Senin, 25 Juli 2011

ekopol dan kondisi sekarang

Bicara tentang upaya penegakan hukum di Indonesia adalah berbicara tentang sesuatu yang utopis. Apakah pengertian utopis itu?

Secara etimologi, lawan kata dari utopis adalah realis. Maka dari sini kita bisa mendefinisikan utopis secara etimologi, yakni sifat yang melukiskan sebuah keadaan yang tidak berlandaskan kenyataan atau keadaan yang sesungguhnya. Atau sederhananya utopis adalah sesuatu yang mengawang-awang, tidak nyata. Demikianlah jika kita berbicara tentang penegakan hukum di negeri ini.

Penegakan hukum di negeri ini menjadi utopis, terutama, karena pada praktiknya ia tidak berjalan secara mandiri, tetapi telah tercemari kepentingan dan campur tangan pihak-pihak yang merasa memiliki kuasa.

Hukum telah dicemari urusan politik. Hukum telah dikotori pembedaan pribadi, pangkat, dan golongan. Prinsip hukum equality before the law menjadi tak bermakna lagi. Sementara pemimpin negeri ini seringkali mengungkapkan bahwa hukum adalah panglima.

Anda tentu masih ingat dengan kasus Susno Duadji, sang ‘whistleblower’ yang malah didakwa mencemarkan nama baik oleh institusinya sendiri, Polri, yang notabene merupakan alat utama penegakan hukum.

Secara berturut-turut hampir setiap hari media massa memberitakan perkembangan kasus Susno. Ketika itu, negeri ini mirip dalam keadaan ‘darurat perang’ karena segalanya harus dilakukan sekarang, hari ini juga, detik ini juga. Pembentukan Tim 8 adalah indikasinya.

Bahkan, seorang praktisi hukum senior menganggap kasus Susno merupakan titik balik yang bisa membawa negeri ini maju selangkah dalam penegakan hukum, atau malah mundur jauh ke belakang, ke titik nadir paling buram. Namun nyatanya, hiruk-pikuk itu kemudian reda dengan sendirinya, menyisakan tanya yang masih menggantung di mana-mana.

Mari berpikir positif saja, bahwa kasus Susno bukanlah dagelan politik para elit. Semoga Susno memang bukan sengaja “disimpan” berkaitan dengan suksesi Kapolri yang lalu. Bukan pula karena seorang Susno amat berbahaya bagi jajaran pimpinan KPK sekarang yang dituding tebang pilih dalam pemberantasan korupsi, bukan juga karena ia adalah mantan Kabareskrim Polri yang terkait kasus mega skandal Century.

Masih juga segar dalam ingatan betapa ramainya negeri ini saat seorang pegawai golongan III-A (bukan pejabat yang punya eselonering), Gayus Tambunan (GT) Direktorat Jendral Pajak memiliki simpanan kekayaan yang fantastis, Rp 25 miliar. Dengan penghasilan 12 juta rupiah per bulan, paling tidak GT membutuhkan waktu 2.084 bulan (sekitar 174 tahun) untuk mengumpulkan uang sebayak itu.

Kasus GT pun menguap, dan kini publik diramaikan oleh dua nama: Nunun Nurbaeti dan Muhammad Nazaruddin. Nama pertama kabur karena kasus dugaan suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sedangkan nama yang kedua kabur ke Singapura terkait kasus dugaan korupsi di tubuh Kemenegpora.

Debat pun ramai. Ada yang menyoal pencabutan paspor Nunun. Ada pula yang mengkritisi tentang KPK yang selalu kecolongan. Contoh, dicekal hari Senin, namun yang dicekal sudah kabur duluan dua hari sebelumnya. Terkait Nazaruddin, kritik yang paling pedas adalah adanya anggapan kalau KPK sebenarnya enggan menanggung risiko politik besar, mengingat yang bersangkutan adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.

Pemimpin redaksi Koran Tempo, Gendur Sudarsono, dalam acara talkshow sebuah stasiun TV berita, mengemukakan bahwa terhadap masalah pelarian para tersangka atau orang yang terkait dengan kasus hukum ke luar negeri hanyalah tentang kemauan politis para penentu kebijakan di negeri ini untuk berani bertindak sesuai prosedur yang ada dan demi kebenaran serta keadilan semata. “Hentikan dagelan ini. Masyarakat sudah pintar dan bosan dengan ‘tontonan’ ini,” ujarnya geram.

Begitulah jika politik yang menjadi panglima. Ia akan melibas kemana-mana. Melebur dan memberi warna sesukanya, tentu saja dengan warna politik di mana tidak ada satu pun warna yang asli. Ia bisa saja hitam, tetapi khasnya adalah abu-abu. Tidak pula ada kebenaran, kawan, atau lawan. Yang abadi dalam politik hanyalah kepentingan.

Jika sudah demikian, janganlah berharap hal yang utopis itu menjadi realis di Indonesia. Tanpa ada gebrakan serupa revolusi di bidang hukum dan politik, selamanya negeri ini akan menjadi negeri utopia, di mana gembar-gembor keberhasilan pemerintah tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya. Padahal, ada keterkaitan yang jelas antara penegakan hukum yang bersih dengan tingkat investasi (yang juga berarti meningkatnya kesejahteraan rakyat).

“Penegakan hukum akan berpengaruh dalam pertumbuhan suatu negara,” demikian ujar mantan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, seperti dikutip dari indonesiatoday.in.

Sudah saatnya negeri ini terbangun dari tidur panjang penegakan hukum dan praktik politik beking-membekingi. Revolusi itu bisa dimulai dengan adanya pemisahan yang tegas antara politik dan hukum. Biarkanlah keduanya berjalan pada jalurnya masing-masing.


Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-economy/2185885-habis-susno-gayus-terbitlah-nunun/#ixzz1T82zoi6Q

Rabu, 20 Juli 2011

Kebuntuan Komunikasi Politik Pemerintah

Setiap lembaga atau organ bisa memiliki gejala psikologis sebagaimana yang terjadi pada persona, kita bisa menilai kelembagaan atau kepemimpinan dengan terminologi yang sebanding dengan gejala kepribadian tersebut, hal ini terjadi karena kelembagaan atau organ merupakan perpanjangan dari ekspersi dan kepentingan pribadi-pribadi yang membentuknya serta interaksi dengan lingkungan yang mengitarinya. Tentu ada batasan-batasan yang membuat ciri-ciri psikologis individu tak seluruhnya bisa diterapkan dalam terminologi kelembagaan tadi, tetapi setidaknya secara umum bisa menjadi analogi yang cukup efektif.
Lalu bagaimana kita melukiskan kondisi pemerintahan kita saat ini? Dan lebih penting apa yang bisa kita lakukan agar permasalahan psikologis kepemimpinan dan pemerintahan yang tidak sesuai dengan upaya untuk semakin mamajukan bangsa ini bisa kita eliminir, sematara berbagai potensi yang berguna bisa dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita bisa menggapai cita-cita bangsa, untuk memiliki kemerdekaan, kemakmuran dan kebahagiaan untuk sebesar besarnya keluarga bangsa ini tercapai dengan upaya yang terarah dan dalam waktu yang telah kita sepakati bersama.
Tanpa menilai baik atau buruk kita ingin mendapatkan hasil diagnosa yang baik untuk menyimpulkan kondisi psikologis atau hambatan psikologis yang dihadapi kepemimpinan politik bangsa ini, sehingga kesimpulan yang kita ambil serta rekomendasi yang diajukan merupakan sebuah catatan yang netral, untuk tidak menimbulkan kerancuan akibat ketersinggunggan atau saling menyalahkan, tetapi dengan diagnosa tadi setidaknya kita memiliki gambaran dan rekomendasi untuk melakukan koreksi sepanjang dipandang perlu, sekaligus mendorong penguatan posistif yang telah ada.
Salah satu gejala yang dapat ditangkap dari kepemimpinan pemerintah saat ini adalah timbulnya masalah komunikasi politik yang buruk, yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam beberapa kasus pemerintah dan juga elit politik tak mampu menangkap apa yang menjadi opini dan preferensi publik terhadap negara. Bahkan banyak pihak menilai bahwa kondisi ini telah sampai pada fenomena kebuntuan komunikasi politik. Kebuntuan komunikasi tersebut bukan hanya terjadi antara pemimpin dengan rakyat, tetapi juga di internal penyelenggara negara sendiri. Misalnya bagaimana perintah dan arahan presiden seringkali menjadi berbeda dalam kenyataan di lapangan dan langkah yang diambil aparatus pemerintah di tingkat pelaksana.
Contoh mutakhir adalah apa yang disampaikan presiden Sby di Kupang pasca penyerbuan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Dengan jelas Presiden menyebutkan bahwa organisasi massa (ormas) anarkis perlu dibubarkan. Kita menangkap saat itu bahwa yang dimaksud dengan ormas anarkis adalah lembaga atau organisasi massa yang berada di belakang aksi-aksi anarkis selama ini. Banyak pihak berasumsi bahwa yang dimaksud organisasi anarkis adalah sebuah organisasi yang mengatasnamakan agama yang telah sering melakukan tindakan anarkis. Konotasi yang dimaksud dalam pernyataan presiden tadi sangat jelas dipahami oleh publik arahnya, bahkan FPI sendiri bereaksi atas pernyataan presiden tadi, sehingga tak ada tafsir lain seharusnya dari pernyataan presiden tadi.
Namun dua minggu pasca pernyataan presiden di NTT tersebut publik dibuat bingung dengan pernyataan dan langkah para pembantu presiden yang malah memutar balikan makna yang sudah jelas, misalnya pernyataan Menteri Agama yang malah lebih menyoroti keberadaan Ahmadiyah dibandingkan dengan apa yang dimaksud presiden dan kemudian diapresiasi oleh publik. Apakah apa yang dilakukan sang menteri telah disampaikan atau dikonsultasikan dengan presiden, atau memang apa yang dilakukan Menag itu yang dimaksud oleh presiden. Jika apa yang disampaikan Menag adalah penjabaran dari pernyataan presiden, maka kita bisa menyimpulkan bahwa presien memang bermasalah dengan kosa kata yang dipilihnya dalam membuat pernyataan, tetapi jika apa yang disampaikan Menag adalah bagian dari otonomi kelembagaanya, maka kita menilai bahwa kabinet Sby adalah kabinet infalid, di mana perintah dari atas tak dapat dieskekusi dengan baik oleh perangkat di bawahnya.
Demikian juga kita bisa menyaksikan apa yang dipertontonkan oleh Menetari Dalam Negeri Gamawan Fauzi, yang menyampaikan kepada publik soal pertemuanya dengan FPI, apakah apa yang dilakukan Mendagri merupakan bagian dari langkah kongkrit atas pernyataan Sby di Kupang atau dalam kerangka lain, jika dalam kerangka apa yang diucapkan Sby, maka kerancuan pikir dan sikap di internal kabinet Sby semakin meperlihatkan centang perentang yang sangat mengkhawatirkan untuk dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Pertanyaan lain juga bisa kita ajukan dalam kapasitas apa FPI diajak berdialog oleh mendagri, serta banyak pertanyaan lain yang tak kalah membuat kita sangat dibingungkan dengan pola komunikasi pemerintahan Sby ini.
Ada sebuah gejala psikologis anak yang mirip dalam beberapa hal dengan kondisi yang demikian yakni gejala autisme, di mana penderita gejala ini akan mengalami disfungsi komunikasi dengan orang dan lingkungan di sekitarnya. Penderita autis akan asik dengan dirinya sendiri, tanpa mampu melakukan komunikasi dengan baik. Pertanyaan kita apakah pola komunikasi pemerintahan saat sudah sedemikian rupa parahnya sehingga mengalami gejala yang mirip dengan autisme, di mana apa yang disampaikan dan dirasakan oleh publik tak dapat direspon dengan baik oleh pemerintah, sementara sistim komunikasi dan kordinasi internal pemerintah sendiri mengalami distorsi sedemikian rupa sehingga sulit untuk bereaksi dengan tepat atas semua masukan dan fenomena yang dihadapi.
Tentu saja menganalisa pola komuniakis politik dan kepemimpinan pemerintahan tak sesederhana kita mendiagnosa sebuah gejala psikologis personal, akan banyak variabel dan faktor lain yang perlu dipertimbangkan sebelum kita membuat kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan. Misalnya saja kita tak bisa menyimpulkan begitu saja gejala buruknya komunikasi antara presiden dengan menterinya ketika kita tahu bahwa sebagian besar meteri merupakan perwakilan kader dari partai-partai koalisi pendukung Sby. Ada pandangan dan kepentingan yang bisa berbeda antara presiden dengan para pembantunya yang kemudian bisa memengaruhi pola komunikasi dan kebijakan yang diambil ti tingkat eksekutor.
Di tingkat parlemen sendiri, kita mendapati bahwa tidak dapat kita mengatakan bahwa koalisi partai pendukung presiden adalah homogen dengan pandanga, sikap dan kepentingan politik yang sama, bahkan beberapa di antaranya secara ideologis sangat berbeda dengan partai pendukung utama pemerintah sendiri. Konstelasi dan kepentingan politik di parlemen bisa saja kemudian menjadi tarik ulur yang tidak mudah disampaikan dan diakses publik yang bisa membebani langkah dan kebijakan yang diambil presiden sendiri. Politik dagang sapi telah lama kita saksikan dalam konstelasi politik parlemen ini yang menggejala sejak awal reformasi. Jika hal ini yang sebenarnya terjadi maka kita juga tak bisa begitu saja menyimpulkan bahwa buruknya komunikasi politik presiden karena adanya gejala autisme politik kepemimpinanya.
Tetapi jika kita coba mengerucutkan pada wilayah yang seharusnya bisa menjadi kendali langsung presiden terhadap bawahanya, yakni lembaga yang langsung berada di bawah presiden tanpa harus ribet memperhatikan tarik ulur dengan pihak lain, misalnya kepolisian dan kejaksaan, sebagai penegak hukum, maka kita juga sulit melihat adanya kepemimpinan dan kebijakan yang kuat dari presiden untuk melaksanakan apa yang dikehendaki presiden, seperti pernyataannya yang akan berdiri di garus depan dalam pemberantasan korupsi, sampai saat ini kita tidak melihat kuatnya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi dalam pelaksanaanya. Apa yang disuguhkan malah semakin menjauhkan kita dari kesimpulan tentang kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Bagaimana perjalanan kasus Century, kasus Lapindo, dan sekarang mafia pajak dan hukum, semakin membuat kita sulit untuk mayakini bahwa pernyataan presiden memang menjadi kebijakan yang kuat di dalam pelaksanaanya. Karena dengan kewenangan yang penuh atas lembaga-lembaga yang langsung beraada sibawah kendalinya dan kuatnya dukungan publik untuk membersihak birokrasi dan pemberantasan korupsi, pemerintah tetap tidak mampu untuk sekadar membuktikan pernyataan sendiri. Sehingga kesimpulan bahwa kendala komunbikasi politik dan kebijakan pemerintah yang tidak mampu melakukan apa yang diucapkanya, bukan karena faktor eksternal semata, tetapi di tingkat internal memang bermasalah.
Pertanyaan-pertanyaan yang menyertai uraian tentang buruknya komunikasi internal dan eksternal kepemimpinan politik presiden Sby semakin banyak yang tidak terjawab, setidaknya beberapa praduga menjadi titik masuk bisa digunakan untuk menjawab pertanyaaan-pertanyaan itu; dianataranya bahwa pertama, Di dalam internal kepemimpinan presiden Sby sendiri memiliki hambatan serius dalam berkomunikasi dengan pihak-pihak yang relevan sehingga kebuntuan komunikasi menjadi konsekwensi atas masalah tersebut.
Kedua konstelasi politik terutama di internal pembantu dan koalisi pemerintahan Sby sedemikian rupa kompleksnya sehingga pemerintah tersandera oleh konstelasi politik tadi, yang seharusnya disampaikan kapada publik agar publik dapat memahami permasalahany dan mampu memosisikan diri untuk mengantisipasi akibat buruknya komunikasi tadi. Ketiga kita bisa menduga adanya agenda lain yang sedang digagas atau dilakukan pemerintah atau pihak tertentu, yang menggunakan buruknya komunikasi kepemimpinan politik pemerintah untuk agenda yang masih tersembunyi.
Namun apapun yang saat ini terjadi dibalik kebuntukan dan buruknya komuniaki kepemimpinan politk pemerintahan Sby, publik tak bisa menunggu, sehingga keadaan semakin menjadi buruk, harus ada upaya untuk menjembatani dan menanggulangi akibat buruk dari cara kepemimpinan seperti ini, untuk mengurangi tingkat kerusakan yang akan tersu terjadi seiring dengan semakin memburuknya keadaan. Presiden Sby sendiri yang paling berkompeten untuk menjawab semua ini, sesuai dengan mandat besar yang diberikan rakyat melalui pemilu, untuk memimpin Indonesia menghadapi permasalahan yang dihadapi bangsa ini, saat ini dan ke depan.

Rabu, 13 Juli 2011

KONTROVERSI SERAT DARMO GANDHUL

Masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa. Salah satunya terekam dalam Serat Darmo Gandhul yang kontroversial itu. Dalam serat yang aslinya berbahasa Jawa Kuno itu dipaparkan perjalanan beberapa wali, juga hambatan dan benturan dengan budaya dan kepercayaan lokal
Penulis serat ini tak menunjukkan jati diri aslinya. Ada yang menafsirkan, pengarangnya adalah Ronggo Warsito. Ia pakai nama samaran Ki Kalam Wadi, yang berarti rahasia atau kabar yang dirahasiakan. Ditulis dalam bentuk prosa dengan pengkisahan yang menarik. Isi Darmo Gandhul tentu saja mengagetkan kita yang selama ini mengira bahwa masuknya agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai tanpa muncratan darah, terpenggalnya kepala dan tetesan air mata. Kaburnya para pemeluk Hindu dan Budha ke berbagai wilayah, misalnya ke Pulau Bali, ke kawasan pegunungan dan hutan rimba, adalah salah satu pertanda bahwa mereka menghindari tindakan pembantaian massal oleh sekelompok orang yang ingin menggulingkan kekuasaan berkedokkan agama.
Terkait dengan kisah Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ini adalah versi yang tidak lengkap, bersumber dari Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Anda bisa baca dan menilai sendiri. Hanya agar lebih enak untuk dibaca, Posmo menyuntingnya disana-sini. Yang perlu dicatat, pembaca sendiri harus kritis menyikapi isi cerita yang mungin amat tendensius ini.
Serat Darmo Gandhul pernah diterbitkan oleh Dahara Prize – Semarang berukuran 15 cm x 15 cm. Berikut ini adalah tulisan tentang Serat Darmo Gandhul yang dimuat berseri di Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Isi dari serat ini rasanya masih relevan dikaitkan dengan zaman sekarang, dimana mulai bermunculan kelompok fundamentalis Islam, terorisme yang mengatas namakan agama, dan juga kelompok-kelompok yang bermimpi untuk mendirikan kekhalifahan Islam di negeri ini, dan juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Tokoh terkait:
- Darmo Gandhul – murid Ki Kalam Wadi
- Ki Kalam Wadi – penulis serat
- Raden Budi – guru Ki Kalam Wadi
- Prabu Brawijaya – Raja Majalengka (Majapahit)
- Putri Campa (Dwarawati? Dara Petak?) – permaisuri Prabu Brawijaya
- Sayid Rahmad – kemenakan Putri Campa (Sunan Ampel)
- Sayid Kramat – Sunang Bonang
- Raden Patah (Babah) – putra Prabu Brawijaya/Adipati Demak/Senapati Jimbuningrat/
Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak/Sultan Adi Surya Alam di Bintoro.
- Raden Kusen (Raden Husen/Raden Arya Pecattanda) – saudara kandung Raden Patah (lain ayah)
- Ki Bandar – sahabat Sunan Bonang
- Bandung Bondowoso
- Nyai Plencing – dedemit
- Buta Locaya – raja dedemit (mantan Patih Sri Jayabaya)
- Ni Mas Ratu Pagedongan (Ni Mas Ratu Angin-Angin)
- Kyai Tunggul Wulung
- Kyai Patih
- Syech Siti Jenar
- Tumenggung Kertosono
- Sunan Giri
- Arya Damar – Bupati Palembang
- Patih Mangkurat
- Setyasena – komandan pasukan Cina Islam
- Bupati Pati
- Adipati Pengging
- Adipati Pranaraga
- Sabdo Palon
- Naya Genggong
Sunan kali jogo kemudian mengucapkan sahadat: ashadualla illa hailallah wa ashadu anna muhamadarosulullah .yang artinya : tiada tuhan melainkan allah dan muhammat adalah rosul Allah , kemudian sunan kali jogo menjelaskan arti dari kalimat itu kepada parabu browijoyo terakhir : “Orang yang menyembah kepada arah dan tidak tau wujut itu sama artinya dengan kapir , selain itu orang yang menyembah pada puji yang ber sifat wujut di alam itu namanya menyembah berhala , makanya orng itu harus mengetahui lahir dan batinnya , makanya orng berucap harus tau apa yang di ucapkan .
Kemudian apa arti Nabi Muhamat rosullah : Muhamat itu adalah keadaan kubur , jadi badan manusia itu semuanya adalah keadaan kubur dari roso pangroso , atau sama artinya kita memuji badan kita sendiri bukannya memuji Nabi Mohamay di arab , raga manusia itu adalah wakil Allah / bayangan Allah yang ber wujut roso pangroso , rosul artinya Roso kang nusuli / rasa yang terlahir , rasa yaitu makanan yang berada di lisan .
Nusuli yaitu naik ke surga , Lullah yaitu artinya luluh jadi Lumpur , kemudian di sebut rosullullah yaitu rasa yang tidak baik ber bau salah , kemudian di jadikan satu Muhamad rosululloh artinya yaitu 1.merasakan badan 2.merasakan makanan , sudah jamaknya manusia itu mengagung agungkan rasa dan makanan makanya di sebut Muhamat Rosulullah .
Sebab dari itu kenapa apabila kita sembahyang mengucapkan “usolli” itu artinya melihat asal muasal dari diri kita sediri yang berasal dari roh idlofi / roh suci / rohnya Muhammad Rosul . artinya rosul itu rasa . yaitu kularnya rasa kehidupan yang keluar dari anggota badan yang terbuka karena ashaduala , apa bila tidak mengerti artinya sahadat maka tidak tau rukun islam dan tidak akan tahu porwaning dumadi / awal mula kejadian”. Demikian penuturan sunan kali jogo panjang lebar sehingga sang Prabu Browijoyo pamungkas mau masuk islam .
Kemudian parabu Browijaoyo minta di cukur raambutnya oleh sunan kali jogo akan tetapi rambutnya tidak mempan di potong , makanya sunan kali jogo kemudian matur kepada sang prabu browijoyo supaya masuk islam secara lahir batin karena apabila Cuma
Islam lahirnya saja rambutnya tidak mempan di potong .Kemudian sang prabu Browijoyo berkata bahwa islam nya lahir batin , barulah rambutnya bias di potong .
Setelah memotong rambutnya kemudian prabu Browijoyo menemui abdi kinasih nya Sabdo Palon dan Noyo Genggong dan berkata : “ kamu berdua sekarang aku beri tahu bahwa sejak hari ini aku meninggalkan agama budha dan berganti menjadi agama islam dan menyebut asma Allah yang sejati dan kamu sekalian aku ajak berganti agama Rosul dan meninggalakan agama budha .Sabdopalon berkata dengan sedih “Saya ini ratu dahhyang yang rumekso tanah Jawa , siapapun yang jadi raja menjadi momongan ku semenjak dari leluhur paduka dahulu Sang wiku Manu manusa , Sakutrem dan bambang Sakri turun temurun sampai sekarang saya mengasuh wiji tanah jawa , saya kalo tidur sampai 200 tahun selama saya tidur pasti ada peperangan sodara musuh sodara dan yang nakal pada makan manusia , makan bangsanya sendiri , sampai sekarang usiaku sudah 2000 lebih 3 tahun mengasuh wiji tanah jawa tidak ada yang bersalin agamanya patuh / netepi agama budha , baru paduka yang mau meninggalkan pikukuh / ajaran luhur jawa.
Jawa itu artinya mengetahui , narimo / berserah diri kemudian di sebut jawan .Suka numpang numpang nanti akibatnya menyulitkan kematian paduka besok , Sabda wiku utama di jawab oleh alam yang bergetar Sang Prabu Browijoyo di marahi oleh jawoto karena mau masuk agama rosul yang di tandai oleh di tambahnya 3 jenis mahluk di dunia yaitu 1 . yang bernama rumput jawan 2. padi Rondonunut 3. padi Mriyi.
Sang prabu kemudian bertanya lagi bagai manakah yang menjadi kemantapanmu mau atau tidak meninggalkan agama budha dan berganti agama rasul , menyebut nabi muhamad Rosulullah sebagai panutan para nabi lan menyebut asma Allah pangeran Yang Sejati.
Sabdopalon berkata dengan sendu “ paduka masuk sendiri , saya tidak tega melihat watak yang aniyaya seperti orang – orang Arab. Aniyaya itu artinya suka meng hukum dan lagi suka meng aniyaya raga , apabila saya berganti agama pasti akan menyulitkan kematian saya , yang mengatakan mulya itu kan orang Arab dan orang islam semua yang memuji agamanya sendiri , saya setia kepada agama lama , menyebut Dewo Ingkang Linangkung
Jagad ini adalah raganya dewo yang bersipat budi dan hawa , sudah menjadi jamaknya manusia itu patuh kepada eling dan budi keinginan jadi tiak menyulitkan .Apabila menyebut nabi Muhamad Rosullulloh , artinya Muhamad itu keadaan di kubur yaitu keadaan rasa yang salah hanya mengagungkan rasa badan tempat kotoran , sukanya makan enak tidak tau akibat yang di rasakan nanti . makanya di sebut Muhamad yaitu tempatnya rasa selurauh badan . Roh idlofi itu artinya roh awal / roh asal / roh suci apabila sudah rusak akan kembali ke asalnya kemmudian paduka Sang Prabu Browijoyo mau pulang ke mana . Adam itu menjadi satu dengan hyang Brahim yang artinya kebrahen / tertipu di dalam hidupnya , tidak menemuka rasa yang sejati , tetapi lahirnya rasa wujut badan . di sebut Muhamadun , tempat bersemayamnya rasa jasatnya budi jadi wujut manusia dan rasa. Apabila sudah di ambil oleh yang maha Kuasa Paduka menjadi manusia seutuhnya itu terjadi dengan sendirinya lantaran menahan keburukan , jadi bapak dan ibu tidak membuat , makanya di sebut anak karena (wontenipon wujut piyambak ) / adanya dengan sendirinya terjadinya dari gaib yang samar dari kehendak Lotowalhujwa yang menyelimutu segala wujut , terjadi dengan sendirinya dan rusak dengan sendirinya pula , Apabila telah di ambil yang Maha Kuasa hanya tinggal rasa dan perasaan yang paduka bawa , apabila menjadi Demit penunggu tanah itulah yang nista , hanya menunggui daging yang amis yang telah luluh jadi tanah.Semuanya itu tetap tidak ada gunanya di karenakan hanya kurangnya pengetahuan nya . Dikala hidupnya tidak memakan buah pohon Budhi dan buak pohon pengetahuan
hanya nrimo mati sebagai setan , makan tanah dan mengharap kiriman sesaji di kemudian hari memberi kiamat kepada anak cucu nya . Orang mati tidak terikat oleh peraturan lahiriah sudah pasti sukma berpisah dengan budi apabila tekatnya baik maka akan menerima kemuliaan akan tetapi apa bila tekatnya nyasar maka akan menerima siksanya .
Sekarang coba paduka jawab pertanyaan saya ? “ Aku mau pulang kepada asal , asal nor kembali ke nor” jawab prabu browijoyo.Sabdopalon bertutur lagi “ itulah pengetahuan orang yang bingung dikala hidupnya merugi tidak punya pengetahuan budhi , belum makan buah pengetahuan dan buah dari pohon budhi , berasal dari satu pulang satu itu bukan mati yang utama . Sedangkan mati yang utama adalah satus telung puluh : yang di sebut satus itu putus , telu itu tilas / bekas , puloh itu pulih mawujut lagi , wujutnya rusak tetapi yang rusak hanya yang berasal dari roh idofi saja , hidupnya langgeng akan tetapi raga telah pisah dengan sekma , itulah yang di sebut sahadat tanpa ashadu , berganti dengan roh suci / roh asal , sasi surup / rembulan terbenam pasti dari mana awalnya , yaitu berawal dari semenjak jadi manusia .surup artinya sumurup / mengetahi awal tengah sampai akhir , teguhlah jangan sampe goyah dari pusatnya membawa sir cipta awal “.Sang prabu berkata “ cipta saya akan ikut / nempel kepada orang linuwih “
Sabdopalon menjawab “ itu adalah orng yang kesasar seperti benalu yang menempel pada pepohonan yang besar tidak mandiri kemuliaannya hanya dari pemberian orang lain , itu bukan mati yang utama itu adalah matinya orang nista sukanya numpang – numpang tidak mandiri apabila telah di uasir kemudian nglambarang / pergi tanpa tujuan jadi berkasaan dan kemudian menempel kepada yang laen “.
Sang prabu berkata lagi : “ aku berasal dari kosong dan akan kembali kepada kosong , seperti sebelum aku terlahir belum ada apa – apa jadi matiku nanti akan seperti itu”.
Sabdopalon menjawab : “Itu adalah orang yang mati karena bunuh diri , tidak percaya ilmu ketika hidupnya seperti binatang , hanya makan , minum dan tidur , yang demikian itu hanya akan gemuk kebanyakan daging jadi bisa dikatakan hanya nrimo minum air kencing saja , hilang lah hidupnya di alam kematian “ .
Sang prabu berkata : “ aku akan menunggui makam apa bila telah luluh jadi debu “.
Sabdopalon mhnjawab:”itulah matinya orng bodoh matinya jadi setan kuburan , menunggui daging yang telah luluh jadi tanah , tidak tahu apabila biasa berganti roh idofi baru . jangankan itu non saja belum tentu tau”.
Sang prabu berkata : “ aku akan Mokso sampai dengan ragaku “
Sabdopalon menjawab: “ apa bila orang yang ber agama rosul dapat di pastikan tidak akan bisa mokso , tidak akan kuwat menelan raganya karena gemuk kebanyakn daging , orang yang mati mokso itu celaka , karena mati tetapi tidak meninggalkan jasad , itu namanya tidak sahadat tidak hidup dan tidak mati , tidak akan bisa kembali menjadi roh idofi baru dan hanya akan menjadi gunungan demit saja “.


Sang prabu berkata : “Aku tidak ingin apa – apa , tidak ber ihtiar menolak atau memilih , hanya terserah yang maha kuasa saja “.
Sabdopalon menjawab :”Paduka meninggalkan sifat , tidak merasa apa bila tercipta mempunyai suatu kelebihan , meninggalkan kewajiban sebagai manusia , manusia itu berhak menolak dan memilih , apabila sudah pasrah menjadi batu apa perlunya mencari ilmu kamulyaning pati “.
Sang prabu berkata : “ ciptaku akan pulang ke ahirat naik sorga menghadap Hyang Maha Kuasa”.
Sabdopalon menjawab:”Aherat , suwargo sudah paduka bawa ke mana – mana , jagatnya manusia itu sudah lengkap alam sahir dan kabir , ketika semenjak berujut adam sudah lengkap ahirat , suwargo , neroko , arsy , kursy kemudian Paduka mau pergi ke ahirat mana , nanti kalo kesasar looo.., padaha yang namanya ahirat itu artinya mlarat , di manapun ada aherat , kalo bisa malah saya hindari , jangan sampai saya pulang kepada kemlaratan naik ke ahirat adil negari , apa bila salah dalam menjawab pasti di hukum , di ikat dan di paksa untuk bekerja berat dan lagi tidak di upah . Masuk aherat Nusa Srenggi
Nuso artinya manuso sreng artinya pekerjaan yang berat sekali enggi artinya pekerjaan , jadi atrinya manusia dipaksa bekerja kepada ratu nuso srenggi , apa tidak ciloko manusia hidup di dunia seperti itu tadi , seluruh keluarganya hanya makan beras sejimpit , tanpa ikan , sambal maupun sayur,itu adalah ahirat yang kelihatan di toto lahir, apabila ahiratnya orang mati melebihi itu , paduka jangan sampae pulang ke aherat , jangan sampae naik ke sorga , nanti kalo kesasar, banyak rojo koyo yang berada di situ, semua Cuma nrimo berselimutkan tanah , hidupnya bekerja dengan pak saan , tidak salah di cambuk, paduka jangan sampe menghadap gosti Allah , karena gosti Allah itu tidak ber warna dan tidak ber rupa , wujutnya hanya Asmo yang meliputi dunia dan aherat , paduka belum kenal , kenalnya hanya kenal seperti cahaya lintang dan rembulan , bertemunya cahaya bersinar menjadi satu , tidak pisah dan tidak menjadi satu , jauhnya tidak terkira , dekat tapi tidak bersinggungan , saya saja tidak bisa dekat apalagi paduka , Kanjeng Nabi Musa saja tidak kuat melihat cahayanya , maka Allah tidak kelihatan , hanya Dzatnya yang meliputi seluruh wujut , paduka wiji rohani bukan dari golongan malekat , manusia raganya berasal dari nutfah , menghadap Hyang Lotowalhujwa , apabila tempatnya sudah tua minta yang baru jadi tidak bolak balek , yang di sebut mati dan hidup, yang hidup napasnya masih berjalan , artinya hidup yang langgeng tidak berubah dan tidak menjadi tua , yang mati hanya raganya , tidak merasakan kenikmatan , makanya bagi orang yang ber agama budha , apabila jasatnya sudah tua , sukmanya keluar minta ganti jasat yang bagus.
Prabu Browijoyo tidak lah muda dan tidaklah tua , tetapi langgeng ditengah tengah jagat paduka , berjalan tidak bergerak dari tempatnya , berada di dalam gua sir cipta yang hening . Bawalah bawaanmu , membawa dan memakan raga , asksara telah leyab , hitungan jumlahnya telah terkumpul , melesat dengan utuh . Melihat jantung katub kiri , surut karena sir cipta , bertujuan di cetho cethik cethak (lidah menempel di atas langit – langit) itulah puncak dari pengetahuan , pengetahuannya orang budha , masuk nya roh berjalan melalui cethak , berhenti lagi di cethik , keluar di kalamwadi , gila lautan rahmat kemudian masuk di guwa garba / rahim perempuan , jatuhnya kenikmatan berada di dasarnya bumi rahmat , disitulah budi membuat istana baitullah yang mulia , kejadiannya dari sabda Kun , jadi berada di tengah – tengahnya jagat sorganya ibu , oleh sebab itulah manusia keblatnya derada di tengahnya jagad , jagadnya manusia itu Gua Sir Cipta namanya , di bawa ke mana – mana tidak berubah , umurnya sudah di tentukan , tidak bisa diajukan dan di undurkan , sudah tertulis di dalam lauhful mahfudz , bejo dan celakanya tergantung dari budi nalar dan pengetahuannya , yang kurang dalam ihtiarnya maka bekuranglah bejo / keberuntungannya , inilah asal muasal dari keblat papat / 4 penjuru mata angin yaitu : wetan , kilen , kidul , ler / timur , barat , selatan , utara .Artinya Wetan :yaitu wiwitan manusia maujut , artinya Kilen / kulon : orang tuwa kita kelon / kelonan / berhubungan intim , artinya Kidul : seorang istri di dudul / di masuki organ intimnya , kemudian artinya Lor : lahir / lahirlah jabang bayi , tanggal sepisan kapurnaman , Por itu artinya : jumbuh , Na itu artinya : ana / ada , Ma artinya : maujut /madep dating ujut / berujut , Jumbuh itu artinya pepak / lengkap , serba ada melingkupi alam sahir dan kabir . Tanggal sepisan /awal waktu manusia terlahir dari seorang ibu bersamaan dengan kakang mbarep adi ragil , Kakang Mbarep Itu kawah / air ketuban , Adi Ragil itu ari – ari , saudara yang terlahir bersamaan tanggal gaib nya , menjaga hidup dan kesadarannya , penjelmaan cahaya , ber ujud cahaya , pintu semua eling / kesadaran , siang dan malam janganlah takut dengan semua kejadian , ingatlah semuanya , terbit dan tengelamnya jangan sampai samar / ragu , dulu sekarang dan besok inilah pengetahuan orang Jawi yang ber agama budha .


Raga itu di ibaratkan kapal , sedangkan sukma adalah nahkodanya sebagai penunjuk arah , apabila kapal berjalan ke arah yang salah karena sang nahkoda maka akan menemui celaka , kapal akan pecah , orangnya rebah . Oleh karena itu harus mapan / teratur dan
terarah selagi kapal masih berjalan , apabila tidak mapan hidupnya , konon lagi matinya pasti juga tidak akan bisa mapan netepi sebagai titah manusia , apabila kapalnya pecah maka pisah dengan nahkodanya , artinya sukma berpisah dengan budi ,itulah yang di sebut sahadat , yaitu pisahnya kawulo dan gosti , Sah artinya pisah , Dat artinya dzatnya Gosti , apabila telah pisah antara raga dan sokma Budinya berganti baittullah , napas tali memuji kepada gosti , apabila telah terpisah raga , sukma dan budi , dalam keadaan mertitis / berangan angan yang tidak – tidak maka matinya akan salah selamanya , ini harus lah sangat berhati hati , ingatlah kepada asal dari kawulo , kawulo / seorang hamba juga wajib dan wenang matur dateng Gosti , meminta baitullah yang baru melebihi dari yang lama , raga dari manusia inilah yang disebut baitullah atau perahu buatan Allah , kejadiannya dari sabda Kun , apabila bitullah nya orang Jawi bisa manitis kepada baitullah lagi yang lebih bagus , sedangkan orang islam baitullah nya tinggal pangroso sedangkan kapalnya telah remuk .Apabila sukma itu mati alam dunia ini nati akan suwong / kosong , tidak ada manusia dan apabila manusia itu terus hidup maka dunia ini akan penuh sesak dengan manusia , berjalannya dari urutan yang tua kemudian yang muda demikian sampai ke pada roh lapisan / roh awal / roh sejati , walaupun sukmanya manusia apabila tekatnya nasar / tidak benar maka akan menjelma menjadi kuwuk / demit
, dan walaupun sukmanya hewan bisa juga menjalma jadi manusia , ( sesuai kehendak dan keadilan yang maha kuasa manusia itu ngunduh wohing pakarti / menuai sesuai apa yang di tanamnya . Ketika batara Wisnu memerintah di kerajaan Medang Kasapto , hewan hewan serta lelembut di cipta menjadi manusia menjadi bala tentaranya , Oleh sebab itu ketika eyang Paduka menjadi raja di kerajaan Gajah Oya bau badan dari orang satu dan yang lainnya berbeda beda sesuai dengan dahulunya ketika masih menjadi hewan .Serat tapak Hyang atau yang sering di sebut Sastrojendro Hayuningrat , terjadi karena darisabda kun , yang di namakan Jithok / punuk / buhul artinya puji thok / pujian saja , dewa yang membuat cahya menyelimuti seluruh badan , artinya incengen aneng cengelmu atau lihatlah pada dirimu sendiri.

SERAT DEWARUCI



Cerita Dewa Ruci diduga -menurut Prof. Dr. RM. Ng Purbotjaroko dan Dr.
Stutterheim- ditulis kira-kira pada masa peralihan agama, atau pada awal tersebarnya Islam di Tanah Jawa. Cerita aslinya, yang dianggap Babon-nya, dinisbahkan kepada Mpu Ciwamurti. Tetapi naskah-naskah kemudian dihubungkan kepada Ajisaka, yang konon menjadi murid Maulana Ngusman Ngali, seorang penyebar agama Islam. Pada tangan Sunan Bonang, Serat Dewa Ruci yang asli itu diterjemahkan dari Bahasa Kawi ke dalam bahasa Jawa Modern. Terjemahan ini tersimpan di perpustakaan pribadi R.Ng.Ronggowarsito.
Orang hanya dapat memahami Dewa Ruci bila ia memiliki latar belakang ilmu tasawuf, dengan merujuk paling tidak pada karya-karya Al-Ghazali dan Ibn Arabi. Walaupun Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko mengatakan bahwa nilai sastra dewa Ruci itu tidak besar dan nilainya sebagai buku tasawuf juga tidak begitu penting, bagi kebanyakan orang Jawa, terutama
“angkatan tua”, ia dianggap sebagai sumber pokok ajaran Kejawen, sebagai rujukan untuk “ilmu kasampurnan” .
Dalam Cerita Dewa Ruci, sebenarnya tasawuf disampaikan dengan menggunakan “bahasa” orang Jawa. Secara hermeneutik, jika kita membaca Cerita Dewa Ruci dengan Vorverstandnis (preunderstanding) sastra modern, kita akan mengatakannya seperti Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko.Tetapi bila preunderstanding kita itu dilandasi pada literatur sufi,
kita akan melihatnya sangat sufistik.Sudah lazim dalam literatur sufi, para sufi mengajar lewat ceritra. Cerita itu diambil dari khazanah budaya bangsa yang dihadapi para sufi itu.
Lihatlah, bagaimana Sa’di, Rumi, dan Hafez mengambil banyak cerita dari khazanah Persia untuk mengajarkan tasawuf.
R. Ng. Ronggowarsito, yang sempat mengakses Dewa Ruci itu di perpustakaannya, sering merujuk kepadanya dan sangat terpengaruh olehnya pada karya-karya sufistiknya.Sebagai misal, dalam Suluk Suksma Lelana, dikisahkan seorang santri yang bernama Suksma Lelana.Ia melakukan perjalanan panjang untuk mencari ilmu sangkan paran kepada seorang guru kebatinan yang bernama Syekh Iman Suci di arga (bukit) Sinai.Ia mengalami berbagai cobaan. Ia berhadapan dengan putri Raja Kajiman bernama Dewi Sufiyah, dengan dua orang pembantunya: Ardaruntik dan Drembabhukti.
Menurut Dr Simuh, ketiga makhluk ini melambangkan tiga macam nafsu:
Sufiyah, Amarah, dan Lawwamah. Para penafsir Dewa Ruci juga menyebut gua di Candramuka dengan dua raksasa di sana sebagai tiga macam nafsu. Ada juga yang menyebut Bhima dengan empat saudaranya (saderek gangsal manunggil bayu), sebagai perjuangan diri kita melawan empat nafsu – Lawwamah, Amarah, Sufiyah, dan Mutmainnah.
Kisah pencarian air kehidupan bukan hanya ada di Jawa.
Kisah ini bahkan bisa dilacak sampai setua kebudayaan Mesopotamia, pada bangsa Sumeria.Di kota kuno Uruk bertahta Raja yang sangat perkasa, Gilgamesh.
Ia tidak pernah mengalami kekecewaan kecuali ketika sahabatnya yang sangat dicintainya, Enkidu, meninggal dunia.”Seperti singa betina yang ditinggal mati anak-anak bayinya, sang raja mondar-mandir di dekat ranjang kawannya, meremas-remas rambutnya sendiri, minta anak buahnya membuat patung kawannya dan meraung-meraung dengan keras,” begitu tertulis dalam 12 bilah papan yang dikumpulkan dari fragmen Akkadia, kira-kira 1750 SM.
“Aduhai, biarlah aku tidak mati seperti sahabatku Enkidu. Derita telah merasuki tubuhku. Mati aku takut. Aku akan terus berjalan. Aku tidak akan mundur,” kata Gilgamesh sambil meneruskan perjalanannya mencari tanaman yang akan melepaskannya dari kematian dan mengantarkannya kepada keabadian. Hampir seperti Dewa Ruci, ia menempuh perjalanan yang berat dan berbahaya. Ia berhadapan dengan singa-singa yang buas, yang dapat ia hindari berkat bantuan Dewa Bulan. Ia pergi ke gunung di tempat mentari tenggelam. Kepadanya diperlihatkan kematian. Ia berjumpa dengan manusia kalajengking yang menjaga gua. Seorang di antaranya membukakan pintu gua. Gilgamesh dilemparkan ke dalam kegelapan. Habis gelap terbitlah terang. Ia sampai ke taman yang indah dan di tepi pantai ia berjumpa dengan putri yang misterius, Siduri. Sang putri melarangnya meneruskan perjalanan:
O Gilgamesh, whither do you fare?
The life you seek, you will not find
When the gods created man,
They apportioned death to mankind;
And retained life to themselves
O Gilgamesh, fill your belly,
Make merry, day and night;
Make of each day a festival of joy,
Dance and play, day and night!
Let your raiment be kept clean,
Your head washed, body bathed,
Pay heed to the little one, holding onto your hand,
Let your wife delighted your heart,
For in this is the portion of man
Tetapi Gilgamesh tidak ingin berkutat pada “the portion of man”.Ia ingin mencari jauh di luar itu. Ia ingin abadi.Putri itu mengantarkannya kepada tukang perahu kematian, yang pada
gilirannya mengantarkannya ke lautan kosmis.Di situ ia berjumpa dengan Untuk-napishtim, yang hidup abadi bersama isterinya.Ia diberitahu bahwa tanaman keabadian itu terletak di dasar samudra kosmis.Ia harus memetiknya. Pohonnya berduri yang sangat tajam.Tak pernah orang datang untuk memetik tanaman itu, kembali ke pantai dalam keadaan selamat.Jika durinya mengenai tangan, tangan akan segera terpotong; tetapi bila tangan itu berhasil mencabutnya, ia akan hidup abadi.Singkatnya cerita, Gilgamesh berhasil memetiknya, membawanya ke pantai,
dan -ketika ia beristirahat mandi sejenak- ular mencuri tanaman itu.
Gilgamesh tidak bisa berusia panjang, tetapi ular bisa .
Lalu, lebih kemudian dari kebudayaan Sumeria, adalah kisah kepahlawanan Aleksander yang Agung dari Masedonia.Setelah berbagai penaklukannya yang menakjubkan, ia juga ingin mencari
air kehidupan, yang akan memberikannya keabadian.Aleksander menempuh perjalanan panjang bersama tukang masaknya yang bernama Andreas.Setelah berkelana bertahun-tahun, akhirnya keduanya memutuskan untuk mengambil jalan terpisah.Pada suatu tempat, di tepi sungai, Andreas berhenti untuk makan.Ia membuka bakul makanan, yang di dalamnya sudah disimpan ikan yang sudah dimasak.Tiba-tiba sepercik air mengenai ikan itu. Ikan melompat ke sungai.Andreas mengejar ikan itu dan akhirnya kecebur dalam air keabadian.
Filosofi Dewa Ruci
Kiranya perlu dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan antara kawula (manusia)dan Gusti (Pencipta) (manunggaling kawula Gusti )/ pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total.
Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Sang Pencipta, yang mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur. beberapa laku harus dipraktekkan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap.Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua orang serta melalui kebersihan hati dan tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu hayuning bawono. Kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami dan mencari makna dan hakekat hidup yang mengandung nilai-nilai spiritual yang tinggi.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi dan tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan sebagainya. Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu medoakan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun ,tiga tahun, dan seribu harinya setelah seseorang meninggal ( tahlilan ). Dan tindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang.
Perkembangan budaya jawa yang mulai tergilas oleh perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang jawa dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir bagaimana bisa membuktikan hal gaib secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode tanpa mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu kehilangan unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian.
Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu adalah simbol dari hakikat kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga) yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke empatnya dipercaya akan memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun dengan adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu tidak lagi menjadi syarat pembangunan rumah.Dengan analisa tersebut dapat diperkirakan bagaimana nantinya faham simbolisme akan bergeser dari budaya jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh kehidupan manusia tapi kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai kapanpun simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya cakra panggilingan.
Orang Jawa menganggap cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.
Dewa Ruci yang merupakan cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria Werkudara dan Dewa Ruci.Dalam bentuk kakawin (tembang) oleh Pujangga Surakarta,Yosodipuro berjudul:”Serat Dewaruci Kidung” yang disampaikan dalam bentuk macapat, berbahasa halus dan sesuai rumus-rumus tembang, dengan bahasa Kawi, Sanskerta dan Jawa Kuna.
Intisari cerita tersebut yaitu bahwa pihak kaum Kurawa dengan dinegeri Amarta, ingin menjerumuskan pihak Pandawa dinegeri Astina,(yang sebenarnya adalah:bersaudara) ke dalam kesengsaraan, melalui perantaraan guru Durna. Sena yang juga adalah murid guru Durno diberikan ajaran: bahwa dalam mencapai kesempurnaan demi kesucian badan ,Sena diharuskan mengikuti perintah sang Guru untuk mencari air suci penghidupan ke hutan Tibrasara. Sena mengikuti perintah gurunya dan yakin tidak mungkin teritipu dan terbunuh oleh anjuran Gurunya, dan tetap berniat pergi mengikuti perintah sang Guru,walaupun sebenarnya ada niat sang Guru Durno untuk mencelakaannya.
Diceritakan Pada saat di negeri Amarta ,Prabu Suyudana/raja Mandaraka/prabu Salya sedang rapat membahas bagaimana caranya Pandawa dapat ditipu secara halus agar musnah, sebelum terjadinya perang Baratayuda, bersama dengan Resi Druna, Adipati Karna, Raden Suwirya, Raden Jayasusena, Raden Rikadurjaya, Adipati dari Sindusena, Jayajatra, Patih Sengkuni, Bisma, Dursasana, dan lain-lainnya termasuk para sentana/pembesar andalan lainnya.
Kemudian Durna memberi petunjuk kepada Sena, bahwa jika ia telah menemukan air suci itu ,maka akan berarti dirinya mencapai kesempurnaan, menonjol diantara sesama makhluk,dilindungi ayah-ibu, mulia, berada dalam triloka,akan hidup kekal adanya. Selanjutnya dikatakan, bahwa letak air suci ada di hutan Tibrasara, dibawah Gandawedana, di gunung Candramuka, di dalam gua. Kemudian setelah ia mohon pamit kepada Druna dan prabu Suyudana, lalu keluar dari istana, untuk mohon pamit, mereka semua tersenyum, membayangkan Sena berhasil ditipu dan akan hancur lebur melawan dua raksasa yang tinggal di gua itu, sebagai rasa optimisnya ,untuk sementara merekamerayakan dengan bersuka-ria, pesta makan minum sepuas-puasnya.
Setelah sampai di gua gunung Candramuka, air yang dicari ternyata tidak ada, lalu gua disekitarnya diobrak-abrik. Raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang berada di gua terkejut, marah dan mendatangi Sena. Namun walau telah dijelaskan niat kedatangannya, kedua raksasa itu karena merasa terganggu akibat ulah Sena, tetap saja mengamuk. Terjadi perkelahian …….Namun dalam perkelahian dua Raksaksa tersebut kalah, ditendang, dibanting ke atas batu dan meledak hancur lebur. Kemudian Sena mengamuk dan mengobrak-abrik lagi sampai lelah,dalam hatinya ia bersedih hati dan berfikir bagaimana mendapatkan air suci tersebut.Karena kelelahan,kemudian ia berdiri dibawah pohon beringin.
Setibanya di serambi Astina, saat lengkap dihadiri Resi Druna, Bisma, Suyudana, Patih Sangkuni, Sindukala, Surangkala, Kuwirya Rikadurjaya, Jayasusena, lengkap bala Kurawa, dan lain-lainnya, terkejut….! atas kedatangan Sena. Ia memberi laporan tentang perjalannya dan dijawab oleh Sang Druna :bahwa ia sebenarnya hanya diuji, sebab tempat air yang dicari, sebenarnya ada di tengah samudera. Suyudana juga membantu bicara untuk meyakinkan Sena.
Karena tekad yang kuat maka Senapun nekat untuk pergi lagi….., yang sebelumnya ia sempat mampir dahulu ke Ngamarta.(tempat para kerabatnya berada) Sementara itu di Astina keluarga Sena yang mengetahui tipudaya pihak Kurawa mengirim surat kepada prabu Harimurti/Kresna di Dwarawati, yang dengan tergesa-gesa bersama bala pasukan datang ke Ngamarta.

Setelah menerima penjelasan dari Darmaputra, Kresna mengatakan bahwa janganlah Pandawa bersedih, sebab tipu daya para Kurawa akan mendapat balasan dengan jatuhnya bencana dari dewata yang agung. Ketika sedang asyik berbincang-bincang, datanglah Sena, yang membuat para Pandawa termasuk Pancawala, Sumbadra, Retna Drupadi dan Srikandi, dan lain-lainnya, senang dan akan mengadakan pesta. Namun tidak disangka, karena Sena ternyata melaporkan bahwa ia akan meneruskan pencarian air suci itu, yaitu ke tengah samudera. Nasehat dan tangisan, termasuk tangisan semua sentana laki-laki dan perempuan, tidak membuatnya mundur.
Sena berangkat pergi, tanpa rasa takut keluar masuk hutan, naik turun gunung, yang akhirnya tiba di tepi laut. Sang ombak bergulung-gulung menggempur batu karang bagaikan menyambut dan tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia di tipu agar masuk ke dalam samudera, topan datang juga riuh menggelegar, seakan mengatakan bahwa Druna memberi petunjuk sesat dan tidak benar.
Bagi Sena, lebih baik mati dari pada pulang menentang sang Maharesi, walaupun ia tidak mampu masuk ke dalam air, ke dasar samudera. Maka akhirnya ia berpasrah diri, tidak merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak dewata yang agung, karena sudah menyatakan kesanggupan kepada Druna dan prabu Kurupati, dalam mencari Tirta Kamandanu, masuk ke dalam samudera.
Dengan suka cita ia lama memandang laut dan keindahan isi laut, kesedihan sudah terkikis, menerawang tanpa batas, lalu ia memusatkan perhatian tanpa memikirkan marabahaya, dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tampak kegembiraannya, dan tak lupa digunakannya ilmu Jalasengara, agar air menyibak.
Alkisah ada naga sebesar segara anakan, pemangsa ikan di laut, wajah liar dan ganas, berbisa sangat mematikan, mulut bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit Sena sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena bingung dan mengira cepat mati, tapi saat lelah tak kuasa meronta, ia teringat segera menikamkan kukunya, kuku Pancanaka, menancap di badan naga, darah memancar deras, naga besar itu mati, seisi laut bergembira.

Sementara itu Pandawa bersedih hati dan menangis memohon penuh iba, kepada prabu Kresna. Lalu dikatakan oleh Kresna, bahwa Sena tidak akan meninggal dunia, bahkan mendapatkan pahala dari dewata yang nanti akan datang dengan kesucian, memperoleh cinta kemuliaan dari Hyang Suksma Kawekas, diijinkan berganti diri menjadi batara yang berhasil menatap dengan hening. Para saudaranya tidak perlu sedih dan cemas.
Kembali dikisahkan Sang Wrekudara yang masih di samudera, ia bertemu dengan dewa berambut panjang, seperti anak kecil bermain-main di atas laut, bernama Dewa Ruci. Lalu ia berbicara :”Sena apa kerjamu, apa tujuanmu, tinggal di laut, semua serba tidak ada tak ada yang dapat di makan, tidak ada makanan, dan tidak ada pakaian. Hanya ada daun kering yang tertiup angin, jatuh didepanku, itu yang saya makan”. Dikatakan pula :”Wahai Wrekudara, segera datang ke sini, banyak rintangannya, jika tidak mati-matian tentu tak akan dapat sampai di tempat ini, segalanya serba sepi. Tidak terang dan pikiranmu memaksa, dirimu tidak sayang untuk mati, memang benar, disini tidak mungkin ditemukan”.
“Kau pun keturunan Sang Hyang Pramesthi, Hyang Girinata, kau keturunan dari Sang Hyang Brama asal dari para raja, ayahmu pun keturunan dari Brama, menyebarkan para raja, ibumu Dewi Kunthi, yang memiliki keturunan, yaitu sang Hyang Wisnu Murti. Hanya berputra tiga dengan ayahmu, Yudistira sebagai anak sulung, yang kedua dirimu, sebagai penengah adalah Dananjaya, yang dua anak lain dari keturunan dengan Madrim, genaplah Pandawa, kedatanganmu disini pun juga atas petunjuk Dhang Hyang Druna untuk mencari air Penghidupan berupa air jernih, karena gurumu yang memberi petunjuk, itulah yang kau laksanakan, maka orang yang bertapa sulit menikmati hidupnya”, lanjut Dewa Ruci.

Kemudian dikatakan :”Jangan pergi bila belum jelas maksudnya, jangan makan bila belum tahu rasa yang dimakan, janganlah berpakaian bila belum tahu nama pakaianmu. Kau bisa tahu dari bertanya, dan dengan meniru juga, jadi dengan dilaksanakan, demikian dalam hidup, ada orang bodoh dari gunung akan membeli emas, oleh tukang emas diberi kertas kuning dikira emas mulia. Demikian pula orang berguru, bila belum paham, akan tempat yang harus disembah”.
Wrekudara masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan “Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa sena bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”.Dewa Ruci tersenyum dan berkata lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.

Atas petunjuk Dewa Ruci, Sena masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri. Dan tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian, terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu matahari, nyaman rasa hati.
Ada empat macam benda yang tampak oleh Sena, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci: “Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.

Yang hitam kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Suksma Mulia.
Lalu Wrekudara melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari (air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.
Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih, jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.

Tentang keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri, menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab. Sedangkan Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Manusia bagaikan wayang, Dalang yang memainkan segala gerak gerik dan berkuasa antara perpaduan kehendak, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk memainkan panggungnya.
Penerima ajaran dan nasehat ini tidak boleh menyombongkan diri, hayati dengan sungguh-sungguh, karena nasehat merupakan benih. Namun jika ditemui ajaran misalnya kacang kedelai disebar di bebatuan tanpa tanah tentu tidak akan dapat tumbuh, maka jika manusia bijaksana, tinggalkan dan hilangkan, agar menjadi jelas penglihatan sukma, rupa dan suara. Hyang Luhur menjadi badan Sukma Jernih, segala tingkah laku akan menjadi satu, sudah menjadi diri sendiri, dimana setiap gerak tentu juga merupakan kehendak manusia, terkabul itu namanya, akan segala keinginan, semua sudah ada pada manusia, semua jagad ini karena diri manusia, dalam segala janji janganlah ingkar.
Jika sudah paham akan segala tanggung jawab, rahasiakan dan tutupilah. Yang terbaik, untuk disini dan untuk disana juga, bagaikan mati di dalam hidup, bagaikan hidup dalam mati, hidup abadi selamanya, yang mati itu juga. Badan hanya sekedar melaksanakan secara lahir, yaitu yang menuju pada nafsu.
Wrekudara setelah mendengar perkataan Dewa Ruci, hatinya terang benderang, menerima dengan suka hati, dalam hati mengharap mendapatkan anugerah wahyu sesungguhnya. Dan kemudian dikatakan oleh Dewa Ruci :”Sena ketahuilah olehmu, yang kau kerjakan, tidak ada ilmu yang didatangkan, semua sudah kau kuasai, tak ada lagi yang dicari, kesaktian, kepandaian dan keperkasaan, karena kesungguhan hati ialah dalam cara melaksanakan.
Dewa Ruci selesai menyampaikan ajarannya, Wrekudara tidak bingung dan semua sudah dipahami, lalu kembali ke alam kemanusiaan, gembira hatinya, hilanglah kekalutan hatinya, dan Dewa Ruci telah sirna dari mata,
Wrekudara lalu mengingat, banyak yang didengarnya tentang tingkah para Pertapa yang berpikiran salah, mengira sudah benar, akhirnya tak berdaya, dililit oleh penerapannya, seperti mengharapkan kemuliaan, namun akhirnya tersesat dan terjerumus.

Bertapa tanpa ilmu, tentu tidak akan berhasil, kematian seolah dipaksakan, melalui kepertapaannya, mengira dapat mencapai kesempurnaan dengan cara bertapa tanpa petunjuk, tanpa pedoman berguru, mengosongkanan pikiran, belum tentu akan mendapatkan petunjuk yang nyata. Tingkah seenaknya, bertapa dengan merusak tubuh dalam mencapai kamuksan, bahkan gagallah bertapanya itu.
Guru yang benar, mengangkat murid/cantrik, jika memberi ajaran tidak jauh tempat duduknya, cantrik sebagai sahabatnya, lepas dari pemikiran batinnya, mengajarkan wahyu yang diperoleh. Inilah keutamaan bagi keduanya.
Tingkah manusia hidup usahakan dapat seperti wayang yang dimainkan di atas panggung, di balik layar ia digerak-gerakkan, banyak hiasan yang dipasang, berlampu panggung matahari dan rembulan, dengan layarnya alam yang sepi, yang melihat adalah pikiran, bumi sebagai tempat berpijak, wayang tegak ditopang orang yang menyaksikan, gerak dan diamnya dimainkan oleh Dalang, disuarakan bila harus berkata-kata, bahwa itu dari Dalang yang berada dibalik layar, bagaikan api dalam kayu, berderit oleh tiupan angin, kayu hangus mengeluarkan asap, sebentar kemudian mengeluarkan api yang berasal dari kayu, ketahuilah asal mulanya, semuanya yang tergetar, oleh perlindungan jati manusia, yang yang kemudian sebagai rahasia.

Kembali ke Negeri Ngamarta
Tekad yang sudah sempurna, dengan penuh semangat, Raden Arya Wrekudara kemudian pulang dan tiba ke negerinya, Ngamarta, tak berpaling hatinya, tidak asing bagi dirinya, sewujud dan sejiwa, dalam kenyataan ditutupi dan dirahasiakan, dilaksanakan untuk memenuhi kesatriaannya. Permulaan jagad raya, kelahiran batin ini, memang tidak kelihatan, yang bagaikan sudah menyatu, seumpama suatu bentukan, itulah perjalanannya.
Bersamaan dengan kedatangan Sena, di Ngamarta sedang berkumpul para saudaranya bersama Sang Prabu Kresna, yang sedang membicarakan kepergian Sena, cara masuk dasar samudera. Maka disambutlah ia, dan saat ditanya oleh Prabu Yudistira mengenai perjalanan tugasnya, ia menjawab bahwa perjalanannya itu dicurangi, ada dewa yang memberi tahu kepadanya, bahwa di lautan itu sepi,tidak ada air penghidupan. Gembira mendengar itu, lalu Kresna berkata :”Adikku ketahuilah nanti, jangan lupa segala sesuatu yang sudah terjadi ini”.

MAKNA AJARAN DEWA RUCI
- Pencarian air suci Prawitasari
Guru Durna memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.
- Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai lendeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.
1. Sebelum melakukan samadi orang harus membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.
2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung. Terminologi mistis yang dipakai adalah mendaki gunung Tursina, Tur berarti gunung, sina berarti tempat artinya tempat yang tinggi.
Pandangan atau paningal sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.
- Raksasa Rukmuka dan Rukmakala
Di hutan, Bima diserang oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmala. Dalam pertempuran yang hebat Bima berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.
Rukmuka : Ruk berarti rusak, ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak (kemukten).
Rukmakala : Rukma berarti emas, kala adalha bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain (kamulyan)
Bima tidak akan mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan, karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus halangan-halangan tersebut.
- Samudra dan Ular
Bima akhirnya tahu bahwa air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.
Ular adalah simbol dari kejahatan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru. Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya. Untuk itu dia harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Rila: dia tidak susah apabila kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.
2. Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.
3. Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.
4. Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar.
5. Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
6. Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.
7. Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
8. Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
9. Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati.
10. Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
11. Samadi.
12. Ngurang-ngurangi: dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.
Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima mebunuh ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia. Bima memasuki raga Dewa Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Didalam, Bima bisa melihat dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.
Pelajaran spiritual dari pertemuan ini adalah :
- Bima bermeditasi dengan benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya dengan cipta hening dan rasa hening.
- Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti.
Didalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.
Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima
Bima mengenakan pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunytan-kenyataan sejati. Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai sinar suci yang terang yang terdapat didalam paningal.
Batik poleng : kain batik yang mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.
Tusuk konde besar dari kayu asem
Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Tanda emas diantara mata.
Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.
Kuku Pancanaka
Bima mengepalkan tinjunya dari kedua tangannya.
Melambangkan :
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnya lima pandawa bisa mengalahkan seratus korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah mencapai ilmu sejati.


SEDULUR PAPAT LIMA PANCER

Mengambil dari Kitab Kidungan Purwajati tulisannya dimulai dari lagu Dhandanggula yang bunyinya sebagai berikut:
Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang.
Pada lagu diatas, disebutkan bahwa “Saudara Empat” itu adalah Marmati, Kawah, Ari – ari (plasenta/ tembuni) dan Darah yang umumnya disebut Rahsa. Semua itu berpusat di Pusar yaitu berpusat di Bayi.
Jelasnya mereka berpusat di setiap manusia. Mengapa disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari – Ari, dan Rahsa? Marmati itu artinya Samar Mati (Takut Mati)! Umumnya bila seorang ibu mengandung sehari – hari pikirannya khawatir karena Samar Mati. Rasa khawatir tersebut hadir terlebih dahulu sebelum keluarnya Kawah (air ketuban), Ari – ari, dan Rahsa. Oleh karena itu Rasa Samar Mati itu lalu dianggap Sadulur Tuwa (Saudara Tua). Perempuan yang hamil saat melahirkan, yang keluar terlebih dahulu adalah Air Kawah (Air Ketuban) sebelum lahir bayinya, dengan demikian Kawah lantas dianggap Sadulur Tuwa yang biasa disebut Kakang (kakak) Kawah. Bila kawah sudah lancar keluar, kemudian disusul dengan ahirnya si bayi, setelah itu barulah keluar Ari – ari (placenta/ tembuni). Karena Ari – ari keluar setelah bayi lahir, ia disebut sebagai Sedulur Enom (Saudara Muda) dan disebut Adhi (adik) Ari-Ari. Setiap ada wanita yang melahirkan, tentu saja juga mengeluarkan Rah (Getih=darah) yang cukup banyak. Keluarnya Rah (Rahsa) ini juga pada waktu akhir, maka dari itu Rahsa itu juga dianggap Sedulur Enom. Puser (Tali pusat) itu umumnya gugur (Pupak) ketika bayi sudah berumur tujuh hari. Tali pusat yang copot dari pusar juga dianggap saudara si bayi. Pusar ini dianggap pusatnya Saudara Empat. Dari situlah muncul semboyan ‘Saudara Empat Lima Pusat’
Keempat nafsu yang digambarkan oleh ke empat hewan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Amarah : Bila manusia hanya mengutamakan nafsu amarah saja, tentu akan selalu merasa ingin menang sendiri dan selalu ribut/ bertengkar dan akhirnya akan kehilangan kesabaran. Oleh karena itu, sabar adalah alat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.
Supiyah / Keindahan : Manusia itu umumnya senang dengan hal hal yang bersifat keindahan misalnya wanita (asmara). Maka dari itu manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/ berahi diibaratkan bisa membakar dunia.
Aluamah / Serakah : Manusia itu pada dasarnya memiliki rasa serakah dan aluamah. Maka dari itu, apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan manusia bisa merasa ingin hidup makmur sampai tujuh turunan.
Mutmainah / Keutamaan : Walaupun nafsu ini merupakan keutamaan atau kebajikan, namun bila melebihi batas, tentu saja tetap tidak baik. Contohnya: memberi uang kepada orang yang kekurangan itu bagus, namun apabila memberikan semua uangnya sehingga kita sendiri menjadi kekurangan, jelas itu bukan hal yang baik.
Maka dari itu, saudara empat harus diawasi dan diatur agar jangan sampai ngelantur. Manusia diuji agar jangan sampai kalah dengan keempat saudaranya yang lain, yaitu harus selalu menang atas mereka sehingga bisa mengatasinya. Kalau Manusia bisa dikalahkan oleh saudara empat ini, berarti hancurlah dunianya. Sebagai Pusat, manusia harus bisa menjadi pengawas dan menjadi patokan. Benar tidaknya silakan anda yang menilai.
SEDULUR PAPAT LIMA PANCER DAN SISTEM KEMALAIKATAN.

Setelah Islam masuk P.JAWA kepercayaan tentang saudara empat ini dipadukan dengan 4 malaikat di dunia Islam yaitu Jibril, Mikail , Isrofil, Ijro’il.
Dan oleh ajaran sufi tertentu di sejajarkan denga ke’empat sifat nafsu yaitu:
Nafsu Amarah, Lawwamah, Sufiah dan Mutmainah.
Pertama Jibril atau dalam bahasa ibrani Gabriel artinya pahlawan tuhan. Jabr’ El
kekuatan tuhan fungsinya adalah penyampai informasi, didalam islam dikenal sebagai penyampai wahyu pada para nabi.
Dalam konsep islam Jawa Jibril diposisikan pada kekuatan spiritual pada KETUBAN.
Ada pandangan yang menyatakan setelah N.Muhammad wafat maka otomatis Jibril menganggur karena beliaulah orang yang menerima wahyu terakhir.
Tapi tidak demikian dalam pandangan Jawa, setiap orang di sertai Jibrilnya.
hakikatnya hanya ada satu Jibril di alam raya ini tapi pancaran cahayanya ada dalam setiap diri. seperti Ruh tidah pernah dinyatakan dalam bentuk jamak didalam Al-Quran. Tetapi setiap diri mendapat tiupan ruh dari tuhan dan ruh tersebut menjadi si A, si B, si C Dst.. satu tetapi terpantul pada setiap cermin sehingga seolah2 setiapm cermin mengandung Ruh, dan manusia sebenarnya adalah cermin bagi sang diri. setiap diri menerima limpahan cahayanya.
Diantara limpahan cahayanya adalah Jibril yang menuntun setiap orang.
Jibril akan menuntunmanusia kejalan yang benar.., yang telah membersihkan dirinya, membersihkan cerminya, membersihkan hatinya.
Jibril lah yang menambahdaya agar teguh dan tebal keimanan seseorang. dalam khasanah jawa Jibril berdampingan dengan Guru sejati, bersanding dengan diri Pribadi.
Jibril tidak mampu mengantarka diri Nabi ke Sidratul Muntaha dalam Mij’raj beliau juga diceritakan ketika Jibril menampakan diri kehadapan rasul selalu ditemani malaikat mulia Lainya yaitu Mikail isrofil Ijroil…
Jelas kiranya bahwa kahadiran ketuban ketika membungkus janin ternyata disertai saudara2nya yang lain.
Ditinjau dari keddudukannya yang keluar paling awal maka disebut sebagai kakak atau kakang ( saudara tua ) si bayi.
begitu bayi lahir maka selesailah sudah tugas ketuban secara fisik. tetapi exsistensi ketuban secara ruhaniah ia tetap menjaga dan membimbing bayi tersebut sampai akhir hayat.
secara extensi Jibril diciptakan setelah malaikat Mikail. dan Tali Pusar ada lebih dulu dari pada selaput yang membungkus janin di pintu rahim (cervix)
Ke Dua Malaikat Israfil. Menurut hadis malaikat Israfil diciptakan setelah penciptaan Arsy ( Singgasana Tuhan ) disebut sebagai malaikat penggenggam alam semesta, ia meniup Terompet Pemusnahan Dan Pembangkitan. Ia digambarkan menengadah ke atas untuk melihat jadwal kiamat yang ada di Lawh Al Mahfuzh.
Israfil di sepadankan dengan ari-ari, tembuni atau Placenta, Ari-Ari adalah yang memayungi sang janin sampai ketempat tujuan dialah yang memberikan keamanan menyalurkan makanan dan kenyamanan pada janin dengan ari-ari ini kehidupan berlangsung dalam janin.
Exsistensi Ari-ari ini disejajarkan dengan malaikat Israfil Dalam kelahiran janin, Ari-ari diterima sebagai saudara muda ( adik ).
Meskipun jasadnya telah tak ada lagi ari-ari tetap memberikan perlindungan bagi manusia setelah dilahirkan..
dari sisi keberadaanya malaikat Israfil dicipta terlebih dahulu dari pada malaikat Mikail dan Jibril As.
Israfil diyakini sebagai Pelita Hati Bagi manusia agar hatinya tetap terang, Itulah sebabnya sejahat-jahatnya manusia masih ada secercah cahaya dalam hatinya tetap ada kebaikan yang dimilikinya meski hanya sebesar debu…
Yang ketiga adalah Malaikat Mikail, Salah satu malaikat yang menjadi pembesar para malaikat.. Tugas malaikat Mikail adalah Memelihara Kehidupan.
Dalam hadis diceritakan bahwa malaikat Mikail mengemban tugas memelihara pertumbuhan pepohonan, kehidupan Hewan juga Manusia.. Dialah yang mengatur angin dan hujan dan membagi rejeki pada seluruh mahluk.
Pada konsep sedulur papat yang sudah di sesuaikan dengan ajaran Islam, Tali Pusar merupakan Lokus, tempat dudukan bagi malaikat Mikail dia merupakan tali penghubung bagi kehidupan manusia.Zat zat makanan, Oksigen dan Zat yang perlu dibuang dari tubuh janin agar tidak meracuni tubuh janin.
Subhanallah.. dia telah mengatur kehidupan manusia dalam rahim melalui malaikat malaikatnya..
Mikail dipandang orang jawa sebagai saudara yang memberikan sandang, pangan dan papan, Jika seseorang memohon perlindungan tuhan maka Mikail yang akan menjalankan perintah Tuhan untuk melindunginya.
Ke Empat adalah Malaikat Ijroil. Malaikat Maut yang dipercaya sebagai yang bertanggung jawab akan Kematian. Kehadirannya amat ditakuti Manusia.. Jika ajal telah tiba maka ia akan Me wafatkan manusia sesuai waktunya..
Dalam konsep sedulur papat Malaikat maut ini ternyata saudara Manusia sendiri bukan orang lain dan ia tidak akan menyalahi tugasnya.. bila seseorang belum sampai ajalnya dia tak akan mewafatkannya.. Dia hadir untuk meringankan penderitaan manusia, saudara sejati pasti melindungi bila yang bersangkutan selalu dijalan yang benar..
Bayangkan bila manusia tidak bisa mati tetapi hidupnya menderita..?
apa tidak tersiksa..? bayangkan bila ada orang yang maumati aja sulitnya bukan main.. Nauzubillah..
Ijroil disebut sebagai kekuatan Tuhan yang berada didalam Darah, Dalam kehidupan sehari hari Ijroil bertugas untuk menjaga hati yang suci, Jika hati terjaga kesuciannya maka ketakutan akan hidup menderita dan kematian akan tak ada lagi.
Jika ajal telah sampai maka Ijroil mengorganisasi malaikat lainnya, mengorganisasi saudara saudara lainnya untuk mengakhiri hidupnya.
Permana yang memberikan kekuatan pada sang Jiwa diangkat keluar tubuh, sehingga tubuh tak dapat lagi dikendalikan oleh jiwa. Ruh penyambung hidup kita lepas.. tubuh menjadi lunglai lak berdaya dan ini bentuk umum kematian bagi manusia.. loh kok gitu yaa..?
Nah yang tidak umum yaaa.. bila Sang Diri Sejati manusia mampu memimpin saudara-saudaranya untuk melepaskan Jiwa manusia kealam Gaib..
Orang demikian sudah mempu menyongsong kematiannya dengan benar, dia memberitahukan pada sanak dan saudaranya kapan kematiannya akan datang..
Semua saudara gaib ini sudah menjadi satu dengan tubuh kita, ketika dalam rahim sendiri-sendiri wujudnya. tapi ketika sang Bayi sudah lahir hanya ada satu wujud. Empat saudara kita tetap menyertai kita dalam wujud Ruh.. dan Tidak Kasat Mata..
Ada kutipan Ayat dalam Al-Quran yang perlu di simak..
” In Kullu nafsin lamma alayha hafizh” > ‘Setiap diri niscaya ada penjaganya’
Atau
” Wa huwa al-qahir fawq iba’dih wa yusril alaykum hafazhah hatta idza ja’a ahadakum al-mawt tawaffathu rusuluna wahum la yufarrithun” >’ Dialah yang berkuasa atas semua hambanya. Dan dia mengutus kepada kalian Penjaga-Penjaga untuk melindungimu. Jika seseorang sudah waktunya mati, maka utusan-utusan kami itu mewafatkannya tanpa keliru”
Simbolisasi sedulur papat limo pancer dalam perwayangan :
Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan ‘ngelmu’ sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya

Senin, 25 Juli 2011

ekopol dan kondisi sekarang

Bicara tentang upaya penegakan hukum di Indonesia adalah berbicara tentang sesuatu yang utopis. Apakah pengertian utopis itu?

Secara etimologi, lawan kata dari utopis adalah realis. Maka dari sini kita bisa mendefinisikan utopis secara etimologi, yakni sifat yang melukiskan sebuah keadaan yang tidak berlandaskan kenyataan atau keadaan yang sesungguhnya. Atau sederhananya utopis adalah sesuatu yang mengawang-awang, tidak nyata. Demikianlah jika kita berbicara tentang penegakan hukum di negeri ini.

Penegakan hukum di negeri ini menjadi utopis, terutama, karena pada praktiknya ia tidak berjalan secara mandiri, tetapi telah tercemari kepentingan dan campur tangan pihak-pihak yang merasa memiliki kuasa.

Hukum telah dicemari urusan politik. Hukum telah dikotori pembedaan pribadi, pangkat, dan golongan. Prinsip hukum equality before the law menjadi tak bermakna lagi. Sementara pemimpin negeri ini seringkali mengungkapkan bahwa hukum adalah panglima.

Anda tentu masih ingat dengan kasus Susno Duadji, sang ‘whistleblower’ yang malah didakwa mencemarkan nama baik oleh institusinya sendiri, Polri, yang notabene merupakan alat utama penegakan hukum.

Secara berturut-turut hampir setiap hari media massa memberitakan perkembangan kasus Susno. Ketika itu, negeri ini mirip dalam keadaan ‘darurat perang’ karena segalanya harus dilakukan sekarang, hari ini juga, detik ini juga. Pembentukan Tim 8 adalah indikasinya.

Bahkan, seorang praktisi hukum senior menganggap kasus Susno merupakan titik balik yang bisa membawa negeri ini maju selangkah dalam penegakan hukum, atau malah mundur jauh ke belakang, ke titik nadir paling buram. Namun nyatanya, hiruk-pikuk itu kemudian reda dengan sendirinya, menyisakan tanya yang masih menggantung di mana-mana.

Mari berpikir positif saja, bahwa kasus Susno bukanlah dagelan politik para elit. Semoga Susno memang bukan sengaja “disimpan” berkaitan dengan suksesi Kapolri yang lalu. Bukan pula karena seorang Susno amat berbahaya bagi jajaran pimpinan KPK sekarang yang dituding tebang pilih dalam pemberantasan korupsi, bukan juga karena ia adalah mantan Kabareskrim Polri yang terkait kasus mega skandal Century.

Masih juga segar dalam ingatan betapa ramainya negeri ini saat seorang pegawai golongan III-A (bukan pejabat yang punya eselonering), Gayus Tambunan (GT) Direktorat Jendral Pajak memiliki simpanan kekayaan yang fantastis, Rp 25 miliar. Dengan penghasilan 12 juta rupiah per bulan, paling tidak GT membutuhkan waktu 2.084 bulan (sekitar 174 tahun) untuk mengumpulkan uang sebayak itu.

Kasus GT pun menguap, dan kini publik diramaikan oleh dua nama: Nunun Nurbaeti dan Muhammad Nazaruddin. Nama pertama kabur karena kasus dugaan suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sedangkan nama yang kedua kabur ke Singapura terkait kasus dugaan korupsi di tubuh Kemenegpora.

Debat pun ramai. Ada yang menyoal pencabutan paspor Nunun. Ada pula yang mengkritisi tentang KPK yang selalu kecolongan. Contoh, dicekal hari Senin, namun yang dicekal sudah kabur duluan dua hari sebelumnya. Terkait Nazaruddin, kritik yang paling pedas adalah adanya anggapan kalau KPK sebenarnya enggan menanggung risiko politik besar, mengingat yang bersangkutan adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.

Pemimpin redaksi Koran Tempo, Gendur Sudarsono, dalam acara talkshow sebuah stasiun TV berita, mengemukakan bahwa terhadap masalah pelarian para tersangka atau orang yang terkait dengan kasus hukum ke luar negeri hanyalah tentang kemauan politis para penentu kebijakan di negeri ini untuk berani bertindak sesuai prosedur yang ada dan demi kebenaran serta keadilan semata. “Hentikan dagelan ini. Masyarakat sudah pintar dan bosan dengan ‘tontonan’ ini,” ujarnya geram.

Begitulah jika politik yang menjadi panglima. Ia akan melibas kemana-mana. Melebur dan memberi warna sesukanya, tentu saja dengan warna politik di mana tidak ada satu pun warna yang asli. Ia bisa saja hitam, tetapi khasnya adalah abu-abu. Tidak pula ada kebenaran, kawan, atau lawan. Yang abadi dalam politik hanyalah kepentingan.

Jika sudah demikian, janganlah berharap hal yang utopis itu menjadi realis di Indonesia. Tanpa ada gebrakan serupa revolusi di bidang hukum dan politik, selamanya negeri ini akan menjadi negeri utopia, di mana gembar-gembor keberhasilan pemerintah tidak berdasarkan fakta yang sesungguhnya. Padahal, ada keterkaitan yang jelas antara penegakan hukum yang bersih dengan tingkat investasi (yang juga berarti meningkatnya kesejahteraan rakyat).

“Penegakan hukum akan berpengaruh dalam pertumbuhan suatu negara,” demikian ujar mantan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, seperti dikutip dari indonesiatoday.in.

Sudah saatnya negeri ini terbangun dari tidur panjang penegakan hukum dan praktik politik beking-membekingi. Revolusi itu bisa dimulai dengan adanya pemisahan yang tegas antara politik dan hukum. Biarkanlah keduanya berjalan pada jalurnya masing-masing.


Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-economy/2185885-habis-susno-gayus-terbitlah-nunun/#ixzz1T82zoi6Q

Rabu, 20 Juli 2011

Kebuntuan Komunikasi Politik Pemerintah

Setiap lembaga atau organ bisa memiliki gejala psikologis sebagaimana yang terjadi pada persona, kita bisa menilai kelembagaan atau kepemimpinan dengan terminologi yang sebanding dengan gejala kepribadian tersebut, hal ini terjadi karena kelembagaan atau organ merupakan perpanjangan dari ekspersi dan kepentingan pribadi-pribadi yang membentuknya serta interaksi dengan lingkungan yang mengitarinya. Tentu ada batasan-batasan yang membuat ciri-ciri psikologis individu tak seluruhnya bisa diterapkan dalam terminologi kelembagaan tadi, tetapi setidaknya secara umum bisa menjadi analogi yang cukup efektif.
Lalu bagaimana kita melukiskan kondisi pemerintahan kita saat ini? Dan lebih penting apa yang bisa kita lakukan agar permasalahan psikologis kepemimpinan dan pemerintahan yang tidak sesuai dengan upaya untuk semakin mamajukan bangsa ini bisa kita eliminir, sematara berbagai potensi yang berguna bisa dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita bisa menggapai cita-cita bangsa, untuk memiliki kemerdekaan, kemakmuran dan kebahagiaan untuk sebesar besarnya keluarga bangsa ini tercapai dengan upaya yang terarah dan dalam waktu yang telah kita sepakati bersama.
Tanpa menilai baik atau buruk kita ingin mendapatkan hasil diagnosa yang baik untuk menyimpulkan kondisi psikologis atau hambatan psikologis yang dihadapi kepemimpinan politik bangsa ini, sehingga kesimpulan yang kita ambil serta rekomendasi yang diajukan merupakan sebuah catatan yang netral, untuk tidak menimbulkan kerancuan akibat ketersinggunggan atau saling menyalahkan, tetapi dengan diagnosa tadi setidaknya kita memiliki gambaran dan rekomendasi untuk melakukan koreksi sepanjang dipandang perlu, sekaligus mendorong penguatan posistif yang telah ada.
Salah satu gejala yang dapat ditangkap dari kepemimpinan pemerintah saat ini adalah timbulnya masalah komunikasi politik yang buruk, yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam beberapa kasus pemerintah dan juga elit politik tak mampu menangkap apa yang menjadi opini dan preferensi publik terhadap negara. Bahkan banyak pihak menilai bahwa kondisi ini telah sampai pada fenomena kebuntuan komunikasi politik. Kebuntuan komunikasi tersebut bukan hanya terjadi antara pemimpin dengan rakyat, tetapi juga di internal penyelenggara negara sendiri. Misalnya bagaimana perintah dan arahan presiden seringkali menjadi berbeda dalam kenyataan di lapangan dan langkah yang diambil aparatus pemerintah di tingkat pelaksana.
Contoh mutakhir adalah apa yang disampaikan presiden Sby di Kupang pasca penyerbuan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Dengan jelas Presiden menyebutkan bahwa organisasi massa (ormas) anarkis perlu dibubarkan. Kita menangkap saat itu bahwa yang dimaksud dengan ormas anarkis adalah lembaga atau organisasi massa yang berada di belakang aksi-aksi anarkis selama ini. Banyak pihak berasumsi bahwa yang dimaksud organisasi anarkis adalah sebuah organisasi yang mengatasnamakan agama yang telah sering melakukan tindakan anarkis. Konotasi yang dimaksud dalam pernyataan presiden tadi sangat jelas dipahami oleh publik arahnya, bahkan FPI sendiri bereaksi atas pernyataan presiden tadi, sehingga tak ada tafsir lain seharusnya dari pernyataan presiden tadi.
Namun dua minggu pasca pernyataan presiden di NTT tersebut publik dibuat bingung dengan pernyataan dan langkah para pembantu presiden yang malah memutar balikan makna yang sudah jelas, misalnya pernyataan Menteri Agama yang malah lebih menyoroti keberadaan Ahmadiyah dibandingkan dengan apa yang dimaksud presiden dan kemudian diapresiasi oleh publik. Apakah apa yang dilakukan sang menteri telah disampaikan atau dikonsultasikan dengan presiden, atau memang apa yang dilakukan Menag itu yang dimaksud oleh presiden. Jika apa yang disampaikan Menag adalah penjabaran dari pernyataan presiden, maka kita bisa menyimpulkan bahwa presien memang bermasalah dengan kosa kata yang dipilihnya dalam membuat pernyataan, tetapi jika apa yang disampaikan Menag adalah bagian dari otonomi kelembagaanya, maka kita menilai bahwa kabinet Sby adalah kabinet infalid, di mana perintah dari atas tak dapat dieskekusi dengan baik oleh perangkat di bawahnya.
Demikian juga kita bisa menyaksikan apa yang dipertontonkan oleh Menetari Dalam Negeri Gamawan Fauzi, yang menyampaikan kepada publik soal pertemuanya dengan FPI, apakah apa yang dilakukan Mendagri merupakan bagian dari langkah kongkrit atas pernyataan Sby di Kupang atau dalam kerangka lain, jika dalam kerangka apa yang diucapkan Sby, maka kerancuan pikir dan sikap di internal kabinet Sby semakin meperlihatkan centang perentang yang sangat mengkhawatirkan untuk dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Pertanyaan lain juga bisa kita ajukan dalam kapasitas apa FPI diajak berdialog oleh mendagri, serta banyak pertanyaan lain yang tak kalah membuat kita sangat dibingungkan dengan pola komunikasi pemerintahan Sby ini.
Ada sebuah gejala psikologis anak yang mirip dalam beberapa hal dengan kondisi yang demikian yakni gejala autisme, di mana penderita gejala ini akan mengalami disfungsi komunikasi dengan orang dan lingkungan di sekitarnya. Penderita autis akan asik dengan dirinya sendiri, tanpa mampu melakukan komunikasi dengan baik. Pertanyaan kita apakah pola komunikasi pemerintahan saat sudah sedemikian rupa parahnya sehingga mengalami gejala yang mirip dengan autisme, di mana apa yang disampaikan dan dirasakan oleh publik tak dapat direspon dengan baik oleh pemerintah, sementara sistim komunikasi dan kordinasi internal pemerintah sendiri mengalami distorsi sedemikian rupa sehingga sulit untuk bereaksi dengan tepat atas semua masukan dan fenomena yang dihadapi.
Tentu saja menganalisa pola komuniakis politik dan kepemimpinan pemerintahan tak sesederhana kita mendiagnosa sebuah gejala psikologis personal, akan banyak variabel dan faktor lain yang perlu dipertimbangkan sebelum kita membuat kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan. Misalnya saja kita tak bisa menyimpulkan begitu saja gejala buruknya komunikasi antara presiden dengan menterinya ketika kita tahu bahwa sebagian besar meteri merupakan perwakilan kader dari partai-partai koalisi pendukung Sby. Ada pandangan dan kepentingan yang bisa berbeda antara presiden dengan para pembantunya yang kemudian bisa memengaruhi pola komunikasi dan kebijakan yang diambil ti tingkat eksekutor.
Di tingkat parlemen sendiri, kita mendapati bahwa tidak dapat kita mengatakan bahwa koalisi partai pendukung presiden adalah homogen dengan pandanga, sikap dan kepentingan politik yang sama, bahkan beberapa di antaranya secara ideologis sangat berbeda dengan partai pendukung utama pemerintah sendiri. Konstelasi dan kepentingan politik di parlemen bisa saja kemudian menjadi tarik ulur yang tidak mudah disampaikan dan diakses publik yang bisa membebani langkah dan kebijakan yang diambil presiden sendiri. Politik dagang sapi telah lama kita saksikan dalam konstelasi politik parlemen ini yang menggejala sejak awal reformasi. Jika hal ini yang sebenarnya terjadi maka kita juga tak bisa begitu saja menyimpulkan bahwa buruknya komunikasi politik presiden karena adanya gejala autisme politik kepemimpinanya.
Tetapi jika kita coba mengerucutkan pada wilayah yang seharusnya bisa menjadi kendali langsung presiden terhadap bawahanya, yakni lembaga yang langsung berada di bawah presiden tanpa harus ribet memperhatikan tarik ulur dengan pihak lain, misalnya kepolisian dan kejaksaan, sebagai penegak hukum, maka kita juga sulit melihat adanya kepemimpinan dan kebijakan yang kuat dari presiden untuk melaksanakan apa yang dikehendaki presiden, seperti pernyataannya yang akan berdiri di garus depan dalam pemberantasan korupsi, sampai saat ini kita tidak melihat kuatnya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi dalam pelaksanaanya. Apa yang disuguhkan malah semakin menjauhkan kita dari kesimpulan tentang kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Bagaimana perjalanan kasus Century, kasus Lapindo, dan sekarang mafia pajak dan hukum, semakin membuat kita sulit untuk mayakini bahwa pernyataan presiden memang menjadi kebijakan yang kuat di dalam pelaksanaanya. Karena dengan kewenangan yang penuh atas lembaga-lembaga yang langsung beraada sibawah kendalinya dan kuatnya dukungan publik untuk membersihak birokrasi dan pemberantasan korupsi, pemerintah tetap tidak mampu untuk sekadar membuktikan pernyataan sendiri. Sehingga kesimpulan bahwa kendala komunbikasi politik dan kebijakan pemerintah yang tidak mampu melakukan apa yang diucapkanya, bukan karena faktor eksternal semata, tetapi di tingkat internal memang bermasalah.
Pertanyaan-pertanyaan yang menyertai uraian tentang buruknya komunikasi internal dan eksternal kepemimpinan politik presiden Sby semakin banyak yang tidak terjawab, setidaknya beberapa praduga menjadi titik masuk bisa digunakan untuk menjawab pertanyaaan-pertanyaan itu; dianataranya bahwa pertama, Di dalam internal kepemimpinan presiden Sby sendiri memiliki hambatan serius dalam berkomunikasi dengan pihak-pihak yang relevan sehingga kebuntuan komunikasi menjadi konsekwensi atas masalah tersebut.
Kedua konstelasi politik terutama di internal pembantu dan koalisi pemerintahan Sby sedemikian rupa kompleksnya sehingga pemerintah tersandera oleh konstelasi politik tadi, yang seharusnya disampaikan kapada publik agar publik dapat memahami permasalahany dan mampu memosisikan diri untuk mengantisipasi akibat buruknya komunikasi tadi. Ketiga kita bisa menduga adanya agenda lain yang sedang digagas atau dilakukan pemerintah atau pihak tertentu, yang menggunakan buruknya komunikasi kepemimpinan politik pemerintah untuk agenda yang masih tersembunyi.
Namun apapun yang saat ini terjadi dibalik kebuntukan dan buruknya komuniaki kepemimpinan politk pemerintahan Sby, publik tak bisa menunggu, sehingga keadaan semakin menjadi buruk, harus ada upaya untuk menjembatani dan menanggulangi akibat buruk dari cara kepemimpinan seperti ini, untuk mengurangi tingkat kerusakan yang akan tersu terjadi seiring dengan semakin memburuknya keadaan. Presiden Sby sendiri yang paling berkompeten untuk menjawab semua ini, sesuai dengan mandat besar yang diberikan rakyat melalui pemilu, untuk memimpin Indonesia menghadapi permasalahan yang dihadapi bangsa ini, saat ini dan ke depan.

Rabu, 13 Juli 2011

KONTROVERSI SERAT DARMO GANDHUL

Masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa. Salah satunya terekam dalam Serat Darmo Gandhul yang kontroversial itu. Dalam serat yang aslinya berbahasa Jawa Kuno itu dipaparkan perjalanan beberapa wali, juga hambatan dan benturan dengan budaya dan kepercayaan lokal
Penulis serat ini tak menunjukkan jati diri aslinya. Ada yang menafsirkan, pengarangnya adalah Ronggo Warsito. Ia pakai nama samaran Ki Kalam Wadi, yang berarti rahasia atau kabar yang dirahasiakan. Ditulis dalam bentuk prosa dengan pengkisahan yang menarik. Isi Darmo Gandhul tentu saja mengagetkan kita yang selama ini mengira bahwa masuknya agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai tanpa muncratan darah, terpenggalnya kepala dan tetesan air mata. Kaburnya para pemeluk Hindu dan Budha ke berbagai wilayah, misalnya ke Pulau Bali, ke kawasan pegunungan dan hutan rimba, adalah salah satu pertanda bahwa mereka menghindari tindakan pembantaian massal oleh sekelompok orang yang ingin menggulingkan kekuasaan berkedokkan agama.
Terkait dengan kisah Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Ini adalah versi yang tidak lengkap, bersumber dari Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Anda bisa baca dan menilai sendiri. Hanya agar lebih enak untuk dibaca, Posmo menyuntingnya disana-sini. Yang perlu dicatat, pembaca sendiri harus kritis menyikapi isi cerita yang mungin amat tendensius ini.
Serat Darmo Gandhul pernah diterbitkan oleh Dahara Prize – Semarang berukuran 15 cm x 15 cm. Berikut ini adalah tulisan tentang Serat Darmo Gandhul yang dimuat berseri di Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Isi dari serat ini rasanya masih relevan dikaitkan dengan zaman sekarang, dimana mulai bermunculan kelompok fundamentalis Islam, terorisme yang mengatas namakan agama, dan juga kelompok-kelompok yang bermimpi untuk mendirikan kekhalifahan Islam di negeri ini, dan juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Tokoh terkait:
- Darmo Gandhul – murid Ki Kalam Wadi
- Ki Kalam Wadi – penulis serat
- Raden Budi – guru Ki Kalam Wadi
- Prabu Brawijaya – Raja Majalengka (Majapahit)
- Putri Campa (Dwarawati? Dara Petak?) – permaisuri Prabu Brawijaya
- Sayid Rahmad – kemenakan Putri Campa (Sunan Ampel)
- Sayid Kramat – Sunang Bonang
- Raden Patah (Babah) – putra Prabu Brawijaya/Adipati Demak/Senapati Jimbuningrat/
Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak/Sultan Adi Surya Alam di Bintoro.
- Raden Kusen (Raden Husen/Raden Arya Pecattanda) – saudara kandung Raden Patah (lain ayah)
- Ki Bandar – sahabat Sunan Bonang
- Bandung Bondowoso
- Nyai Plencing – dedemit
- Buta Locaya – raja dedemit (mantan Patih Sri Jayabaya)
- Ni Mas Ratu Pagedongan (Ni Mas Ratu Angin-Angin)
- Kyai Tunggul Wulung
- Kyai Patih
- Syech Siti Jenar
- Tumenggung Kertosono
- Sunan Giri
- Arya Damar – Bupati Palembang
- Patih Mangkurat
- Setyasena – komandan pasukan Cina Islam
- Bupati Pati
- Adipati Pengging
- Adipati Pranaraga
- Sabdo Palon
- Naya Genggong
Sunan kali jogo kemudian mengucapkan sahadat: ashadualla illa hailallah wa ashadu anna muhamadarosulullah .yang artinya : tiada tuhan melainkan allah dan muhammat adalah rosul Allah , kemudian sunan kali jogo menjelaskan arti dari kalimat itu kepada parabu browijoyo terakhir : “Orang yang menyembah kepada arah dan tidak tau wujut itu sama artinya dengan kapir , selain itu orang yang menyembah pada puji yang ber sifat wujut di alam itu namanya menyembah berhala , makanya orng itu harus mengetahui lahir dan batinnya , makanya orng berucap harus tau apa yang di ucapkan .
Kemudian apa arti Nabi Muhamat rosullah : Muhamat itu adalah keadaan kubur , jadi badan manusia itu semuanya adalah keadaan kubur dari roso pangroso , atau sama artinya kita memuji badan kita sendiri bukannya memuji Nabi Mohamay di arab , raga manusia itu adalah wakil Allah / bayangan Allah yang ber wujut roso pangroso , rosul artinya Roso kang nusuli / rasa yang terlahir , rasa yaitu makanan yang berada di lisan .
Nusuli yaitu naik ke surga , Lullah yaitu artinya luluh jadi Lumpur , kemudian di sebut rosullullah yaitu rasa yang tidak baik ber bau salah , kemudian di jadikan satu Muhamad rosululloh artinya yaitu 1.merasakan badan 2.merasakan makanan , sudah jamaknya manusia itu mengagung agungkan rasa dan makanan makanya di sebut Muhamat Rosulullah .
Sebab dari itu kenapa apabila kita sembahyang mengucapkan “usolli” itu artinya melihat asal muasal dari diri kita sediri yang berasal dari roh idlofi / roh suci / rohnya Muhammad Rosul . artinya rosul itu rasa . yaitu kularnya rasa kehidupan yang keluar dari anggota badan yang terbuka karena ashaduala , apa bila tidak mengerti artinya sahadat maka tidak tau rukun islam dan tidak akan tahu porwaning dumadi / awal mula kejadian”. Demikian penuturan sunan kali jogo panjang lebar sehingga sang Prabu Browijoyo pamungkas mau masuk islam .
Kemudian parabu Browijaoyo minta di cukur raambutnya oleh sunan kali jogo akan tetapi rambutnya tidak mempan di potong , makanya sunan kali jogo kemudian matur kepada sang prabu browijoyo supaya masuk islam secara lahir batin karena apabila Cuma
Islam lahirnya saja rambutnya tidak mempan di potong .Kemudian sang prabu Browijoyo berkata bahwa islam nya lahir batin , barulah rambutnya bias di potong .
Setelah memotong rambutnya kemudian prabu Browijoyo menemui abdi kinasih nya Sabdo Palon dan Noyo Genggong dan berkata : “ kamu berdua sekarang aku beri tahu bahwa sejak hari ini aku meninggalkan agama budha dan berganti menjadi agama islam dan menyebut asma Allah yang sejati dan kamu sekalian aku ajak berganti agama Rosul dan meninggalakan agama budha .Sabdopalon berkata dengan sedih “Saya ini ratu dahhyang yang rumekso tanah Jawa , siapapun yang jadi raja menjadi momongan ku semenjak dari leluhur paduka dahulu Sang wiku Manu manusa , Sakutrem dan bambang Sakri turun temurun sampai sekarang saya mengasuh wiji tanah jawa , saya kalo tidur sampai 200 tahun selama saya tidur pasti ada peperangan sodara musuh sodara dan yang nakal pada makan manusia , makan bangsanya sendiri , sampai sekarang usiaku sudah 2000 lebih 3 tahun mengasuh wiji tanah jawa tidak ada yang bersalin agamanya patuh / netepi agama budha , baru paduka yang mau meninggalkan pikukuh / ajaran luhur jawa.
Jawa itu artinya mengetahui , narimo / berserah diri kemudian di sebut jawan .Suka numpang numpang nanti akibatnya menyulitkan kematian paduka besok , Sabda wiku utama di jawab oleh alam yang bergetar Sang Prabu Browijoyo di marahi oleh jawoto karena mau masuk agama rosul yang di tandai oleh di tambahnya 3 jenis mahluk di dunia yaitu 1 . yang bernama rumput jawan 2. padi Rondonunut 3. padi Mriyi.
Sang prabu kemudian bertanya lagi bagai manakah yang menjadi kemantapanmu mau atau tidak meninggalkan agama budha dan berganti agama rasul , menyebut nabi muhamad Rosulullah sebagai panutan para nabi lan menyebut asma Allah pangeran Yang Sejati.
Sabdopalon berkata dengan sendu “ paduka masuk sendiri , saya tidak tega melihat watak yang aniyaya seperti orang – orang Arab. Aniyaya itu artinya suka meng hukum dan lagi suka meng aniyaya raga , apabila saya berganti agama pasti akan menyulitkan kematian saya , yang mengatakan mulya itu kan orang Arab dan orang islam semua yang memuji agamanya sendiri , saya setia kepada agama lama , menyebut Dewo Ingkang Linangkung
Jagad ini adalah raganya dewo yang bersipat budi dan hawa , sudah menjadi jamaknya manusia itu patuh kepada eling dan budi keinginan jadi tiak menyulitkan .Apabila menyebut nabi Muhamad Rosullulloh , artinya Muhamad itu keadaan di kubur yaitu keadaan rasa yang salah hanya mengagungkan rasa badan tempat kotoran , sukanya makan enak tidak tau akibat yang di rasakan nanti . makanya di sebut Muhamad yaitu tempatnya rasa selurauh badan . Roh idlofi itu artinya roh awal / roh asal / roh suci apabila sudah rusak akan kembali ke asalnya kemmudian paduka Sang Prabu Browijoyo mau pulang ke mana . Adam itu menjadi satu dengan hyang Brahim yang artinya kebrahen / tertipu di dalam hidupnya , tidak menemuka rasa yang sejati , tetapi lahirnya rasa wujut badan . di sebut Muhamadun , tempat bersemayamnya rasa jasatnya budi jadi wujut manusia dan rasa. Apabila sudah di ambil oleh yang maha Kuasa Paduka menjadi manusia seutuhnya itu terjadi dengan sendirinya lantaran menahan keburukan , jadi bapak dan ibu tidak membuat , makanya di sebut anak karena (wontenipon wujut piyambak ) / adanya dengan sendirinya terjadinya dari gaib yang samar dari kehendak Lotowalhujwa yang menyelimutu segala wujut , terjadi dengan sendirinya dan rusak dengan sendirinya pula , Apabila telah di ambil yang Maha Kuasa hanya tinggal rasa dan perasaan yang paduka bawa , apabila menjadi Demit penunggu tanah itulah yang nista , hanya menunggui daging yang amis yang telah luluh jadi tanah.Semuanya itu tetap tidak ada gunanya di karenakan hanya kurangnya pengetahuan nya . Dikala hidupnya tidak memakan buah pohon Budhi dan buak pohon pengetahuan
hanya nrimo mati sebagai setan , makan tanah dan mengharap kiriman sesaji di kemudian hari memberi kiamat kepada anak cucu nya . Orang mati tidak terikat oleh peraturan lahiriah sudah pasti sukma berpisah dengan budi apabila tekatnya baik maka akan menerima kemuliaan akan tetapi apa bila tekatnya nyasar maka akan menerima siksanya .
Sekarang coba paduka jawab pertanyaan saya ? “ Aku mau pulang kepada asal , asal nor kembali ke nor” jawab prabu browijoyo.Sabdopalon bertutur lagi “ itulah pengetahuan orang yang bingung dikala hidupnya merugi tidak punya pengetahuan budhi , belum makan buah pengetahuan dan buah dari pohon budhi , berasal dari satu pulang satu itu bukan mati yang utama . Sedangkan mati yang utama adalah satus telung puluh : yang di sebut satus itu putus , telu itu tilas / bekas , puloh itu pulih mawujut lagi , wujutnya rusak tetapi yang rusak hanya yang berasal dari roh idofi saja , hidupnya langgeng akan tetapi raga telah pisah dengan sekma , itulah yang di sebut sahadat tanpa ashadu , berganti dengan roh suci / roh asal , sasi surup / rembulan terbenam pasti dari mana awalnya , yaitu berawal dari semenjak jadi manusia .surup artinya sumurup / mengetahi awal tengah sampai akhir , teguhlah jangan sampe goyah dari pusatnya membawa sir cipta awal “.Sang prabu berkata “ cipta saya akan ikut / nempel kepada orang linuwih “
Sabdopalon menjawab “ itu adalah orng yang kesasar seperti benalu yang menempel pada pepohonan yang besar tidak mandiri kemuliaannya hanya dari pemberian orang lain , itu bukan mati yang utama itu adalah matinya orang nista sukanya numpang – numpang tidak mandiri apabila telah di uasir kemudian nglambarang / pergi tanpa tujuan jadi berkasaan dan kemudian menempel kepada yang laen “.
Sang prabu berkata lagi : “ aku berasal dari kosong dan akan kembali kepada kosong , seperti sebelum aku terlahir belum ada apa – apa jadi matiku nanti akan seperti itu”.
Sabdopalon menjawab : “Itu adalah orang yang mati karena bunuh diri , tidak percaya ilmu ketika hidupnya seperti binatang , hanya makan , minum dan tidur , yang demikian itu hanya akan gemuk kebanyakan daging jadi bisa dikatakan hanya nrimo minum air kencing saja , hilang lah hidupnya di alam kematian “ .
Sang prabu berkata : “ aku akan menunggui makam apa bila telah luluh jadi debu “.
Sabdopalon mhnjawab:”itulah matinya orng bodoh matinya jadi setan kuburan , menunggui daging yang telah luluh jadi tanah , tidak tahu apabila biasa berganti roh idofi baru . jangankan itu non saja belum tentu tau”.
Sang prabu berkata : “ aku akan Mokso sampai dengan ragaku “
Sabdopalon menjawab: “ apa bila orang yang ber agama rosul dapat di pastikan tidak akan bisa mokso , tidak akan kuwat menelan raganya karena gemuk kebanyakn daging , orang yang mati mokso itu celaka , karena mati tetapi tidak meninggalkan jasad , itu namanya tidak sahadat tidak hidup dan tidak mati , tidak akan bisa kembali menjadi roh idofi baru dan hanya akan menjadi gunungan demit saja “.


Sang prabu berkata : “Aku tidak ingin apa – apa , tidak ber ihtiar menolak atau memilih , hanya terserah yang maha kuasa saja “.
Sabdopalon menjawab :”Paduka meninggalkan sifat , tidak merasa apa bila tercipta mempunyai suatu kelebihan , meninggalkan kewajiban sebagai manusia , manusia itu berhak menolak dan memilih , apabila sudah pasrah menjadi batu apa perlunya mencari ilmu kamulyaning pati “.
Sang prabu berkata : “ ciptaku akan pulang ke ahirat naik sorga menghadap Hyang Maha Kuasa”.
Sabdopalon menjawab:”Aherat , suwargo sudah paduka bawa ke mana – mana , jagatnya manusia itu sudah lengkap alam sahir dan kabir , ketika semenjak berujut adam sudah lengkap ahirat , suwargo , neroko , arsy , kursy kemudian Paduka mau pergi ke ahirat mana , nanti kalo kesasar looo.., padaha yang namanya ahirat itu artinya mlarat , di manapun ada aherat , kalo bisa malah saya hindari , jangan sampai saya pulang kepada kemlaratan naik ke ahirat adil negari , apa bila salah dalam menjawab pasti di hukum , di ikat dan di paksa untuk bekerja berat dan lagi tidak di upah . Masuk aherat Nusa Srenggi
Nuso artinya manuso sreng artinya pekerjaan yang berat sekali enggi artinya pekerjaan , jadi atrinya manusia dipaksa bekerja kepada ratu nuso srenggi , apa tidak ciloko manusia hidup di dunia seperti itu tadi , seluruh keluarganya hanya makan beras sejimpit , tanpa ikan , sambal maupun sayur,itu adalah ahirat yang kelihatan di toto lahir, apabila ahiratnya orang mati melebihi itu , paduka jangan sampae pulang ke aherat , jangan sampae naik ke sorga , nanti kalo kesasar, banyak rojo koyo yang berada di situ, semua Cuma nrimo berselimutkan tanah , hidupnya bekerja dengan pak saan , tidak salah di cambuk, paduka jangan sampe menghadap gosti Allah , karena gosti Allah itu tidak ber warna dan tidak ber rupa , wujutnya hanya Asmo yang meliputi dunia dan aherat , paduka belum kenal , kenalnya hanya kenal seperti cahaya lintang dan rembulan , bertemunya cahaya bersinar menjadi satu , tidak pisah dan tidak menjadi satu , jauhnya tidak terkira , dekat tapi tidak bersinggungan , saya saja tidak bisa dekat apalagi paduka , Kanjeng Nabi Musa saja tidak kuat melihat cahayanya , maka Allah tidak kelihatan , hanya Dzatnya yang meliputi seluruh wujut , paduka wiji rohani bukan dari golongan malekat , manusia raganya berasal dari nutfah , menghadap Hyang Lotowalhujwa , apabila tempatnya sudah tua minta yang baru jadi tidak bolak balek , yang di sebut mati dan hidup, yang hidup napasnya masih berjalan , artinya hidup yang langgeng tidak berubah dan tidak menjadi tua , yang mati hanya raganya , tidak merasakan kenikmatan , makanya bagi orang yang ber agama budha , apabila jasatnya sudah tua , sukmanya keluar minta ganti jasat yang bagus.
Prabu Browijoyo tidak lah muda dan tidaklah tua , tetapi langgeng ditengah tengah jagat paduka , berjalan tidak bergerak dari tempatnya , berada di dalam gua sir cipta yang hening . Bawalah bawaanmu , membawa dan memakan raga , asksara telah leyab , hitungan jumlahnya telah terkumpul , melesat dengan utuh . Melihat jantung katub kiri , surut karena sir cipta , bertujuan di cetho cethik cethak (lidah menempel di atas langit – langit) itulah puncak dari pengetahuan , pengetahuannya orang budha , masuk nya roh berjalan melalui cethak , berhenti lagi di cethik , keluar di kalamwadi , gila lautan rahmat kemudian masuk di guwa garba / rahim perempuan , jatuhnya kenikmatan berada di dasarnya bumi rahmat , disitulah budi membuat istana baitullah yang mulia , kejadiannya dari sabda Kun , jadi berada di tengah – tengahnya jagat sorganya ibu , oleh sebab itulah manusia keblatnya derada di tengahnya jagad , jagadnya manusia itu Gua Sir Cipta namanya , di bawa ke mana – mana tidak berubah , umurnya sudah di tentukan , tidak bisa diajukan dan di undurkan , sudah tertulis di dalam lauhful mahfudz , bejo dan celakanya tergantung dari budi nalar dan pengetahuannya , yang kurang dalam ihtiarnya maka bekuranglah bejo / keberuntungannya , inilah asal muasal dari keblat papat / 4 penjuru mata angin yaitu : wetan , kilen , kidul , ler / timur , barat , selatan , utara .Artinya Wetan :yaitu wiwitan manusia maujut , artinya Kilen / kulon : orang tuwa kita kelon / kelonan / berhubungan intim , artinya Kidul : seorang istri di dudul / di masuki organ intimnya , kemudian artinya Lor : lahir / lahirlah jabang bayi , tanggal sepisan kapurnaman , Por itu artinya : jumbuh , Na itu artinya : ana / ada , Ma artinya : maujut /madep dating ujut / berujut , Jumbuh itu artinya pepak / lengkap , serba ada melingkupi alam sahir dan kabir . Tanggal sepisan /awal waktu manusia terlahir dari seorang ibu bersamaan dengan kakang mbarep adi ragil , Kakang Mbarep Itu kawah / air ketuban , Adi Ragil itu ari – ari , saudara yang terlahir bersamaan tanggal gaib nya , menjaga hidup dan kesadarannya , penjelmaan cahaya , ber ujud cahaya , pintu semua eling / kesadaran , siang dan malam janganlah takut dengan semua kejadian , ingatlah semuanya , terbit dan tengelamnya jangan sampai samar / ragu , dulu sekarang dan besok inilah pengetahuan orang Jawi yang ber agama budha .


Raga itu di ibaratkan kapal , sedangkan sukma adalah nahkodanya sebagai penunjuk arah , apabila kapal berjalan ke arah yang salah karena sang nahkoda maka akan menemui celaka , kapal akan pecah , orangnya rebah . Oleh karena itu harus mapan / teratur dan
terarah selagi kapal masih berjalan , apabila tidak mapan hidupnya , konon lagi matinya pasti juga tidak akan bisa mapan netepi sebagai titah manusia , apabila kapalnya pecah maka pisah dengan nahkodanya , artinya sukma berpisah dengan budi ,itulah yang di sebut sahadat , yaitu pisahnya kawulo dan gosti , Sah artinya pisah , Dat artinya dzatnya Gosti , apabila telah pisah antara raga dan sokma Budinya berganti baittullah , napas tali memuji kepada gosti , apabila telah terpisah raga , sukma dan budi , dalam keadaan mertitis / berangan angan yang tidak – tidak maka matinya akan salah selamanya , ini harus lah sangat berhati hati , ingatlah kepada asal dari kawulo , kawulo / seorang hamba juga wajib dan wenang matur dateng Gosti , meminta baitullah yang baru melebihi dari yang lama , raga dari manusia inilah yang disebut baitullah atau perahu buatan Allah , kejadiannya dari sabda Kun , apabila bitullah nya orang Jawi bisa manitis kepada baitullah lagi yang lebih bagus , sedangkan orang islam baitullah nya tinggal pangroso sedangkan kapalnya telah remuk .Apabila sukma itu mati alam dunia ini nati akan suwong / kosong , tidak ada manusia dan apabila manusia itu terus hidup maka dunia ini akan penuh sesak dengan manusia , berjalannya dari urutan yang tua kemudian yang muda demikian sampai ke pada roh lapisan / roh awal / roh sejati , walaupun sukmanya manusia apabila tekatnya nasar / tidak benar maka akan menjelma menjadi kuwuk / demit
, dan walaupun sukmanya hewan bisa juga menjalma jadi manusia , ( sesuai kehendak dan keadilan yang maha kuasa manusia itu ngunduh wohing pakarti / menuai sesuai apa yang di tanamnya . Ketika batara Wisnu memerintah di kerajaan Medang Kasapto , hewan hewan serta lelembut di cipta menjadi manusia menjadi bala tentaranya , Oleh sebab itu ketika eyang Paduka menjadi raja di kerajaan Gajah Oya bau badan dari orang satu dan yang lainnya berbeda beda sesuai dengan dahulunya ketika masih menjadi hewan .Serat tapak Hyang atau yang sering di sebut Sastrojendro Hayuningrat , terjadi karena darisabda kun , yang di namakan Jithok / punuk / buhul artinya puji thok / pujian saja , dewa yang membuat cahya menyelimuti seluruh badan , artinya incengen aneng cengelmu atau lihatlah pada dirimu sendiri.

SERAT DEWARUCI



Cerita Dewa Ruci diduga -menurut Prof. Dr. RM. Ng Purbotjaroko dan Dr.
Stutterheim- ditulis kira-kira pada masa peralihan agama, atau pada awal tersebarnya Islam di Tanah Jawa. Cerita aslinya, yang dianggap Babon-nya, dinisbahkan kepada Mpu Ciwamurti. Tetapi naskah-naskah kemudian dihubungkan kepada Ajisaka, yang konon menjadi murid Maulana Ngusman Ngali, seorang penyebar agama Islam. Pada tangan Sunan Bonang, Serat Dewa Ruci yang asli itu diterjemahkan dari Bahasa Kawi ke dalam bahasa Jawa Modern. Terjemahan ini tersimpan di perpustakaan pribadi R.Ng.Ronggowarsito.
Orang hanya dapat memahami Dewa Ruci bila ia memiliki latar belakang ilmu tasawuf, dengan merujuk paling tidak pada karya-karya Al-Ghazali dan Ibn Arabi. Walaupun Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko mengatakan bahwa nilai sastra dewa Ruci itu tidak besar dan nilainya sebagai buku tasawuf juga tidak begitu penting, bagi kebanyakan orang Jawa, terutama
“angkatan tua”, ia dianggap sebagai sumber pokok ajaran Kejawen, sebagai rujukan untuk “ilmu kasampurnan” .
Dalam Cerita Dewa Ruci, sebenarnya tasawuf disampaikan dengan menggunakan “bahasa” orang Jawa. Secara hermeneutik, jika kita membaca Cerita Dewa Ruci dengan Vorverstandnis (preunderstanding) sastra modern, kita akan mengatakannya seperti Prof. Dr. Ng. Purbotjaroko.Tetapi bila preunderstanding kita itu dilandasi pada literatur sufi,
kita akan melihatnya sangat sufistik.Sudah lazim dalam literatur sufi, para sufi mengajar lewat ceritra. Cerita itu diambil dari khazanah budaya bangsa yang dihadapi para sufi itu.
Lihatlah, bagaimana Sa’di, Rumi, dan Hafez mengambil banyak cerita dari khazanah Persia untuk mengajarkan tasawuf.
R. Ng. Ronggowarsito, yang sempat mengakses Dewa Ruci itu di perpustakaannya, sering merujuk kepadanya dan sangat terpengaruh olehnya pada karya-karya sufistiknya.Sebagai misal, dalam Suluk Suksma Lelana, dikisahkan seorang santri yang bernama Suksma Lelana.Ia melakukan perjalanan panjang untuk mencari ilmu sangkan paran kepada seorang guru kebatinan yang bernama Syekh Iman Suci di arga (bukit) Sinai.Ia mengalami berbagai cobaan. Ia berhadapan dengan putri Raja Kajiman bernama Dewi Sufiyah, dengan dua orang pembantunya: Ardaruntik dan Drembabhukti.
Menurut Dr Simuh, ketiga makhluk ini melambangkan tiga macam nafsu:
Sufiyah, Amarah, dan Lawwamah. Para penafsir Dewa Ruci juga menyebut gua di Candramuka dengan dua raksasa di sana sebagai tiga macam nafsu. Ada juga yang menyebut Bhima dengan empat saudaranya (saderek gangsal manunggil bayu), sebagai perjuangan diri kita melawan empat nafsu – Lawwamah, Amarah, Sufiyah, dan Mutmainnah.
Kisah pencarian air kehidupan bukan hanya ada di Jawa.
Kisah ini bahkan bisa dilacak sampai setua kebudayaan Mesopotamia, pada bangsa Sumeria.Di kota kuno Uruk bertahta Raja yang sangat perkasa, Gilgamesh.
Ia tidak pernah mengalami kekecewaan kecuali ketika sahabatnya yang sangat dicintainya, Enkidu, meninggal dunia.”Seperti singa betina yang ditinggal mati anak-anak bayinya, sang raja mondar-mandir di dekat ranjang kawannya, meremas-remas rambutnya sendiri, minta anak buahnya membuat patung kawannya dan meraung-meraung dengan keras,” begitu tertulis dalam 12 bilah papan yang dikumpulkan dari fragmen Akkadia, kira-kira 1750 SM.
“Aduhai, biarlah aku tidak mati seperti sahabatku Enkidu. Derita telah merasuki tubuhku. Mati aku takut. Aku akan terus berjalan. Aku tidak akan mundur,” kata Gilgamesh sambil meneruskan perjalanannya mencari tanaman yang akan melepaskannya dari kematian dan mengantarkannya kepada keabadian. Hampir seperti Dewa Ruci, ia menempuh perjalanan yang berat dan berbahaya. Ia berhadapan dengan singa-singa yang buas, yang dapat ia hindari berkat bantuan Dewa Bulan. Ia pergi ke gunung di tempat mentari tenggelam. Kepadanya diperlihatkan kematian. Ia berjumpa dengan manusia kalajengking yang menjaga gua. Seorang di antaranya membukakan pintu gua. Gilgamesh dilemparkan ke dalam kegelapan. Habis gelap terbitlah terang. Ia sampai ke taman yang indah dan di tepi pantai ia berjumpa dengan putri yang misterius, Siduri. Sang putri melarangnya meneruskan perjalanan:
O Gilgamesh, whither do you fare?
The life you seek, you will not find
When the gods created man,
They apportioned death to mankind;
And retained life to themselves
O Gilgamesh, fill your belly,
Make merry, day and night;
Make of each day a festival of joy,
Dance and play, day and night!
Let your raiment be kept clean,
Your head washed, body bathed,
Pay heed to the little one, holding onto your hand,
Let your wife delighted your heart,
For in this is the portion of man
Tetapi Gilgamesh tidak ingin berkutat pada “the portion of man”.Ia ingin mencari jauh di luar itu. Ia ingin abadi.Putri itu mengantarkannya kepada tukang perahu kematian, yang pada
gilirannya mengantarkannya ke lautan kosmis.Di situ ia berjumpa dengan Untuk-napishtim, yang hidup abadi bersama isterinya.Ia diberitahu bahwa tanaman keabadian itu terletak di dasar samudra kosmis.Ia harus memetiknya. Pohonnya berduri yang sangat tajam.Tak pernah orang datang untuk memetik tanaman itu, kembali ke pantai dalam keadaan selamat.Jika durinya mengenai tangan, tangan akan segera terpotong; tetapi bila tangan itu berhasil mencabutnya, ia akan hidup abadi.Singkatnya cerita, Gilgamesh berhasil memetiknya, membawanya ke pantai,
dan -ketika ia beristirahat mandi sejenak- ular mencuri tanaman itu.
Gilgamesh tidak bisa berusia panjang, tetapi ular bisa .
Lalu, lebih kemudian dari kebudayaan Sumeria, adalah kisah kepahlawanan Aleksander yang Agung dari Masedonia.Setelah berbagai penaklukannya yang menakjubkan, ia juga ingin mencari
air kehidupan, yang akan memberikannya keabadian.Aleksander menempuh perjalanan panjang bersama tukang masaknya yang bernama Andreas.Setelah berkelana bertahun-tahun, akhirnya keduanya memutuskan untuk mengambil jalan terpisah.Pada suatu tempat, di tepi sungai, Andreas berhenti untuk makan.Ia membuka bakul makanan, yang di dalamnya sudah disimpan ikan yang sudah dimasak.Tiba-tiba sepercik air mengenai ikan itu. Ikan melompat ke sungai.Andreas mengejar ikan itu dan akhirnya kecebur dalam air keabadian.
Filosofi Dewa Ruci
Kiranya perlu dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan antara kawula (manusia)dan Gusti (Pencipta) (manunggaling kawula Gusti )/ pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total.
Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Sang Pencipta, yang mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur. beberapa laku harus dipraktekkan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang mantap.Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semua orang serta melalui kebersihan hati dan tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu hayuning bawono. Kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami dan mencari makna dan hakekat hidup yang mengandung nilai-nilai spiritual yang tinggi.
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi dan tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan sebagainya. Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu medoakan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun ,tiga tahun, dan seribu harinya setelah seseorang meninggal ( tahlilan ). Dan tindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang.
Perkembangan budaya jawa yang mulai tergilas oleh perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang jawa dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir bagaimana bisa membuktikan hal gaib secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode tanpa mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu kehilangan unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian.
Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu adalah simbol dari hakikat kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga) yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke empatnya dipercaya akan memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun dengan adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu tidak lagi menjadi syarat pembangunan rumah.Dengan analisa tersebut dapat diperkirakan bagaimana nantinya faham simbolisme akan bergeser dari budaya jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh kehidupan manusia tapi kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai kapanpun simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya cakra panggilingan.
Orang Jawa menganggap cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.
Dewa Ruci yang merupakan cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria Werkudara dan Dewa Ruci.Dalam bentuk kakawin (tembang) oleh Pujangga Surakarta,Yosodipuro berjudul:”Serat Dewaruci Kidung” yang disampaikan dalam bentuk macapat, berbahasa halus dan sesuai rumus-rumus tembang, dengan bahasa Kawi, Sanskerta dan Jawa Kuna.
Intisari cerita tersebut yaitu bahwa pihak kaum Kurawa dengan dinegeri Amarta, ingin menjerumuskan pihak Pandawa dinegeri Astina,(yang sebenarnya adalah:bersaudara) ke dalam kesengsaraan, melalui perantaraan guru Durna. Sena yang juga adalah murid guru Durno diberikan ajaran: bahwa dalam mencapai kesempurnaan demi kesucian badan ,Sena diharuskan mengikuti perintah sang Guru untuk mencari air suci penghidupan ke hutan Tibrasara. Sena mengikuti perintah gurunya dan yakin tidak mungkin teritipu dan terbunuh oleh anjuran Gurunya, dan tetap berniat pergi mengikuti perintah sang Guru,walaupun sebenarnya ada niat sang Guru Durno untuk mencelakaannya.
Diceritakan Pada saat di negeri Amarta ,Prabu Suyudana/raja Mandaraka/prabu Salya sedang rapat membahas bagaimana caranya Pandawa dapat ditipu secara halus agar musnah, sebelum terjadinya perang Baratayuda, bersama dengan Resi Druna, Adipati Karna, Raden Suwirya, Raden Jayasusena, Raden Rikadurjaya, Adipati dari Sindusena, Jayajatra, Patih Sengkuni, Bisma, Dursasana, dan lain-lainnya termasuk para sentana/pembesar andalan lainnya.
Kemudian Durna memberi petunjuk kepada Sena, bahwa jika ia telah menemukan air suci itu ,maka akan berarti dirinya mencapai kesempurnaan, menonjol diantara sesama makhluk,dilindungi ayah-ibu, mulia, berada dalam triloka,akan hidup kekal adanya. Selanjutnya dikatakan, bahwa letak air suci ada di hutan Tibrasara, dibawah Gandawedana, di gunung Candramuka, di dalam gua. Kemudian setelah ia mohon pamit kepada Druna dan prabu Suyudana, lalu keluar dari istana, untuk mohon pamit, mereka semua tersenyum, membayangkan Sena berhasil ditipu dan akan hancur lebur melawan dua raksasa yang tinggal di gua itu, sebagai rasa optimisnya ,untuk sementara merekamerayakan dengan bersuka-ria, pesta makan minum sepuas-puasnya.
Setelah sampai di gua gunung Candramuka, air yang dicari ternyata tidak ada, lalu gua disekitarnya diobrak-abrik. Raksasa Rukmuka dan Rukmakala yang berada di gua terkejut, marah dan mendatangi Sena. Namun walau telah dijelaskan niat kedatangannya, kedua raksasa itu karena merasa terganggu akibat ulah Sena, tetap saja mengamuk. Terjadi perkelahian …….Namun dalam perkelahian dua Raksaksa tersebut kalah, ditendang, dibanting ke atas batu dan meledak hancur lebur. Kemudian Sena mengamuk dan mengobrak-abrik lagi sampai lelah,dalam hatinya ia bersedih hati dan berfikir bagaimana mendapatkan air suci tersebut.Karena kelelahan,kemudian ia berdiri dibawah pohon beringin.
Setibanya di serambi Astina, saat lengkap dihadiri Resi Druna, Bisma, Suyudana, Patih Sangkuni, Sindukala, Surangkala, Kuwirya Rikadurjaya, Jayasusena, lengkap bala Kurawa, dan lain-lainnya, terkejut….! atas kedatangan Sena. Ia memberi laporan tentang perjalannya dan dijawab oleh Sang Druna :bahwa ia sebenarnya hanya diuji, sebab tempat air yang dicari, sebenarnya ada di tengah samudera. Suyudana juga membantu bicara untuk meyakinkan Sena.
Karena tekad yang kuat maka Senapun nekat untuk pergi lagi….., yang sebelumnya ia sempat mampir dahulu ke Ngamarta.(tempat para kerabatnya berada) Sementara itu di Astina keluarga Sena yang mengetahui tipudaya pihak Kurawa mengirim surat kepada prabu Harimurti/Kresna di Dwarawati, yang dengan tergesa-gesa bersama bala pasukan datang ke Ngamarta.

Setelah menerima penjelasan dari Darmaputra, Kresna mengatakan bahwa janganlah Pandawa bersedih, sebab tipu daya para Kurawa akan mendapat balasan dengan jatuhnya bencana dari dewata yang agung. Ketika sedang asyik berbincang-bincang, datanglah Sena, yang membuat para Pandawa termasuk Pancawala, Sumbadra, Retna Drupadi dan Srikandi, dan lain-lainnya, senang dan akan mengadakan pesta. Namun tidak disangka, karena Sena ternyata melaporkan bahwa ia akan meneruskan pencarian air suci itu, yaitu ke tengah samudera. Nasehat dan tangisan, termasuk tangisan semua sentana laki-laki dan perempuan, tidak membuatnya mundur.
Sena berangkat pergi, tanpa rasa takut keluar masuk hutan, naik turun gunung, yang akhirnya tiba di tepi laut. Sang ombak bergulung-gulung menggempur batu karang bagaikan menyambut dan tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia di tipu agar masuk ke dalam samudera, topan datang juga riuh menggelegar, seakan mengatakan bahwa Druna memberi petunjuk sesat dan tidak benar.
Bagi Sena, lebih baik mati dari pada pulang menentang sang Maharesi, walaupun ia tidak mampu masuk ke dalam air, ke dasar samudera. Maka akhirnya ia berpasrah diri, tidak merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak dewata yang agung, karena sudah menyatakan kesanggupan kepada Druna dan prabu Kurupati, dalam mencari Tirta Kamandanu, masuk ke dalam samudera.
Dengan suka cita ia lama memandang laut dan keindahan isi laut, kesedihan sudah terkikis, menerawang tanpa batas, lalu ia memusatkan perhatian tanpa memikirkan marabahaya, dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tampak kegembiraannya, dan tak lupa digunakannya ilmu Jalasengara, agar air menyibak.
Alkisah ada naga sebesar segara anakan, pemangsa ikan di laut, wajah liar dan ganas, berbisa sangat mematikan, mulut bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit Sena sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena bingung dan mengira cepat mati, tapi saat lelah tak kuasa meronta, ia teringat segera menikamkan kukunya, kuku Pancanaka, menancap di badan naga, darah memancar deras, naga besar itu mati, seisi laut bergembira.

Sementara itu Pandawa bersedih hati dan menangis memohon penuh iba, kepada prabu Kresna. Lalu dikatakan oleh Kresna, bahwa Sena tidak akan meninggal dunia, bahkan mendapatkan pahala dari dewata yang nanti akan datang dengan kesucian, memperoleh cinta kemuliaan dari Hyang Suksma Kawekas, diijinkan berganti diri menjadi batara yang berhasil menatap dengan hening. Para saudaranya tidak perlu sedih dan cemas.
Kembali dikisahkan Sang Wrekudara yang masih di samudera, ia bertemu dengan dewa berambut panjang, seperti anak kecil bermain-main di atas laut, bernama Dewa Ruci. Lalu ia berbicara :”Sena apa kerjamu, apa tujuanmu, tinggal di laut, semua serba tidak ada tak ada yang dapat di makan, tidak ada makanan, dan tidak ada pakaian. Hanya ada daun kering yang tertiup angin, jatuh didepanku, itu yang saya makan”. Dikatakan pula :”Wahai Wrekudara, segera datang ke sini, banyak rintangannya, jika tidak mati-matian tentu tak akan dapat sampai di tempat ini, segalanya serba sepi. Tidak terang dan pikiranmu memaksa, dirimu tidak sayang untuk mati, memang benar, disini tidak mungkin ditemukan”.
“Kau pun keturunan Sang Hyang Pramesthi, Hyang Girinata, kau keturunan dari Sang Hyang Brama asal dari para raja, ayahmu pun keturunan dari Brama, menyebarkan para raja, ibumu Dewi Kunthi, yang memiliki keturunan, yaitu sang Hyang Wisnu Murti. Hanya berputra tiga dengan ayahmu, Yudistira sebagai anak sulung, yang kedua dirimu, sebagai penengah adalah Dananjaya, yang dua anak lain dari keturunan dengan Madrim, genaplah Pandawa, kedatanganmu disini pun juga atas petunjuk Dhang Hyang Druna untuk mencari air Penghidupan berupa air jernih, karena gurumu yang memberi petunjuk, itulah yang kau laksanakan, maka orang yang bertapa sulit menikmati hidupnya”, lanjut Dewa Ruci.

Kemudian dikatakan :”Jangan pergi bila belum jelas maksudnya, jangan makan bila belum tahu rasa yang dimakan, janganlah berpakaian bila belum tahu nama pakaianmu. Kau bisa tahu dari bertanya, dan dengan meniru juga, jadi dengan dilaksanakan, demikian dalam hidup, ada orang bodoh dari gunung akan membeli emas, oleh tukang emas diberi kertas kuning dikira emas mulia. Demikian pula orang berguru, bila belum paham, akan tempat yang harus disembah”.
Wrekudara masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan “Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa sena bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”.Dewa Ruci tersenyum dan berkata lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.

Atas petunjuk Dewa Ruci, Sena masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri. Dan tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian, terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu matahari, nyaman rasa hati.
Ada empat macam benda yang tampak oleh Sena, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci: “Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.

Yang hitam kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Suksma Mulia.
Lalu Wrekudara melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari (air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.
Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih, jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.

Tentang keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri, menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab. Sedangkan Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Manusia bagaikan wayang, Dalang yang memainkan segala gerak gerik dan berkuasa antara perpaduan kehendak, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk memainkan panggungnya.
Penerima ajaran dan nasehat ini tidak boleh menyombongkan diri, hayati dengan sungguh-sungguh, karena nasehat merupakan benih. Namun jika ditemui ajaran misalnya kacang kedelai disebar di bebatuan tanpa tanah tentu tidak akan dapat tumbuh, maka jika manusia bijaksana, tinggalkan dan hilangkan, agar menjadi jelas penglihatan sukma, rupa dan suara. Hyang Luhur menjadi badan Sukma Jernih, segala tingkah laku akan menjadi satu, sudah menjadi diri sendiri, dimana setiap gerak tentu juga merupakan kehendak manusia, terkabul itu namanya, akan segala keinginan, semua sudah ada pada manusia, semua jagad ini karena diri manusia, dalam segala janji janganlah ingkar.
Jika sudah paham akan segala tanggung jawab, rahasiakan dan tutupilah. Yang terbaik, untuk disini dan untuk disana juga, bagaikan mati di dalam hidup, bagaikan hidup dalam mati, hidup abadi selamanya, yang mati itu juga. Badan hanya sekedar melaksanakan secara lahir, yaitu yang menuju pada nafsu.
Wrekudara setelah mendengar perkataan Dewa Ruci, hatinya terang benderang, menerima dengan suka hati, dalam hati mengharap mendapatkan anugerah wahyu sesungguhnya. Dan kemudian dikatakan oleh Dewa Ruci :”Sena ketahuilah olehmu, yang kau kerjakan, tidak ada ilmu yang didatangkan, semua sudah kau kuasai, tak ada lagi yang dicari, kesaktian, kepandaian dan keperkasaan, karena kesungguhan hati ialah dalam cara melaksanakan.
Dewa Ruci selesai menyampaikan ajarannya, Wrekudara tidak bingung dan semua sudah dipahami, lalu kembali ke alam kemanusiaan, gembira hatinya, hilanglah kekalutan hatinya, dan Dewa Ruci telah sirna dari mata,
Wrekudara lalu mengingat, banyak yang didengarnya tentang tingkah para Pertapa yang berpikiran salah, mengira sudah benar, akhirnya tak berdaya, dililit oleh penerapannya, seperti mengharapkan kemuliaan, namun akhirnya tersesat dan terjerumus.

Bertapa tanpa ilmu, tentu tidak akan berhasil, kematian seolah dipaksakan, melalui kepertapaannya, mengira dapat mencapai kesempurnaan dengan cara bertapa tanpa petunjuk, tanpa pedoman berguru, mengosongkanan pikiran, belum tentu akan mendapatkan petunjuk yang nyata. Tingkah seenaknya, bertapa dengan merusak tubuh dalam mencapai kamuksan, bahkan gagallah bertapanya itu.
Guru yang benar, mengangkat murid/cantrik, jika memberi ajaran tidak jauh tempat duduknya, cantrik sebagai sahabatnya, lepas dari pemikiran batinnya, mengajarkan wahyu yang diperoleh. Inilah keutamaan bagi keduanya.
Tingkah manusia hidup usahakan dapat seperti wayang yang dimainkan di atas panggung, di balik layar ia digerak-gerakkan, banyak hiasan yang dipasang, berlampu panggung matahari dan rembulan, dengan layarnya alam yang sepi, yang melihat adalah pikiran, bumi sebagai tempat berpijak, wayang tegak ditopang orang yang menyaksikan, gerak dan diamnya dimainkan oleh Dalang, disuarakan bila harus berkata-kata, bahwa itu dari Dalang yang berada dibalik layar, bagaikan api dalam kayu, berderit oleh tiupan angin, kayu hangus mengeluarkan asap, sebentar kemudian mengeluarkan api yang berasal dari kayu, ketahuilah asal mulanya, semuanya yang tergetar, oleh perlindungan jati manusia, yang yang kemudian sebagai rahasia.

Kembali ke Negeri Ngamarta
Tekad yang sudah sempurna, dengan penuh semangat, Raden Arya Wrekudara kemudian pulang dan tiba ke negerinya, Ngamarta, tak berpaling hatinya, tidak asing bagi dirinya, sewujud dan sejiwa, dalam kenyataan ditutupi dan dirahasiakan, dilaksanakan untuk memenuhi kesatriaannya. Permulaan jagad raya, kelahiran batin ini, memang tidak kelihatan, yang bagaikan sudah menyatu, seumpama suatu bentukan, itulah perjalanannya.
Bersamaan dengan kedatangan Sena, di Ngamarta sedang berkumpul para saudaranya bersama Sang Prabu Kresna, yang sedang membicarakan kepergian Sena, cara masuk dasar samudera. Maka disambutlah ia, dan saat ditanya oleh Prabu Yudistira mengenai perjalanan tugasnya, ia menjawab bahwa perjalanannya itu dicurangi, ada dewa yang memberi tahu kepadanya, bahwa di lautan itu sepi,tidak ada air penghidupan. Gembira mendengar itu, lalu Kresna berkata :”Adikku ketahuilah nanti, jangan lupa segala sesuatu yang sudah terjadi ini”.

MAKNA AJARAN DEWA RUCI
- Pencarian air suci Prawitasari
Guru Durna memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.
- Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai lendeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.
1. Sebelum melakukan samadi orang harus membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.
2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung. Terminologi mistis yang dipakai adalah mendaki gunung Tursina, Tur berarti gunung, sina berarti tempat artinya tempat yang tinggi.
Pandangan atau paningal sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.
- Raksasa Rukmuka dan Rukmakala
Di hutan, Bima diserang oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmala. Dalam pertempuran yang hebat Bima berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.
Rukmuka : Ruk berarti rusak, ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak (kemukten).
Rukmakala : Rukma berarti emas, kala adalha bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain (kamulyan)
Bima tidak akan mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan, karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus halangan-halangan tersebut.
- Samudra dan Ular
Bima akhirnya tahu bahwa air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.
Ular adalah simbol dari kejahatan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru. Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya. Untuk itu dia harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Rila: dia tidak susah apabila kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.
2. Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.
3. Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.
4. Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar.
5. Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
6. Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.
7. Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.
8. Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
9. Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati.
10. Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
11. Samadi.
12. Ngurang-ngurangi: dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.
Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima mebunuh ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia. Bima memasuki raga Dewa Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Didalam, Bima bisa melihat dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.
Pelajaran spiritual dari pertemuan ini adalah :
- Bima bermeditasi dengan benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya dengan cipta hening dan rasa hening.
- Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti.
Didalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.
Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima
Bima mengenakan pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunytan-kenyataan sejati. Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai sinar suci yang terang yang terdapat didalam paningal.
Batik poleng : kain batik yang mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.
Tusuk konde besar dari kayu asem
Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Tanda emas diantara mata.
Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.
Kuku Pancanaka
Bima mengepalkan tinjunya dari kedua tangannya.
Melambangkan :
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnya lima pandawa bisa mengalahkan seratus korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah mencapai ilmu sejati.


SEDULUR PAPAT LIMA PANCER

Mengambil dari Kitab Kidungan Purwajati tulisannya dimulai dari lagu Dhandanggula yang bunyinya sebagai berikut:
Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang.
Pada lagu diatas, disebutkan bahwa “Saudara Empat” itu adalah Marmati, Kawah, Ari – ari (plasenta/ tembuni) dan Darah yang umumnya disebut Rahsa. Semua itu berpusat di Pusar yaitu berpusat di Bayi.
Jelasnya mereka berpusat di setiap manusia. Mengapa disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari – Ari, dan Rahsa? Marmati itu artinya Samar Mati (Takut Mati)! Umumnya bila seorang ibu mengandung sehari – hari pikirannya khawatir karena Samar Mati. Rasa khawatir tersebut hadir terlebih dahulu sebelum keluarnya Kawah (air ketuban), Ari – ari, dan Rahsa. Oleh karena itu Rasa Samar Mati itu lalu dianggap Sadulur Tuwa (Saudara Tua). Perempuan yang hamil saat melahirkan, yang keluar terlebih dahulu adalah Air Kawah (Air Ketuban) sebelum lahir bayinya, dengan demikian Kawah lantas dianggap Sadulur Tuwa yang biasa disebut Kakang (kakak) Kawah. Bila kawah sudah lancar keluar, kemudian disusul dengan ahirnya si bayi, setelah itu barulah keluar Ari – ari (placenta/ tembuni). Karena Ari – ari keluar setelah bayi lahir, ia disebut sebagai Sedulur Enom (Saudara Muda) dan disebut Adhi (adik) Ari-Ari. Setiap ada wanita yang melahirkan, tentu saja juga mengeluarkan Rah (Getih=darah) yang cukup banyak. Keluarnya Rah (Rahsa) ini juga pada waktu akhir, maka dari itu Rahsa itu juga dianggap Sedulur Enom. Puser (Tali pusat) itu umumnya gugur (Pupak) ketika bayi sudah berumur tujuh hari. Tali pusat yang copot dari pusar juga dianggap saudara si bayi. Pusar ini dianggap pusatnya Saudara Empat. Dari situlah muncul semboyan ‘Saudara Empat Lima Pusat’
Keempat nafsu yang digambarkan oleh ke empat hewan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Amarah : Bila manusia hanya mengutamakan nafsu amarah saja, tentu akan selalu merasa ingin menang sendiri dan selalu ribut/ bertengkar dan akhirnya akan kehilangan kesabaran. Oleh karena itu, sabar adalah alat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.
Supiyah / Keindahan : Manusia itu umumnya senang dengan hal hal yang bersifat keindahan misalnya wanita (asmara). Maka dari itu manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/ berahi diibaratkan bisa membakar dunia.
Aluamah / Serakah : Manusia itu pada dasarnya memiliki rasa serakah dan aluamah. Maka dari itu, apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan manusia bisa merasa ingin hidup makmur sampai tujuh turunan.
Mutmainah / Keutamaan : Walaupun nafsu ini merupakan keutamaan atau kebajikan, namun bila melebihi batas, tentu saja tetap tidak baik. Contohnya: memberi uang kepada orang yang kekurangan itu bagus, namun apabila memberikan semua uangnya sehingga kita sendiri menjadi kekurangan, jelas itu bukan hal yang baik.
Maka dari itu, saudara empat harus diawasi dan diatur agar jangan sampai ngelantur. Manusia diuji agar jangan sampai kalah dengan keempat saudaranya yang lain, yaitu harus selalu menang atas mereka sehingga bisa mengatasinya. Kalau Manusia bisa dikalahkan oleh saudara empat ini, berarti hancurlah dunianya. Sebagai Pusat, manusia harus bisa menjadi pengawas dan menjadi patokan. Benar tidaknya silakan anda yang menilai.
SEDULUR PAPAT LIMA PANCER DAN SISTEM KEMALAIKATAN.

Setelah Islam masuk P.JAWA kepercayaan tentang saudara empat ini dipadukan dengan 4 malaikat di dunia Islam yaitu Jibril, Mikail , Isrofil, Ijro’il.
Dan oleh ajaran sufi tertentu di sejajarkan denga ke’empat sifat nafsu yaitu:
Nafsu Amarah, Lawwamah, Sufiah dan Mutmainah.
Pertama Jibril atau dalam bahasa ibrani Gabriel artinya pahlawan tuhan. Jabr’ El
kekuatan tuhan fungsinya adalah penyampai informasi, didalam islam dikenal sebagai penyampai wahyu pada para nabi.
Dalam konsep islam Jawa Jibril diposisikan pada kekuatan spiritual pada KETUBAN.
Ada pandangan yang menyatakan setelah N.Muhammad wafat maka otomatis Jibril menganggur karena beliaulah orang yang menerima wahyu terakhir.
Tapi tidak demikian dalam pandangan Jawa, setiap orang di sertai Jibrilnya.
hakikatnya hanya ada satu Jibril di alam raya ini tapi pancaran cahayanya ada dalam setiap diri. seperti Ruh tidah pernah dinyatakan dalam bentuk jamak didalam Al-Quran. Tetapi setiap diri mendapat tiupan ruh dari tuhan dan ruh tersebut menjadi si A, si B, si C Dst.. satu tetapi terpantul pada setiap cermin sehingga seolah2 setiapm cermin mengandung Ruh, dan manusia sebenarnya adalah cermin bagi sang diri. setiap diri menerima limpahan cahayanya.
Diantara limpahan cahayanya adalah Jibril yang menuntun setiap orang.
Jibril akan menuntunmanusia kejalan yang benar.., yang telah membersihkan dirinya, membersihkan cerminya, membersihkan hatinya.
Jibril lah yang menambahdaya agar teguh dan tebal keimanan seseorang. dalam khasanah jawa Jibril berdampingan dengan Guru sejati, bersanding dengan diri Pribadi.
Jibril tidak mampu mengantarka diri Nabi ke Sidratul Muntaha dalam Mij’raj beliau juga diceritakan ketika Jibril menampakan diri kehadapan rasul selalu ditemani malaikat mulia Lainya yaitu Mikail isrofil Ijroil…
Jelas kiranya bahwa kahadiran ketuban ketika membungkus janin ternyata disertai saudara2nya yang lain.
Ditinjau dari keddudukannya yang keluar paling awal maka disebut sebagai kakak atau kakang ( saudara tua ) si bayi.
begitu bayi lahir maka selesailah sudah tugas ketuban secara fisik. tetapi exsistensi ketuban secara ruhaniah ia tetap menjaga dan membimbing bayi tersebut sampai akhir hayat.
secara extensi Jibril diciptakan setelah malaikat Mikail. dan Tali Pusar ada lebih dulu dari pada selaput yang membungkus janin di pintu rahim (cervix)
Ke Dua Malaikat Israfil. Menurut hadis malaikat Israfil diciptakan setelah penciptaan Arsy ( Singgasana Tuhan ) disebut sebagai malaikat penggenggam alam semesta, ia meniup Terompet Pemusnahan Dan Pembangkitan. Ia digambarkan menengadah ke atas untuk melihat jadwal kiamat yang ada di Lawh Al Mahfuzh.
Israfil di sepadankan dengan ari-ari, tembuni atau Placenta, Ari-Ari adalah yang memayungi sang janin sampai ketempat tujuan dialah yang memberikan keamanan menyalurkan makanan dan kenyamanan pada janin dengan ari-ari ini kehidupan berlangsung dalam janin.
Exsistensi Ari-ari ini disejajarkan dengan malaikat Israfil Dalam kelahiran janin, Ari-ari diterima sebagai saudara muda ( adik ).
Meskipun jasadnya telah tak ada lagi ari-ari tetap memberikan perlindungan bagi manusia setelah dilahirkan..
dari sisi keberadaanya malaikat Israfil dicipta terlebih dahulu dari pada malaikat Mikail dan Jibril As.
Israfil diyakini sebagai Pelita Hati Bagi manusia agar hatinya tetap terang, Itulah sebabnya sejahat-jahatnya manusia masih ada secercah cahaya dalam hatinya tetap ada kebaikan yang dimilikinya meski hanya sebesar debu…
Yang ketiga adalah Malaikat Mikail, Salah satu malaikat yang menjadi pembesar para malaikat.. Tugas malaikat Mikail adalah Memelihara Kehidupan.
Dalam hadis diceritakan bahwa malaikat Mikail mengemban tugas memelihara pertumbuhan pepohonan, kehidupan Hewan juga Manusia.. Dialah yang mengatur angin dan hujan dan membagi rejeki pada seluruh mahluk.
Pada konsep sedulur papat yang sudah di sesuaikan dengan ajaran Islam, Tali Pusar merupakan Lokus, tempat dudukan bagi malaikat Mikail dia merupakan tali penghubung bagi kehidupan manusia.Zat zat makanan, Oksigen dan Zat yang perlu dibuang dari tubuh janin agar tidak meracuni tubuh janin.
Subhanallah.. dia telah mengatur kehidupan manusia dalam rahim melalui malaikat malaikatnya..
Mikail dipandang orang jawa sebagai saudara yang memberikan sandang, pangan dan papan, Jika seseorang memohon perlindungan tuhan maka Mikail yang akan menjalankan perintah Tuhan untuk melindunginya.
Ke Empat adalah Malaikat Ijroil. Malaikat Maut yang dipercaya sebagai yang bertanggung jawab akan Kematian. Kehadirannya amat ditakuti Manusia.. Jika ajal telah tiba maka ia akan Me wafatkan manusia sesuai waktunya..
Dalam konsep sedulur papat Malaikat maut ini ternyata saudara Manusia sendiri bukan orang lain dan ia tidak akan menyalahi tugasnya.. bila seseorang belum sampai ajalnya dia tak akan mewafatkannya.. Dia hadir untuk meringankan penderitaan manusia, saudara sejati pasti melindungi bila yang bersangkutan selalu dijalan yang benar..
Bayangkan bila manusia tidak bisa mati tetapi hidupnya menderita..?
apa tidak tersiksa..? bayangkan bila ada orang yang maumati aja sulitnya bukan main.. Nauzubillah..
Ijroil disebut sebagai kekuatan Tuhan yang berada didalam Darah, Dalam kehidupan sehari hari Ijroil bertugas untuk menjaga hati yang suci, Jika hati terjaga kesuciannya maka ketakutan akan hidup menderita dan kematian akan tak ada lagi.
Jika ajal telah sampai maka Ijroil mengorganisasi malaikat lainnya, mengorganisasi saudara saudara lainnya untuk mengakhiri hidupnya.
Permana yang memberikan kekuatan pada sang Jiwa diangkat keluar tubuh, sehingga tubuh tak dapat lagi dikendalikan oleh jiwa. Ruh penyambung hidup kita lepas.. tubuh menjadi lunglai lak berdaya dan ini bentuk umum kematian bagi manusia.. loh kok gitu yaa..?
Nah yang tidak umum yaaa.. bila Sang Diri Sejati manusia mampu memimpin saudara-saudaranya untuk melepaskan Jiwa manusia kealam Gaib..
Orang demikian sudah mempu menyongsong kematiannya dengan benar, dia memberitahukan pada sanak dan saudaranya kapan kematiannya akan datang..
Semua saudara gaib ini sudah menjadi satu dengan tubuh kita, ketika dalam rahim sendiri-sendiri wujudnya. tapi ketika sang Bayi sudah lahir hanya ada satu wujud. Empat saudara kita tetap menyertai kita dalam wujud Ruh.. dan Tidak Kasat Mata..
Ada kutipan Ayat dalam Al-Quran yang perlu di simak..
” In Kullu nafsin lamma alayha hafizh” > ‘Setiap diri niscaya ada penjaganya’
Atau
” Wa huwa al-qahir fawq iba’dih wa yusril alaykum hafazhah hatta idza ja’a ahadakum al-mawt tawaffathu rusuluna wahum la yufarrithun” >’ Dialah yang berkuasa atas semua hambanya. Dan dia mengutus kepada kalian Penjaga-Penjaga untuk melindungimu. Jika seseorang sudah waktunya mati, maka utusan-utusan kami itu mewafatkannya tanpa keliru”
Simbolisasi sedulur papat limo pancer dalam perwayangan :
Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan ‘ngelmu’ sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants for single moms