Senin, 02 Mei 2011


Globalisasi telah menyebabkan semua negara, termasuk Indonesia, tidak bisa melepaskan diri dari apa yang terjadi di negara lain. Perubahan peta politik-ekonomi-sosial dunia akan sangat mempengaruhi apa yang terjadi di Indonesia. Itu sebabnya Wakil Presiden Boediono membahas empat megatren demografi dunia sebagai salah satu penyebab penting perubahan peta politik-ekonomi-sosial dunia.
Dalam sambutan pada penutupan Muktamar “Satu Abad Muhammadiyah” pada 8 Juli 2010, Boediono menyebutkan bahwa perimbangan jumlah penduduk negara maju dan berkembang telah dan akan terus berubah. Saat ini, jumlah dan persentase penduduk di negara maju terus menurun. Dengan kata lain, penduduk dunia akan didominasi penduduk yang sekarang hidup di negara berkembang. Sumbangan utama ke perekonomian dunia pun akan bergeser ke negara berkembang.
Megatren kedua, dikatakan Boediono, ditandai dengan fakta bahwa penduduk negara maju akan didominasi oleh penduduk usia tua. Ini yang akan berakibat pada kesulitan keuangan pemerintah dan masyarakat dalam membiayai hidup lansia yang jumlahnya terus meningkat dan hidup makin lama. Megatren ketiga adalah terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi terjadi di negara Islam. Sumbangan jumlah penduduk dan ekonomi negara Islam akan makin besar di masa depan.
Boediono menyampaikan peningkatan urbanisasi sebagai megatren demografi dunia yang keempat. Jumlah dan persentase penduduk yang tinggal di perkotaan akan terus meningkat. Perekonomian dan gaya hidup perkotaan akan makin menonjol.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saya perkirakan, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia akan terus menurun, walau jumlahnya masih akan terus meningkat sampai sekitar 2050. Artinya, sampai 2050, Indonesia tidak perlu khawatir mengalami kekurangan penduduk, baik sebagai konsumen atau produsen. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas penduduk Indonesia sebagai konsumen dan produsen.
Seperti halnya dengan megatren dunia, penduduk Indonesia pun sedang dalam proses menua. Jumlah dan persentase penduduk lansia di Indonesia telah dan akan terus meningkat. Bedanya, para lansia di negara maju hidup di tengah prasarana negara maju dengan tunjangan pendapatan yang lebih baik daripada yang terjadi di negara berkembang, yang hidup di tengah prasarana yang tidak ramah terhadap penduduk tua.
Di negara maju, proses penuaan penduduk ini terutama karena angka kelahiran yang rendah. Di Indonesia, proses penuaan penduduk juga disebabkan karena adanya migrasi keluar. Khususnya di daerah yang relatif miskin, penduduk mudanya meninggalkan daerahnya. Dengan angka kelahiran yang rendah, migrasi keluar penduduk muda menyebabkan ekonomi daerah tersebut makin sulit berkembang, bersamaan dengan peningkatan biaya untuk mengurusi penduduk lansia di daerah itu. Usaha mengurangi kemiskinan pun menjadi sulit.
Tantangannya adalah bagaimana menjadikan para lansia sebagai aset, dan bukan beban perekonomian? Kemudian bagaimana menciptakan prasarana yang ramah penduduk lansia, sehingga mereka menjadi tetap sehat, produktif, dan dapat tetap bergerak?
Prasarana yang ramah lansia tidak saja berguna untuk para lansia, tetapi juga penduduk yang muda. Prasarana yang ramah lansia biasanya juga adalah prasarana yang menciptakan kenikmatan untuk penduduk muda. Secara politik, peran penduduk lansia dalam pemilihan umum juga akan meningkat. Peran politisi dan pengusaha lansia juga akan makin menonjol.
Penduduk Indonesia telah dan akan terus makin mobil, makin sering berpindah tempat, baik jarak jauh maupun pendek. Baik untuk waktu yang singkat mau pun waktu yang lebih lama. Bahkan penggambaran bahwa orang Jawa lebih suka mangan ora mangan, pokoke kumpul (berkumpul daripada makan) pun akan lenyap. Orang Jawa akan makin sering ditemui di mana pun di Indonesia dan di negara lain. Buat mereka kumpul ora kumpul, pokoke mangan (kumpul atau tidak, yang penting makan). Suku lain, terutama yang terkenal sebagai perantau, seperti Bugis, akan makin mobil. Pasar kerja penduduk Indonesia makin luas, bukan hanya di kebupaten mereka, tetapi ke seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Mobilitas yang meningkat di Indonesia juga berarti makin seringnya terjadi pertemuan latar belakang budaya yang berbeda. Migran di suatu daerah dapat menjadi “ancaman” bagi penduduk lokal. Konflik antara pendatang dan penduduk lokal perlu mendapat perhatian yang meningkat. Penanganan yang baik terhadap potensi konflik ini akan memacu pembangunan di daerah penerima.
Selain itu, arus tenaga kerja ke dunia internasional akan terus meningkat. Walau begitu, tenaga kerja yang masuk ke pasar internasional juga akan berubah. Bukan lagi terdiri dari mereka yang berpendidikan rendah dan bekerja, misalnya sebagai pekerja bangunan atau pembantu rumah tangga. Pada 2020 pasar internasional akan mengalami kesulitan mencari orang Jawa sebagai pembantu rumah tangga yang murah dan penurut. Pada saat itu, tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri akan makin terdiri dari mereka yang berpendidikan lebih tinggi. Tenaga kerja Indonesia akan mengisi posisi yang makin penting di dunia.
Bersamaan dengan meningkatnya arus tenaga kerja ke pasar internasional, arus tenaga kerja asing ke Indonesia pun akan meningkat. Kalau dulu, tenaga kerja asing terpusat pada mereka yang berpendidikan tinggi dan di posisi puncak, di masa yang akan datang, tenaga kerja asing di Indonesia akan banyak terdiri dari mereka dengan pendidikan yang lebih rendah. Bukan tidak mungkin, Indonesia akan kekurangan tenaga kerja berpendidikan rendah dan kemudian mendatangkan pekerja bangunan atau pembantu rumah tangga dari negara lain.
Peningkatan keberadaan tenaga kerja asing, dengan berbagai latar belakang budaya, dapat juga menimbulkan berbagai ketegangan sosial. Apalagi ketika banyak dari mereka mengisi pekerjaan yang membutuhkan pendidikan relatif rendah.
Seperti di tingkat dunia, perekonomian Indonesia pun akan makin ditandai dengan perekonomian perkotaan. Jumlah dan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan terus meningkat. Karena perkotaan sering berarti tiadanya atau sedikitnya lahan pertanian, megatren urbanisasi ini juga memberikan tantangan pada penyediaan pangan di Indonesia.
Jumlah penduduk muslim dan nonmuslim di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Walau begitu, persentase penduduk muslim dan nonmuslim tidak akan mengalami perubahan yang berarti. Penduduk muslim di Indonesia akan tetap pada sekitar 87% penduduk Indonesia.
Demikian beberapa megatren demografi di Indonesia, yang akan mempunyai implikasi ekonomi, sosial, dan politik yang luas di Indonesia.

Baca juga
The coming of (Old( Age in Indonesia
Emerging Young Politicians in Indonesia’s Ageing Society
Sudahkah Anda diSensus?
* Berapa Lama Lagi Kita Akan Hidup?
* Ledakan Penduduk Lansia, Krisis Keuangan, dan Kesejahteraan


Filed under: Bahasa Indonesia, Demography , , , , , , , , , , , ,

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 02 Mei 2011


Globalisasi telah menyebabkan semua negara, termasuk Indonesia, tidak bisa melepaskan diri dari apa yang terjadi di negara lain. Perubahan peta politik-ekonomi-sosial dunia akan sangat mempengaruhi apa yang terjadi di Indonesia. Itu sebabnya Wakil Presiden Boediono membahas empat megatren demografi dunia sebagai salah satu penyebab penting perubahan peta politik-ekonomi-sosial dunia.
Dalam sambutan pada penutupan Muktamar “Satu Abad Muhammadiyah” pada 8 Juli 2010, Boediono menyebutkan bahwa perimbangan jumlah penduduk negara maju dan berkembang telah dan akan terus berubah. Saat ini, jumlah dan persentase penduduk di negara maju terus menurun. Dengan kata lain, penduduk dunia akan didominasi penduduk yang sekarang hidup di negara berkembang. Sumbangan utama ke perekonomian dunia pun akan bergeser ke negara berkembang.
Megatren kedua, dikatakan Boediono, ditandai dengan fakta bahwa penduduk negara maju akan didominasi oleh penduduk usia tua. Ini yang akan berakibat pada kesulitan keuangan pemerintah dan masyarakat dalam membiayai hidup lansia yang jumlahnya terus meningkat dan hidup makin lama. Megatren ketiga adalah terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi terjadi di negara Islam. Sumbangan jumlah penduduk dan ekonomi negara Islam akan makin besar di masa depan.
Boediono menyampaikan peningkatan urbanisasi sebagai megatren demografi dunia yang keempat. Jumlah dan persentase penduduk yang tinggal di perkotaan akan terus meningkat. Perekonomian dan gaya hidup perkotaan akan makin menonjol.
Bagaimana dengan Indonesia?
Saya perkirakan, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia akan terus menurun, walau jumlahnya masih akan terus meningkat sampai sekitar 2050. Artinya, sampai 2050, Indonesia tidak perlu khawatir mengalami kekurangan penduduk, baik sebagai konsumen atau produsen. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas penduduk Indonesia sebagai konsumen dan produsen.
Seperti halnya dengan megatren dunia, penduduk Indonesia pun sedang dalam proses menua. Jumlah dan persentase penduduk lansia di Indonesia telah dan akan terus meningkat. Bedanya, para lansia di negara maju hidup di tengah prasarana negara maju dengan tunjangan pendapatan yang lebih baik daripada yang terjadi di negara berkembang, yang hidup di tengah prasarana yang tidak ramah terhadap penduduk tua.
Di negara maju, proses penuaan penduduk ini terutama karena angka kelahiran yang rendah. Di Indonesia, proses penuaan penduduk juga disebabkan karena adanya migrasi keluar. Khususnya di daerah yang relatif miskin, penduduk mudanya meninggalkan daerahnya. Dengan angka kelahiran yang rendah, migrasi keluar penduduk muda menyebabkan ekonomi daerah tersebut makin sulit berkembang, bersamaan dengan peningkatan biaya untuk mengurusi penduduk lansia di daerah itu. Usaha mengurangi kemiskinan pun menjadi sulit.
Tantangannya adalah bagaimana menjadikan para lansia sebagai aset, dan bukan beban perekonomian? Kemudian bagaimana menciptakan prasarana yang ramah penduduk lansia, sehingga mereka menjadi tetap sehat, produktif, dan dapat tetap bergerak?
Prasarana yang ramah lansia tidak saja berguna untuk para lansia, tetapi juga penduduk yang muda. Prasarana yang ramah lansia biasanya juga adalah prasarana yang menciptakan kenikmatan untuk penduduk muda. Secara politik, peran penduduk lansia dalam pemilihan umum juga akan meningkat. Peran politisi dan pengusaha lansia juga akan makin menonjol.
Penduduk Indonesia telah dan akan terus makin mobil, makin sering berpindah tempat, baik jarak jauh maupun pendek. Baik untuk waktu yang singkat mau pun waktu yang lebih lama. Bahkan penggambaran bahwa orang Jawa lebih suka mangan ora mangan, pokoke kumpul (berkumpul daripada makan) pun akan lenyap. Orang Jawa akan makin sering ditemui di mana pun di Indonesia dan di negara lain. Buat mereka kumpul ora kumpul, pokoke mangan (kumpul atau tidak, yang penting makan). Suku lain, terutama yang terkenal sebagai perantau, seperti Bugis, akan makin mobil. Pasar kerja penduduk Indonesia makin luas, bukan hanya di kebupaten mereka, tetapi ke seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Mobilitas yang meningkat di Indonesia juga berarti makin seringnya terjadi pertemuan latar belakang budaya yang berbeda. Migran di suatu daerah dapat menjadi “ancaman” bagi penduduk lokal. Konflik antara pendatang dan penduduk lokal perlu mendapat perhatian yang meningkat. Penanganan yang baik terhadap potensi konflik ini akan memacu pembangunan di daerah penerima.
Selain itu, arus tenaga kerja ke dunia internasional akan terus meningkat. Walau begitu, tenaga kerja yang masuk ke pasar internasional juga akan berubah. Bukan lagi terdiri dari mereka yang berpendidikan rendah dan bekerja, misalnya sebagai pekerja bangunan atau pembantu rumah tangga. Pada 2020 pasar internasional akan mengalami kesulitan mencari orang Jawa sebagai pembantu rumah tangga yang murah dan penurut. Pada saat itu, tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri akan makin terdiri dari mereka yang berpendidikan lebih tinggi. Tenaga kerja Indonesia akan mengisi posisi yang makin penting di dunia.
Bersamaan dengan meningkatnya arus tenaga kerja ke pasar internasional, arus tenaga kerja asing ke Indonesia pun akan meningkat. Kalau dulu, tenaga kerja asing terpusat pada mereka yang berpendidikan tinggi dan di posisi puncak, di masa yang akan datang, tenaga kerja asing di Indonesia akan banyak terdiri dari mereka dengan pendidikan yang lebih rendah. Bukan tidak mungkin, Indonesia akan kekurangan tenaga kerja berpendidikan rendah dan kemudian mendatangkan pekerja bangunan atau pembantu rumah tangga dari negara lain.
Peningkatan keberadaan tenaga kerja asing, dengan berbagai latar belakang budaya, dapat juga menimbulkan berbagai ketegangan sosial. Apalagi ketika banyak dari mereka mengisi pekerjaan yang membutuhkan pendidikan relatif rendah.
Seperti di tingkat dunia, perekonomian Indonesia pun akan makin ditandai dengan perekonomian perkotaan. Jumlah dan persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan terus meningkat. Karena perkotaan sering berarti tiadanya atau sedikitnya lahan pertanian, megatren urbanisasi ini juga memberikan tantangan pada penyediaan pangan di Indonesia.
Jumlah penduduk muslim dan nonmuslim di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Walau begitu, persentase penduduk muslim dan nonmuslim tidak akan mengalami perubahan yang berarti. Penduduk muslim di Indonesia akan tetap pada sekitar 87% penduduk Indonesia.
Demikian beberapa megatren demografi di Indonesia, yang akan mempunyai implikasi ekonomi, sosial, dan politik yang luas di Indonesia.

Baca juga
The coming of (Old( Age in Indonesia
Emerging Young Politicians in Indonesia’s Ageing Society
Sudahkah Anda diSensus?
* Berapa Lama Lagi Kita Akan Hidup?
* Ledakan Penduduk Lansia, Krisis Keuangan, dan Kesejahteraan


Filed under: Bahasa Indonesia, Demography , , , , , , , , , , , ,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants for single moms