“Demokrasi Kapitalis Gagal Memuliakan Perempuan”, demikian salah satu isi poster yang diusung oleh kaum Muslimah dalam aksi kritik terhadap peringatan seabad Hari Perempuan Internasional, Selasa, 8 Maret 2011. Aksi yang dimulai sekitar pukul 09.30 di Bundaran HI, Jakarta tersebut digagas oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.
Para peserta aksi membawa poster bertuliskan “Kesetaraan Gender=Jargon Kosong Kapitalisme”, dan “Saatnya Perempuan Campakkan Demokrasi Kapitalis, Perjuangkan Islam yang Memuliakan Perempuan”.
Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah ‘Ainur Rahmah, seabad sudah diperingati Hari Perempuan Internasional, namun hingga hari ini perempuan belum mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaannya. Masih banyak perempuan dalam kubangan kemiskinaan. Dari 34,7 juta rakyat miskin di Indonesia, lima puluh persennya adalah perempuan. Demikian juga fenomena pelecehan, eksploitasi seksual, pornografi dan kekerasan terhadap perempuan semakin banyak.
Dalam pandangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, semua persoalan yang menimpa perempuan dan tak kunjung selesai ini adalah bukan karena tidak ada gerakan yang memperjuangkan nasib perempuan, tetapi akibat diterapkannya demokrasi kapitalis. Sebab, demokrasi kapitalis memberikan ruang yang lebar untuk mengeksploitasi perempuan, perempuan hanya dijadikan objek pornografi, dan pemuas libido laki-laki.
Adapun solusi yang ditawarkan berupa kesetaraan gender justru memperparah persoalan perempuan. Memang di satu sisi dianggap berhasil mendorong perempuan untuk meraih kebebasannya di ruang publik, bahkan terbuka jalan bagi perempuan untuk menjadi anggota legislatif dan menduduki jabatan pemerintahan. Namun, di sisi lain dampak negatif yang cukup dahsyat akibat kesetaraan gender ini patut diperhitungkan.
Harga yang harus ditebus atas nama kebebasan dan kesetaraan gender ini diantaranya: kemerosotan moral, free sex, angka gugat cerai semakin tinggi, ketidak-harmonisan keluarga, diabaikannya fungsi ibu sebagai pendidik dan juga lose generation. Kondisi ini tak hanya dialami oleh perempuan muslim, tapi juga perempuan di Amerika dan Eropa yang notabene jadi corong kebebasan dan kesetaraan gender (satu dari empat perempuan menjadi korban perkosaan).
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menuntut agar para stake holder (pemerintah, legislative, tokoh masyarakat dan pihak yang peduli terhadap perempuan) agar jangan berpatok pada demokrasi kapitalis dan kesetaraan gender. Tetapi dalam memecahkan persoalan perempuan ini seluruh pihak hendaknya mengambil Islam sebagai solusi yang komprehensif. Dengan diterapkannya Islam dalam institusi Khilafah, maka kesejahteraan dan kemuliaan perempuan akan dapat dirasakan oleh seluruh perempuan dunia.
Senin, 25 April 2011
Demokrasi Kapitalis Gagal Memuliakan Perempuan: Aksi Kritik Seabad Hari Perempuan Internasional
10.54
putut joko utomo
No comments
Senin, 25 April 2011
Demokrasi Kapitalis Gagal Memuliakan Perempuan: Aksi Kritik Seabad Hari Perempuan Internasional
“Demokrasi Kapitalis Gagal Memuliakan Perempuan”, demikian salah satu isi poster yang diusung oleh kaum Muslimah dalam aksi kritik terhadap peringatan seabad Hari Perempuan Internasional, Selasa, 8 Maret 2011. Aksi yang dimulai sekitar pukul 09.30 di Bundaran HI, Jakarta tersebut digagas oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.
Para peserta aksi membawa poster bertuliskan “Kesetaraan Gender=Jargon Kosong Kapitalisme”, dan “Saatnya Perempuan Campakkan Demokrasi Kapitalis, Perjuangkan Islam yang Memuliakan Perempuan”.
Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah ‘Ainur Rahmah, seabad sudah diperingati Hari Perempuan Internasional, namun hingga hari ini perempuan belum mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaannya. Masih banyak perempuan dalam kubangan kemiskinaan. Dari 34,7 juta rakyat miskin di Indonesia, lima puluh persennya adalah perempuan. Demikian juga fenomena pelecehan, eksploitasi seksual, pornografi dan kekerasan terhadap perempuan semakin banyak.
Dalam pandangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, semua persoalan yang menimpa perempuan dan tak kunjung selesai ini adalah bukan karena tidak ada gerakan yang memperjuangkan nasib perempuan, tetapi akibat diterapkannya demokrasi kapitalis. Sebab, demokrasi kapitalis memberikan ruang yang lebar untuk mengeksploitasi perempuan, perempuan hanya dijadikan objek pornografi, dan pemuas libido laki-laki.
Adapun solusi yang ditawarkan berupa kesetaraan gender justru memperparah persoalan perempuan. Memang di satu sisi dianggap berhasil mendorong perempuan untuk meraih kebebasannya di ruang publik, bahkan terbuka jalan bagi perempuan untuk menjadi anggota legislatif dan menduduki jabatan pemerintahan. Namun, di sisi lain dampak negatif yang cukup dahsyat akibat kesetaraan gender ini patut diperhitungkan.
Harga yang harus ditebus atas nama kebebasan dan kesetaraan gender ini diantaranya: kemerosotan moral, free sex, angka gugat cerai semakin tinggi, ketidak-harmonisan keluarga, diabaikannya fungsi ibu sebagai pendidik dan juga lose generation. Kondisi ini tak hanya dialami oleh perempuan muslim, tapi juga perempuan di Amerika dan Eropa yang notabene jadi corong kebebasan dan kesetaraan gender (satu dari empat perempuan menjadi korban perkosaan).
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menuntut agar para stake holder (pemerintah, legislative, tokoh masyarakat dan pihak yang peduli terhadap perempuan) agar jangan berpatok pada demokrasi kapitalis dan kesetaraan gender. Tetapi dalam memecahkan persoalan perempuan ini seluruh pihak hendaknya mengambil Islam sebagai solusi yang komprehensif. Dengan diterapkannya Islam dalam institusi Khilafah, maka kesejahteraan dan kemuliaan perempuan akan dapat dirasakan oleh seluruh perempuan dunia.
Para peserta aksi membawa poster bertuliskan “Kesetaraan Gender=Jargon Kosong Kapitalisme”, dan “Saatnya Perempuan Campakkan Demokrasi Kapitalis, Perjuangkan Islam yang Memuliakan Perempuan”.
Menurut Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah ‘Ainur Rahmah, seabad sudah diperingati Hari Perempuan Internasional, namun hingga hari ini perempuan belum mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaannya. Masih banyak perempuan dalam kubangan kemiskinaan. Dari 34,7 juta rakyat miskin di Indonesia, lima puluh persennya adalah perempuan. Demikian juga fenomena pelecehan, eksploitasi seksual, pornografi dan kekerasan terhadap perempuan semakin banyak.
Dalam pandangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, semua persoalan yang menimpa perempuan dan tak kunjung selesai ini adalah bukan karena tidak ada gerakan yang memperjuangkan nasib perempuan, tetapi akibat diterapkannya demokrasi kapitalis. Sebab, demokrasi kapitalis memberikan ruang yang lebar untuk mengeksploitasi perempuan, perempuan hanya dijadikan objek pornografi, dan pemuas libido laki-laki.
Adapun solusi yang ditawarkan berupa kesetaraan gender justru memperparah persoalan perempuan. Memang di satu sisi dianggap berhasil mendorong perempuan untuk meraih kebebasannya di ruang publik, bahkan terbuka jalan bagi perempuan untuk menjadi anggota legislatif dan menduduki jabatan pemerintahan. Namun, di sisi lain dampak negatif yang cukup dahsyat akibat kesetaraan gender ini patut diperhitungkan.
Harga yang harus ditebus atas nama kebebasan dan kesetaraan gender ini diantaranya: kemerosotan moral, free sex, angka gugat cerai semakin tinggi, ketidak-harmonisan keluarga, diabaikannya fungsi ibu sebagai pendidik dan juga lose generation. Kondisi ini tak hanya dialami oleh perempuan muslim, tapi juga perempuan di Amerika dan Eropa yang notabene jadi corong kebebasan dan kesetaraan gender (satu dari empat perempuan menjadi korban perkosaan).
Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menuntut agar para stake holder (pemerintah, legislative, tokoh masyarakat dan pihak yang peduli terhadap perempuan) agar jangan berpatok pada demokrasi kapitalis dan kesetaraan gender. Tetapi dalam memecahkan persoalan perempuan ini seluruh pihak hendaknya mengambil Islam sebagai solusi yang komprehensif. Dengan diterapkannya Islam dalam institusi Khilafah, maka kesejahteraan dan kemuliaan perempuan akan dapat dirasakan oleh seluruh perempuan dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar