan dengan Sekolah Lanjutan Atas bagi Kepala Daerah Tingkat II. |
|
Pasal 15
(1). | Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah /Pimpinana fraksi- fraksi dengan Menteri Dalam Negeri. |
(2). | Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. |
(3). | Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. |
|
Pasal 16
(1). | Kepala Dearah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Daerah/ Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah. |
(2). | Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya. |
(3). | Tatacara pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan Menteri Dalam Negeri. |
|
Pasal 17
(1). | Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali, untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. |
(2). | Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. |
|
0 komentar:
Posting Komentar