Rabu, 27 April 2011

Implementasi Kebijakan publik


Implementasi Kebijakan Publik adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Dalam proses implementasi kebijakan publik bersifat politik namun hasilnya bersifat adminitratif. dalam pengkajian implementasi kebijakan publik harus memperhatikan baspek pemahaman yaitu, aktor yang terlibat, organisasi, dan teknik pengawasan.Aktor-aktor Implementasi Kebijakan publik.  Pertama adalah birokrasi, sebagai aktor adminitratif yang memiliki tanggungjawab dalam implementasi kebijakan. birokrasi merupakan aktor yang memiliki wewenang dalam implementasi kebijakan publik karena birokrasi merupakan lembaga yang diberi mandat dari legeslatif. Kedua adalah legeslatif, legeslatif  bisa dikatakan sebagai aktor imlementasi kebijakan ketika mereka ikut serta dalam membuat kebijakan yang bersifat spesifik dan detail. hal ini untuk mempengaruhi adminitrasi. ketiga, Lembaga peradilan, lembaga peradilan sebagai aktor implementasi kebijakan , didalam kebijakan jika terjadi kesalahan adminitratif atau adanya pengaduan dari masyarakat yang merugikan masyarakat yang menjadi perkara hukum. Keempat Kelompok kepentingan atau penekan, kelompok kepentingan adalah kelompok non-pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi dan menekan kebijakan, dan orientasi dari kelompok ini adakah keuntungan. kelima adalah Organisasi kelompok, organisasi ini adalah target dari implementasi kebijakan itu sendiri.Teknik Implementasi Kebijakan, teknik implementasi kebijakan adalah untuk mengukur kesesuaian peleksanaan kebijakan. ada dua pendekatan yang digunakan. yang pertama adalah Comand and control, pendekatan ini dibilang kaku karena tidak memperhatikan inisiatif dan inovasi, tidak melibatkan masyarakat dalam pencapaian tujuan kebijakan. yang kedua adalah economic incentitive, pendekatan ini pencapaian tujuan dengan menggunakan biaya sosial yang serendah mungkin. Perkembangan study implementasi kebijakan publik. dalam hal ini ini merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk menganalisa kebijakan apakah kebijakan itu berhasi atau gagal dan mengajukan formulasi kebijakan.
2. Analisis Kasus Implementasi Kebijakan publik Bantuan Langsung Tunai (BLT)
                  Bantuan Langsung Tunai, merupakan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan sebagai kompensasi kepada masyarakat bawah atas kenaikan harga BBM. Kebijakan ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan SBY pada awal pemerintahan 2005. sebagai kompensai yang diberikan langsung kepada masyarakat secara langsung yang terkena imbas langsung dari kenaikan BBM. Tentunya untuk mengalisis suatu kebijakan kita harus melihat aktor-aktor yang terkait, organisasi, bagaimana pengawasan dan pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut.
            A. Aktor-aktor yang terlibat dalam kebijakan bantuan langsung Tunai.
 A. 1. Eksekutif 
            Jika kita melihat aktor pencetus pertama kebijakan BLT adalah dari Eksekutif. Yang beranggapan bahwa, untuk mengurangi bebean masyarakat bawah yang disebabkan oleh kenaikan BBM maka, pemerintah harus membuat sebuah formulasi kebijakan yang pas untuk masalah tersebut dan terbentuklah kebijakan BLT.
            Eksekutif sebagai pencetus kebijakan. dalam hal ini SBY sebagai pembuat kebijakan, kebijakan ini tertuang dalam Inpres No 12 tahun 2005 dan Inpres No 3 tahun 2008 Tentang Penanganan Rakyat Miskin yang dikeluarkan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono.  SBY sebagai pembuat kebijakan, dan pembuat peraturan tentang pelaksanaannya agar progam BLT ini sampai pada masyarakat yang menjadi sasarannya. BLT yang menghabiskan dana APBN 14,1 trilyun, yang digunakan untuk masyarakat yang dianggap terkena Imbas dari dampak kenaikan BBM.
            A.2. Birokrasi
Birokrasi sebagai aktor adminitratif, yang memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan agar pelaksanaannya pas sasaran. Dalam kebijakan BLT Pemerintah sebagai pembuat kebijakan menunjuk Kantor Poss Indonesia sebagai  penyalur langsung kepada masyarakat. dan Aktor aktor birokrasi lain yang diberi mandat oleh legeslatif untuk menjalankan kebijakan BLT ini.
Fungsi Birokrasi sebagai Aktor Adminitratif, pelaksana kebijakanpun kurang memperoleh pengawasan dari Eksekutif dan legeslatif. sehingga kecurangan dan penyalahgunaannya kurang terawasi dengan baik.
A.3 Legeslatif
Legeslatif sebagai pengawas agar kebijakan pemerintah tidak menyalahi prosedur dan tidak bertentangan dengan Konsitusi. namun seringnya fungsi pengawasan yang diterapkan oleh legeslatif yang lemah dan cenderung memihak kepada pemerintah, sehingga fungsi control yang kurang maksimal dari legeslatif. Sehingga kebanyakan kebijakan pemerintah yang terkadang bertentangan dengan peraturan yang sudah adapun dibiarkan.
dalam Kasus BLT, pengawasan legeslatif yang lemah dan kurangnya tranparasi dari pemerintah tentang penggunaan dana BLT kepada masyarakat. dan legeslatif sebagai pengawaspun cenderung diam dan tidak mempertanyakan tentang kebijakan pemerintah tersebut.
B. Kepentingan
Tidak ada suatu kebijakan yang tidak lepas dari sebuah kepentingan. dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun lembaga yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan pasti memiliki kepentingan didalamnya. baik kepentingan untuk disi sendi, kelompok ataupun masyarakat.
Jika kita melihat Kasus BLT, yang didalamnya memiliki berbagai kepentingan aktor pembuat kebijakan yang mengatas namakan rakyat. memeng jika kita telaah lebih matang kasus BLT yang berujung pemberian Uang kepada masyarakat, namun didalam kebijakan tersebut pula terdapat berbagai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa terelakan.
pemerintah pernah dua kali mengeluarkan BLT yaitu pada tahun 2005 dengan dasar hukum Inpres No 12 tahun 5005 dan 2008 dengan Inpres No 3 tahun 2008. jika kita melihat tahun 2005 sebagai tahun awal Presiden SBY menjabat sebagai presiden, dan Tahun 2008 menjelang pencalonan SBY untuk kedua kalinya sebagai presiden. dan ketiga SBY terpilih untuk kedua kalinya pada tahun 2010 SBY mencabut Inpres tersebut. jika dari rentetan tentang pengeluaran BLT tersebut kita bisa menarik Benang merah tentang pengeluaran kebijakan tersebut.
Kepentingan kelompokpun tak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. jika kita melihat bagraound SBY sebagai presiden tentunya dengan kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap pencitraan kelompok kepntingan tersebut.
3. Persepsi Aktor
Persepsi aktor terfhadap kebijakan BLT ini terlihat kontras waktu menjelang Pemilihan Presiden  tahun 2009. Dimana ada dua kelompok aktor yang setuju dan yang menolak walau pada akirnya kelompok yang kontra justru mendukung. namun terlihatnya persepsi dari yang pro dan kontra tidak bisa dilepaskan dari pencitraan dirinya dalam hal pencalonan diri mereka sebagai calon RI 1.
Persepsi aktor, beberapa negarawan dan intelektual yang berpendapat bahwa BLT merupakan suatu hal pembodohan masyarat dan cenderung tidak mendidik. karena yang diberikan pemerintah kepada masyarakat berupa uang yang sekali pakai akan habis bukan pekerjaan agar masyarakat bisa mengembangkan diri.
Jika dilihat dari praktek dilapangan, yang menuai berbagai masalah diberbagai daerah pembagian BLT. seharusnya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan harus memikirkan pendidikan masyarakat agar lebih dewasa. Dan mampu mengembangkan diri dan mampu mengembangkan diri.

0 komentar:

Posting Komentar

Rabu, 27 April 2011

Implementasi Kebijakan publik


Implementasi Kebijakan Publik adalah sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Dalam proses implementasi kebijakan publik bersifat politik namun hasilnya bersifat adminitratif. dalam pengkajian implementasi kebijakan publik harus memperhatikan baspek pemahaman yaitu, aktor yang terlibat, organisasi, dan teknik pengawasan.Aktor-aktor Implementasi Kebijakan publik.  Pertama adalah birokrasi, sebagai aktor adminitratif yang memiliki tanggungjawab dalam implementasi kebijakan. birokrasi merupakan aktor yang memiliki wewenang dalam implementasi kebijakan publik karena birokrasi merupakan lembaga yang diberi mandat dari legeslatif. Kedua adalah legeslatif, legeslatif  bisa dikatakan sebagai aktor imlementasi kebijakan ketika mereka ikut serta dalam membuat kebijakan yang bersifat spesifik dan detail. hal ini untuk mempengaruhi adminitrasi. ketiga, Lembaga peradilan, lembaga peradilan sebagai aktor implementasi kebijakan , didalam kebijakan jika terjadi kesalahan adminitratif atau adanya pengaduan dari masyarakat yang merugikan masyarakat yang menjadi perkara hukum. Keempat Kelompok kepentingan atau penekan, kelompok kepentingan adalah kelompok non-pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi dan menekan kebijakan, dan orientasi dari kelompok ini adakah keuntungan. kelima adalah Organisasi kelompok, organisasi ini adalah target dari implementasi kebijakan itu sendiri.Teknik Implementasi Kebijakan, teknik implementasi kebijakan adalah untuk mengukur kesesuaian peleksanaan kebijakan. ada dua pendekatan yang digunakan. yang pertama adalah Comand and control, pendekatan ini dibilang kaku karena tidak memperhatikan inisiatif dan inovasi, tidak melibatkan masyarakat dalam pencapaian tujuan kebijakan. yang kedua adalah economic incentitive, pendekatan ini pencapaian tujuan dengan menggunakan biaya sosial yang serendah mungkin. Perkembangan study implementasi kebijakan publik. dalam hal ini ini merupakan sebuah penelitian yang digunakan untuk menganalisa kebijakan apakah kebijakan itu berhasi atau gagal dan mengajukan formulasi kebijakan.
2. Analisis Kasus Implementasi Kebijakan publik Bantuan Langsung Tunai (BLT)
                  Bantuan Langsung Tunai, merupakan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan sebagai kompensasi kepada masyarakat bawah atas kenaikan harga BBM. Kebijakan ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan SBY pada awal pemerintahan 2005. sebagai kompensai yang diberikan langsung kepada masyarakat secara langsung yang terkena imbas langsung dari kenaikan BBM. Tentunya untuk mengalisis suatu kebijakan kita harus melihat aktor-aktor yang terkait, organisasi, bagaimana pengawasan dan pencapaian tujuan dari kebijakan tersebut.
            A. Aktor-aktor yang terlibat dalam kebijakan bantuan langsung Tunai.
 A. 1. Eksekutif 
            Jika kita melihat aktor pencetus pertama kebijakan BLT adalah dari Eksekutif. Yang beranggapan bahwa, untuk mengurangi bebean masyarakat bawah yang disebabkan oleh kenaikan BBM maka, pemerintah harus membuat sebuah formulasi kebijakan yang pas untuk masalah tersebut dan terbentuklah kebijakan BLT.
            Eksekutif sebagai pencetus kebijakan. dalam hal ini SBY sebagai pembuat kebijakan, kebijakan ini tertuang dalam Inpres No 12 tahun 2005 dan Inpres No 3 tahun 2008 Tentang Penanganan Rakyat Miskin yang dikeluarkan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono.  SBY sebagai pembuat kebijakan, dan pembuat peraturan tentang pelaksanaannya agar progam BLT ini sampai pada masyarakat yang menjadi sasarannya. BLT yang menghabiskan dana APBN 14,1 trilyun, yang digunakan untuk masyarakat yang dianggap terkena Imbas dari dampak kenaikan BBM.
            A.2. Birokrasi
Birokrasi sebagai aktor adminitratif, yang memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam pelaksanaan kebijakan agar pelaksanaannya pas sasaran. Dalam kebijakan BLT Pemerintah sebagai pembuat kebijakan menunjuk Kantor Poss Indonesia sebagai  penyalur langsung kepada masyarakat. dan Aktor aktor birokrasi lain yang diberi mandat oleh legeslatif untuk menjalankan kebijakan BLT ini.
Fungsi Birokrasi sebagai Aktor Adminitratif, pelaksana kebijakanpun kurang memperoleh pengawasan dari Eksekutif dan legeslatif. sehingga kecurangan dan penyalahgunaannya kurang terawasi dengan baik.
A.3 Legeslatif
Legeslatif sebagai pengawas agar kebijakan pemerintah tidak menyalahi prosedur dan tidak bertentangan dengan Konsitusi. namun seringnya fungsi pengawasan yang diterapkan oleh legeslatif yang lemah dan cenderung memihak kepada pemerintah, sehingga fungsi control yang kurang maksimal dari legeslatif. Sehingga kebanyakan kebijakan pemerintah yang terkadang bertentangan dengan peraturan yang sudah adapun dibiarkan.
dalam Kasus BLT, pengawasan legeslatif yang lemah dan kurangnya tranparasi dari pemerintah tentang penggunaan dana BLT kepada masyarakat. dan legeslatif sebagai pengawaspun cenderung diam dan tidak mempertanyakan tentang kebijakan pemerintah tersebut.
B. Kepentingan
Tidak ada suatu kebijakan yang tidak lepas dari sebuah kepentingan. dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun lembaga yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan kebijakan pasti memiliki kepentingan didalamnya. baik kepentingan untuk disi sendi, kelompok ataupun masyarakat.
Jika kita melihat Kasus BLT, yang didalamnya memiliki berbagai kepentingan aktor pembuat kebijakan yang mengatas namakan rakyat. memeng jika kita telaah lebih matang kasus BLT yang berujung pemberian Uang kepada masyarakat, namun didalam kebijakan tersebut pula terdapat berbagai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa terelakan.
pemerintah pernah dua kali mengeluarkan BLT yaitu pada tahun 2005 dengan dasar hukum Inpres No 12 tahun 5005 dan 2008 dengan Inpres No 3 tahun 2008. jika kita melihat tahun 2005 sebagai tahun awal Presiden SBY menjabat sebagai presiden, dan Tahun 2008 menjelang pencalonan SBY untuk kedua kalinya sebagai presiden. dan ketiga SBY terpilih untuk kedua kalinya pada tahun 2010 SBY mencabut Inpres tersebut. jika dari rentetan tentang pengeluaran BLT tersebut kita bisa menarik Benang merah tentang pengeluaran kebijakan tersebut.
Kepentingan kelompokpun tak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. jika kita melihat bagraound SBY sebagai presiden tentunya dengan kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap pencitraan kelompok kepntingan tersebut.
3. Persepsi Aktor
Persepsi aktor terfhadap kebijakan BLT ini terlihat kontras waktu menjelang Pemilihan Presiden  tahun 2009. Dimana ada dua kelompok aktor yang setuju dan yang menolak walau pada akirnya kelompok yang kontra justru mendukung. namun terlihatnya persepsi dari yang pro dan kontra tidak bisa dilepaskan dari pencitraan dirinya dalam hal pencalonan diri mereka sebagai calon RI 1.
Persepsi aktor, beberapa negarawan dan intelektual yang berpendapat bahwa BLT merupakan suatu hal pembodohan masyarat dan cenderung tidak mendidik. karena yang diberikan pemerintah kepada masyarakat berupa uang yang sekali pakai akan habis bukan pekerjaan agar masyarakat bisa mengembangkan diri.
Jika dilihat dari praktek dilapangan, yang menuai berbagai masalah diberbagai daerah pembagian BLT. seharusnya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan harus memikirkan pendidikan masyarakat agar lebih dewasa. Dan mampu mengembangkan diri dan mampu mengembangkan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants for single moms