Dalam  pembahasan sebelumnya kita pernah membahas bahwa dalam garis besarnya  filsafat terbagi dalam 3 cabang. Teori pengetahuan yang membicarakan  tentang cara memperoleh disebut dengan sistematika epistemologi, dan yang membicarakan tentang hakikat pengetahuan adalah sistematika ontologi, sedangkan yang membicarakan guna atau manfaat pengetahuan adalah sistematika axiologi.
Kali ini kita akan sedikit menyoroti pada ranah epistemologi.  Sistematika ini membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara  memperoleh pengetahuan. Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa “epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, stucture, methods and validity of knowledge”  itulah sebab kita sering menyebutnya dengan istilah filsafat  pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemologi  untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun  1854.
Pengetahuan  manusia ada tiga macam yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat,  dan pengetahuan mistik. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui  berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai adat. Dengan ini para  filosof banyak mengemukakan pendapatnya tentang bagaimana sebenarnya  pengetahuan itu diperoleh manusia. Dan pada zaman kemodernan filsafat  muncullah beberapa aliran dalam hal ini. Dan ada dua kelompok besar yang  saling berlatar belakang berbeda dan beradu argumentasi untuk  eksistensi masing – masing, yaitu aliran Rasionalisme dan Empirisme. 
RASIONALISME
Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang  berarti “akal”. A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya  Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal  merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Atau dengan kata lain  bahwa pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal manusia.
Sementara  itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang  berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam  penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama  pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari  pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang  memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk  mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan  pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu  atas dasar asas-asas pertama yang pasti.
Rasionalisme  tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya  dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini  yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya  di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide  yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran  hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan  akal saja. Kerjasama ini akan melahirkan metode sains (Scientific  Methods) dan dari metode ini melahirkan pengetahuan sains (Scientific  Knowledge) yagn dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai  pengetahuan Ilmiah. 
Kaum  Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma  dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide  yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran  manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide  tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari  lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai  bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Dalam  pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena  pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori,  dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan  sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip  tersebut.
Dalam  perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh,  masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu  koridor yang sama. Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan  seperti René Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff  dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad ke-18 nama-nama seperti  Voltaire, Diderot dan D’Alembert adalah para pengusungnya. Sejarah  Rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme  dalam filsafatnya. Ini jelas kemudian dilajutkan oleh orang – orang  sofis dan tokoh – tokoh penentangnya yaitu Socrates, Plato, dan  Aristoteles.
Rasionalisme  atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa  kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis  yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme,  dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi  diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau  takhayul.
Zaman  Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke 17 sampai akhir abad  ke 18. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah  penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan  kebenaran.
Ternyata,  penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu  pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari  ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut  orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai  sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi  pada bagian kedua abad ke 17 dan lebih lagi selama abad 18 antara lain  karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton  (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu  menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang  berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam  harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton  sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi  dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan  kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan  orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad  mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat  modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad 18  disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
Pada pertengahan abad ke-20,  ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara  besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern  hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
Tokoh – tokoh Rasionalisme
-  Rene Descartes (1596 -1650)
-  Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
-  B. De Spinoza (1632 -1677 M)
-  G.W.Leibniz (1946-1716)
-  Christian Wolff (1679 -1754)
-  Blaise Pascal (1623 -1662 M)
Rene Descartes
Dan  yang paling menonjol diantara mereka adalah Rene Descartes, sebagai  orang pertama dalam zaman modern yang meyakini bahwa dasar semua  pengetahuan berada dalam pikiran. Yaitu dengan jargon yang dibawanya “aku berpikir maka aku ada” yang dalam bahasa Latin kalimat ini adalah “Cogito Ergo Sum” sedangkan dalam bahasa Prancis adalah “Je Pense Donc Je Suis”.  Sehingga iapun layak diberi gelar sebagai Bapak Filsafat Modern. Kata  modern di sini hanya mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan  berlawanan dengan corak filsafat abad pertengahan Kristen. 
René  Descartes atau Cartesius dilahirkan di La Haye, sebuah kota kecil di  Touraine, Perancis tahun 1596. Ia mendapatkan pendidikan di sekolah  Jesuit di La Flèche. Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya  yang kurang baik, ia diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan  ini pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan selama hidupnya. Di sekolah  Jesuit, Descartes mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang filsafat,  fisika dan matematika. Selama di sekolah ini pula ia ikut merayakan  ditemukannya berbagai bulan yang ada pada planet Jupiter tahun 1611.
Setelah  meninggalkan La Flèche, Descartes melanjutkan pendidikannya ke sekolah  hukum di Poitiers. Selanjutnya ia berpergian di beberapa negera Eropa  selama satu dekade, termasuk tiga tahun di Paris, di mana ia menemukan  Mersenne, yang kemudian menjadi mentornya. Pada tahun 1629, dalam  pencariannya akan ketenangan dan kesunyaian, ia menetap di Belanda.  Belanda dianggap sebagai tempat yang paling tepat karena iklim  kebebasannya yang terbaik di Eropa. Descartes menetap di Belanda sampai  dengan 1649. Pada rentang waktu tahun-tahun inilah ia menulis banyak  karya ilmiah. Pada Oktober 1649 pula ia pindah ke Stochkholm, Swedia,  namun pada Februari tahun berikutnya yakni 1650, ia wafat karena  penyakit pneumonia.
Sebagai seorang filosof, Descartes telah menghasilkan beberapa karya filsafat yakni: Discours de la méthode pour bien conduire sa raison et chercher les vérités dansles sciences (Discourse on Method), 1637; Meditationes de Prima Philosophia editations on the First Philosoph), 1641; Principia Philosopiae (Principles of Philosophy), 1644; dan Les Passiones de L’ame (1650).
Beberapa catatan ditambahkan oleh Gallagher dan Hadi tentang maksud dari cogito, ergo sum ini. Pertama, isi dari cogito yakni apa yang dinyatakan kepadanya adalah melulu dirinya yang berpikir. Yang termaktub di dalamnya adalah cogito, ergo sum cogitans. Saya berpikir, maka saya adalah pengada yang berpikir, yaitu eksistensi dari akal, sebuah substansi dasar. Kedua, cogito bukanlah sesuatu yang dicapai melalui proses penyimpulan, dan ergo bukanlah ergo silogisme. Yang  dimaksud Descartes adalah bahwa eksistensi personal saya yang penuh  diberikan kepada saya di dalam kegiatan meragukan. Dalam aliran ini  Descartes tersirat sebagai seorang yang subjektif dengan menilai sesuatu dengan ukuran dia sendiri, individualis dengan melakukannya seorang diri, dan humanis dengan mengedepankan kemanusiaanya.
Berbeda  dengan para rasionalis-ateis seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert,  Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih dalam koridor  semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal. Descartes  mempertanyakan bagaimana ide tentang Tuhan sebagai tak terbatas dapat  dihasilkan oleh manusia yang terbatas. jawabannya jelas. Tuhanlah yang  meletakkan ide tentang-Nya di benak manusia karena kalau tidak  keberadaan ide tersebut tidak bisa dijelaskan.
Descartes  merupakan bagian dari kaum rasionalis yang tidak ingin menafikan Tuhan  begitu saja sebagai konsekuensi pemikiran mereka. Kaum rasionalis pada  umumnya “menyelamatkan” ide tentang keberadaan Tuhan dengan berasumsi  bahwa Tuhanlah yang menciptakan akal kita juga Tuhan yang menciptakan  dunia.
Tuhan  menurut kaum rasionalis adalah seorang “Matematikawan Agung”.  Matematikawan agung tersebut dalam menciptakan dunia ini meletakkan  dasar – dasar rasional, ratio, berupa  struktur matematis yang wajib ditemukan oleh akal pikiran  manusia itu  sendiri. Tahapan berpikir Descartes di atas dapat diringkaskan sebagai  berikut :
Benda indrawi tidak  ada
 Gerak, jumlah,  besaranTidak ada
 Saya sedang ragu,  ada
 Saya ragu karena  saya berpikir
 Jadi, saya berpikir  ada
Gotifried Wilhelm von Liebniz
Tokoh  lain dalam aliran ini adalah Leibniz. Nama lengkapnya Gotifried Wilhelm  von Liebniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada tahun 1716.  Seorang filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarahwan. Pusat  metafisikanya adalah ide tentang substansi yang dikembangkan dalam  konsep monad.
Leibniz  lahir di Leipzig, Jerman. Dan menempuh sekolahnya dalam waktu singkat  hingga pada umur yang ke 15 ia sudah tercatat sebagai seorang mahasiswa  di Universitas Leipzig. Dan belum cukup umurnya 21 tahun, ia menerima  ijazah doktor dari Universitas Altdorf dengan disertasi berjudul De casibus perplexis (On Complex Cases at Law).  Setelah itu dia berpindah – pindah tempat dari Leipzig ke Nurenberg,  kemudian ke London, terus ke Hannover kemudian ke Amsterdam dan disetiap  kesempatannya bepergian ia bertemu dengan ilmuwan, salahsatunya adalah  Spinoza ketika ia berada di Amsterdam.
Metafisika  Liebniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam  semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab,  sementara substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu  terjadi untuk suatu tujuan. 
Sementara  Spinoza menyimpulkan bahwa substansi itu satu, tetapi menurut Liebniz  substansi itu banyak. Ia menyebutkan substansi itu sebagai monad. Setiap monad berbeda satu dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah Pencipta monad-monad itu.
Dengan  membaca teks tentang monad kita kan menemukan bahwa apa yang  dikemukakan oleh Liebniz banyak mengandung keraguan dan terasa ganjil.  Sebagai contoh tentang pertanyaan “Apakah ruang dan waktu itu  substansi?” menurut Liebniz bukan. Dalam masalah ini ia berbeda pendapat  dengan Newton. Adakah “monad” di dalam ruang? Kata Liebniz : tidak. Ia juga memberikan jawaban yang cukup mengagetkan tatkala ia berkata bahwa monad tidak hanya tidak ada dalam ruang tetapi juga tidak ada dalam waktu. Bukan monad yang berada dalam waktu tetapi waktulah yang berada dalam monad .
Pada  Newton, alam semesta adalah gerakan atom di dalam ruang kosong,  bergerak satu sama lain menuruti hukum gerak dan grafitasi. Dalam kali  ini Newton gagal dalam menyesuaikan teorinya dengan ajaran tentang Tuhan  dan makhluk. 
Perbedaan  besar antara Newton dan Liebniz terletak pada soal ruang dan waktu.  Pendapat keduanya tentang ada ruang kosong yang di sana objek – objek  bertempat, sulit untuk diterima. Sama halnya dengan Newton tentang  pendapatnya waktu yang absolut, yaitu waktu yang adanya terpisah dari  sesuatu yang terjadi di “dalam” nya. Setelah menelaah kembali akhirnya  Liebniz menyatakan bahwa tidak ada waktu absolut begitu juga ruang  absolut. Menurutnya Space dan time adalah relatif tergantung persepsi masing-masing.
Di  atas muncul dua metafisikawan terbesar Zaman Modern Spinoza dan  Liebniz. Keduanya memperlihatkan teori yang kabur serta meragukan.  Keduanya memulai dari basis yang sama, metode yang sama tetapi tiba pada  kesimpulan-kesimpulan yang berbeda, bahkan bertentangan. Orang – orang  akan bingung untuk menentukan yang benar di antara keduanya, sehingga  terjadilah masa relativisme kebenaran. Keadaan ini sama persis dengan  situasi umu filsafat sofisme Yunani. Kebenaran sains diragukan; ajaran  agama digoyahkan. Itu digambarkan dengan sebuah kalimat pendek ;  kebenaran itu relatif.
Analisis Kritis Rasionalisme
Kelebihan
Kelebihan  rasionalisme adalah mampu menyusun sistem – sistem kefilsafatan yang  berasal dari manusia. Umpamanya logika, yang sejak zaman Aristoteles,  kemudian matematika dan kebenaran rasio diuji dengan verifikasi  kosistensi logis.
Kelebihan  Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman – pemahaman  yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka  yang tertarik untuk menggeluti masalah – masalah filosofi. Rasionalisme  berpikir menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang  dimiliki oleh semua manusia. 
Kelemahan 
Doktrin  – doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subjek daripada objek,  sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja  yang benar, tanpa memerhatikan objek – objek rasional secara peka.  Kelemahan rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan  rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam  , sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang  kurang setuju dengan sistem – sistem filosofis yang subjektif tersebut.
Rasionalisme  adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal budi sebagai sumber  utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas , dan bebas berpendapat  bahwa pengalaman atau pengamatan bukan suatu jaminan untuk mendapat  kebenaran. Beberapa realitas dapat dicapai validitasnya tanpa bantuan  pengalaman empirisme. Di antaranya adalah dengan deduksi dan intuisi  adalah suatu metode pemikiran tanpa dibuktikan dengan metode empirisme,  namun mengandung kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi. 
Konsekuensi  rasional adalah seba-akibat, akiba kebenaran adalah sebab – sebab yang  menyatakannya benar, sedangkan kebenaran beberapa realitas dapat  dikenali dengan adanya sebab – sebab dan akibat tersebut.
EMPIRISME
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalamanmanusia.  Dan merupakan salah satu konsep mendasar tentang filsafat sains.  Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari  pengalaman yang kita alamai selama hidup kita. Di sini, pernyataan  ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengamalan. Dan  sebuah hipotesa ilmiah akan dikembangkan dan diuji dengan metode  empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah itu  dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini  dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangakan  teori – teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia   yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil  untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme  adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara  keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan  indera.
Selanjutnya  secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di  antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam  pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk  dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah  satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal. . Empirisme mempunyai  dua ciri pokok yaitu mengenai teori tentang makna dan tentang  pengetahuan. 
Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan, sehingga muncul sebuah rumusan “ Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu”  yang artinya tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului  oleh pengalaman. Ini merupakan bantahan keras yang dilontarkan Locke  untuk melawan para ilmuwan rasionalis. 
Akan  tetapi Descartes tak bisa tinggal diam, dengan sanggahan yang ia  siapkan ia membedakan dua fungsi akal: fungsi diskursif yang menajdikan  kita mampu membuat konklusi dari premis, dan kedua fungsi intuitif yang  menjadikan kita mampu menangkap kebenaran terakhir dan menangkap konsep  secara langsung.
Teori  yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai  berikut. Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti “sesuatu  kejadian tentu mempunyai sebab”, dasar-dasar matematika yang sering  dikenal dengan istilah kebenaran apriori  yang diperoleh melalui intuisi rasional. Akan tetapi Empirisme  menolaknya dengan alasan bahwa kemampuan intuisi rasional itu tidak ada.  Semua kebenaran tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi  jadi ia kebenaran a poteriori. 
Menurut  empirisme lagi, bahwa manusia tidak mempunyai gagasan atau konsepsi  bawaan mengenai dunia sebelum ia melihatnya. Jika kita benar-benar  mempunyai konsepsi atau gagasan yang tidak dapat dikaitkan dengan fakta  –fakta yang telah dialami, itu merupakan suatu knsepsi yang salah. Jika  kita menggunakan kata – kata seperti “Tuhan”aran a poteriori. alui intuisi rasional.gsi intuit,  “keabadian”, atau “ substansi”, itu berarti akal telah disalahgunakan,  sebab tidak ada yang pernah mengalami Tuhan, keabadian, atau apa yang  disebut oleh para filosof sebagai substansi. 
Tokoh – tokoh Empirisme
-  Francis Bacon (1210 -1292)
-  Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
-  John Locke ( 1632 -1704)
-  George Berkeley ( 1665 -1753)
-  David Hume ( 1711 -1776)
-  Roger Bacon ( 1214 -1294)
John Locke
John  Locke adalah seorang filosof Inggris. Lahir di Wrington, Somersetshire,  pada tahun 1632. Tahun 1647 – 1652 ia belajar di Westminster. Pada  tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford. 
Filsafat Locke bisa dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara  yang diusung oleh Descartes. Tetapi ia tidak setuju dengan intuisi dan  metode deduktif dan menggantikannya dengan generalisasi berdasarkan  pengalaman atau induksi. 
Ia  banyak mengkritisi pemikiran – pemikiran kaum rasionalis seperti  Descartes dengan Clear and distinc idea, Adequate idea oleh Spinoza,  Truth of reason oleh Leibniz. Karena menurutnya sesuatu yang innate  (bawaan) tidak ada dengan berbagai argumen yang ia munculkan. Dan lebih  jauh dalam teori tabula rasa ia mengatakan: 
“Marilah  kita andaikan jiwa itu laksana kertas kosong, tidak berisi apa – apa,  juga tidak ada idea di dalamnya. Bagaimana ia berisi sesuatu? Untuk  menjawab pertanyaan ini saya hanya mengatakan : dari pengalaman;  didalamnya seluruh pengetahuan didapat dan dari sana seluruh pengetahuan  berasal”.
Di  dalam teori ini Locke menggunakan tiga istilah: sensasi, ide-ide, sifat  atau kualitas. Dan iapun membedakan antara kualitas primer dan kualitas  sekunder. Yang termasuk dalam kualitas primer adalah yang menyangkut  luas, berat, gerakan, jumlah, dan lainnya. Sedangkan yang termasuk dalam  kualitas sekunder warna, bau, rasa dan suara yang tidak meniru kualitas  – kualitas sejati yang melekat pada sebuah benda. Dan penilaian  kualitas sekunder banyak tergantung akan oleh indrawi seorang manusia.
David Hume
Tokoh lain pada aliran empirisme adalah David Hume. David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711.Ia  pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak  menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan  pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak, ia  pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana Descartes menempuh  pendidikan). Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis.
Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan berikut: A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783.Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature.
Hume mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu, pertama, ada ide tentang sebab akibat (kausalitas). Kedua, karena kita percaya kausalitas dan penerapannya secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa depan kejadian. Ketiga,  dunia luar diri memang ada, yaitu dunia bebas dari pengalaman kita.  Dari tiga dasar kepercayaan Hume tersebut, ia sebenarnya mengambil  kausalitas sebagai pusat utama seluruh pemikirannya. Ia menolak prinsip  kausalitas universal dan menolak prinsip induksi dengan memperlihatkan  bahwa tidak ada yang dipertahankan, baik itu relations of ideas dan matter of fact. 
Jadi,  Hume menolak pengetahuan apriori, lalu ia juga menolak sebab-akibat,  menolak pula induksi yang berdasarkan pengalaman. Segala macam cara  memperoleh pengetahuan, semuanya ditolak. Inilah skeptis tingkat tinggi.  Sehingga Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic. Dikarenakan sifat skeptisnya yang berlebihan Hume juga tidak mengakui adanya Tuhan.
Dari  berbagai penjelasan yan disimpulkan oleh Hume sebenarnya merupakan  bentuk dari penentangannya terhadap paham rasionalisme. Ia mengatakan  bahwa hanya dengan berpikir, tanpa informasi dari pengalaman indera,  kita tidak mengetahui apa – apa tentang dunia. Tapi dengan bantuan  pengalaman juga kita tidak dapat mengetahui hakikat sesuatu. Ini jelas  menunjukkan sikap skeptis yang ada pada Hume.
Karena  ilmu pengetahuan dan filsafat sama sekali berdasarkan kausalitas, Hume  harus menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat tidak mampu  mencapai kepastian dan tidak pernah melebihi taraf probabilitas. 
Kebenaran yang bersifat apriori seperti  ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun  menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia.  Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau  secara a posteriori. 
Analisis Kritis Empirisme
Keterbatasan  empirisme dalam perannya menyumbangkan pengetahuan melalui metode  ilmiah dianalisis dari kritik-kritik yang diberikan terhadapnya. Kritik  terhadap empirisme yang diungkapkan oleh Honer dan Hunt dan Suriasumantri terdiri atas tiga bagian. Pertama,  pengalaman yang merupakan dasar utama empirisme seringkali tidak  berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman ternyata  bukan semata-mata sebagai tangkapan pancaindera saja. Sebab seringkali  pengalaman itu muncul yang disertai dengan penilaian. Dengan kajian yang  mendalam dan kritis diperoleh bahwa konsep pengalaman merupakan  pengertian yang tidak tegas untuk dijadikan sebagai dasar dalam  membangun suatu teori pengetahuan yang sistematis. Disamping itu pula,  tidak jarang ditemukan bahwa hubungan berbagai fakta tidak seperti apa  yang diduga sebelumnya.
Kedua,  dalam mendapatkan fakta dan pengalaman pada alam nyata, manusia sangat  bergantung pada persepsi pancaindera. Pegangan empirisme yang demikian  menimbulkan bentuk kelemahan lain. Pancaindera manusia memiliki  keterbatasan. Sehingga dengan keterbatasan pancaindera, persepsi suatu  obyek yang ditangkap dapat saja keliru dan menyesatkan.
Ketiga,  di dalam empirisme pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat  tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja  dikembangkan dalam empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika  membangun sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang diperlukan untuk  menjawab keragu-raguan harus diuji terlebih dahulu.
Dewey  menyebutkan bahwa hal yang paling buruk dari metode empiris adalah  pengaruhnya terhadap sikap mental manusia. Beberapa bentuk mental  negatif yang dapat ditimbulkan oleh metode empiris antara lain: sikap  kemalasan dan konservatif yang salah. Sikap mental seperti ini  menurutnya, lebih berbahaya daripada sekedar memberi kesimpulan yang  salah. Sebagai contoh dikatakan bahwa apabila ada suatu penarikan  kesimpulan yang dibuat berdasarkan pengalaman masa lalu menyimpang dari  kebiasaan, maka kesimpulan tersebut akan sangat diremehkan. Sebaliknya,  apabila ada penegasan yang berhasil, maka akan sangat dibesar-besarkan.
Terhadap  empirisme Immanuel Kant juga memberi kritiknya bahwa meskipun empirisme  menolak pengetahuan yang berasal dari rasio, tetapi pengalaman dan  persepsi yang merupakan dasar kebenaran dalam empirisme tidak dapat  memberi suatu pengetahuan yang kebenarannya adalah universal dan  bernilai penting.
Kritik  lain yang juga diungkapkan oleh Brower dan Heryadi bahwa tidak mungkin  unsur-unsur khusus menghasilkan suatu kebenaran yang bersifat universal.  Meskipun diakui bahwa munculnya pengetahuan dan legitimasinya berasal  dari pengamatan, tetapi pada kenyataan tidak semua sumber pengetahuan  hanya terdapat dalam pengamatan.
ANALISIS ATAS METODE ILMIAH DESCARTES DAN HUME
Rasionalisme  Descartes dan Empirisme Hume masing-masing memiliki kelemahan apabila  digunakan sebagai sebagai sebuah metode ilmiah. Kelemahan – kelemahan  ini misalnya diperlihatkan oleh Honer dan Hunt. Pada Rasionalisme mereka  melihat beberapa kelemahan. Pertama,  pengetahuan yang dibangun oleh Rasionalisme hanyalah dibentuk oleh ide  yang tidak dapat dilihat dan diraba. Eksistensi tentang ide yang sudah  pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendiri belum dapat didukung oleh  semua orang dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Kedua, kebanyakan orang merasa kesulitan untuk menerapkan konsep Rasionalisme ke dalam kehidupan keseharian yang praktis. Ketiga,  Rasionalisme gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan  pengetahuan manusia. Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu  kemudian berubah pada waktu yang lain.
Sementara itu pada Empirisme Honer dan Hunt juga melihat beberapa kelemahan. Pertama,  Empirisme didasarkan kepada pengalaman. Tetapi apakah yang dimaksud  dengan pengalaman? Pada satu waktu ia hanya berarti sebagai ransangan  pancaindera. Lain waktu ia berarti sebagai sebuah sensasi ditambah  dengan penilaian. Sebagai sebuah konsep, ternyata pengalaman tidak  berhubungan langsung dengan kenyataan objektif yang sangat ditinggikan  oleh kaum Empiris. Fakta tidak mempunyai apapun yang bersifat pasti. Kedua,  sebuah teori yang sangat bergantung kepada persepsi pancaindera kiranya  melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak  sempurna. Pancaindera sering menyesatkan karena tidak memiliki  perlengkapan untuk membedakan antara khayalan dan fakta. Ketiga,  Empirisme tidak memberikan kepastian. Apa yang disebut sebagai  pengetahuan yang mungkin, sebenarnya merupakan pengetahuan yang  seluruhnya diragukan.
Kelemahan-kelemahan  dari masing-masing pandangan Rasionalisme dan Empirisme di atas,  membuka celah bagi ditemukan dan dibentuknya sebuah pandangan baru yang  dapat mengatasi kelemahan – kelemahan tadi. Salah satu usaha untuk  mengatasi kelemahan-kelemehan tadi adalah dengan mengkombinasikan atau  mengawinkan kedua pandangan dari aliran tersebut. Terdapat sebuah  anggapan bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam  memperoleh pengetahuan. Memang ada beberapa alasan untuk mendukung  anggapan ini, karena para ilmuwan dalam mengumpulkan fakta-fakta  tertentu, melakukan berbagai pengamatan dan mempergunakan data inderawi.  Namun demikian, apabila dicermati dengan lebih mendalam maka didapatkan  bahwa kegiatan para ilmuwan tersebut merupakan suatu kombinasi antara  prosedur rasional dan empiris.  Dengan demikian, akal dan pengalaman  dipakai secara bersamaan sehingga terjadi perkawinan antara  pandanganRasionalisme Descartes dengan Empirisme Hume.
Perkawinan  inilah yang penulis maksudkan dengan metode ilmiah yang didalamnya  terdapat prosedur – prosedur tertentu yang sudah pasti yang dipergunakan  dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi  oleh seorang ilmuwan. Menurut Kattsoff proses metode ilmiah dimulai  dengan pengamatan (artinya pengalaman-pengalaman) dan diakhiri dengan  pengamatan pula. Tetapi permulaan dan akhir ini hanya sebuah pembagian  yang bersifat nisbi.
Pengetahuan ilmiah, menurut Suriasumantri,  harus memenuhi dua syarat utama. Pertama,  pengetahuan itu harus bersifat harus konsisten, yakni sejalan dengan  teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi. Kedua,  pengetahuan tersebut harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab  teori yang bagaimanapun konsistennya jika sekiranya tidak didukung oleh  pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Alur  berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam  beberapa langkah berikut:
-  Perumusan masalah; berisikan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan berbagai faktor yang terkait di dalamnya.
-  Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis; argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
-  Perumusan hipotesis; jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
-  Pengujian hipotesis; pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
-  Penarikan kesimpulan; penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Apabila dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis diterima. Sebaliknya, apabila dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian pengetahun ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yang mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya secara korespondensi.
Terlihat  bahwa metode ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dengan  logika induktif yang ditandai dengan Rasionalisme dan Empirisme hidup  secara berdampingan dengan sebuah mekanisme korektif.
PENUTUP
Sebagai  metode untuk mendapatkan pengetahuan, baik Rasionalisme yang diusung  oleh Descartes maupun Empirisme yang didukung oleh Hume masing - masing  memiliki kelemahan-kelemahan yang mendasar. Oleh karena itu, dibutuhkan  sebuah metode lain yang lebih dapat dimunculkan sebagai sebuah metode  yang handal untuk pencarian pengetahuan tersebut. Salah satunya adalah  dengan mengawinkan Rasionalisme dengan Empirisme sehingga kelemahan –  kelemahan masing-masing aliran sebagai sebuah metode dapat diatasi.
Perkawinan  antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan dalam metode  ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan  kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan  penarikan kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad., 2005. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai  Capra. Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset.
Sholihin, Muhammad., 2007. Perkembangan Pemikiran Filsafat Klasik hingga Modern. Bandung; CV. Pustaka Setia.
Al Munir,  M. Ied., Tinjauan Terhadap Metode Empirisme dan Rasionalisme.pdf. diakses pada hari Selasa, 25 Nopember 2008.
Revida, Erika., Sekilas Pandang Tentang Filsafat Modern.pdf. diakses pada hari Selasa, 25 Nopember 2008. 
Randa, Sangle Yohannes., 2007. Keterbatasan Empirisme dalam Metode Ilmiah. Blog Robert Marbun, diakses pada hari Selasa, 25 Nopember 2008. 


 10.15
10.15
 putut joko utomo
putut joko utomo
 
 Posted in:
 Posted in:   
 
 








0 komentar:
Posting Komentar